[Lengkap dan Detail] Begini Jawabannya Ketika Bingung Memilih Marketplace Atau Website Sendiri Untuk Bisnis

[Lengkap dan Detail] Begini Jawabannya Ketika Bingung Memilih Marketplace Atau Website Sendiri Untuk Bisnis

Jika Dirasa Tulisan Ini Bermanfaat, Share Ya!

Sebut saja namanya Ridwan. Seorang laki-laki muda yang ingin menapaki dunia bisnis online. Belum ada pijakan tempat yang jelas, apakah akan memilih marketplace atau website sendiri?

Seperti teman-temannya di dunia online atau medsosnya, Ridwan tertarik untuk mencoba peruntungan di dunia bisnis online. Dia belum terpikir mau jual apa, mau bisnis apa, yang jelas online dulu, lah!

Dia pun mulai mengubah minat di akun Facebooknya. Memilih tertarik dengan dunia internet marketing. Setelah itu, dia pun mendapatkan yang dia inginkan. Apa itu? Apakah langsung dapat penghasilan luar biasa begitu?

Waduh, sebentar dulu, Bos! Masih panjang episodenya ini. Hehe..

Oleh karena dia punya minat internet marketing, mulailah dia kena iklan dari para master dunia bisnis. Awalnya, dari Kang Dewa Eka Prayoga. Jelas, dia tidak kenal sebelumnya. Siapa sih Dewa ini? Apakah sama dengan Dewa 19? Wah, malah bicara grup band zaman dulu!

Rupanya, dia merasa nyaman membaca kalimat penawaran iklan Dewa di Facebook Ads. Bahasanya yang ringan, mengalir, lembut dan seakan tidak memaksa untuk membeli, membuat dia betah membaca di situ. Otaknya mulai membuka diri.

Baca Juga: 5 Ciri Penting Jika Kamu Cerdas Atau Pintar

Besok-besoknya dia kena iklan lagi. Begitulah para master dunia bisnis internet, tidak cukup dengan satu serangan, tetapi bisa berkali-kali menggempur calon lawannya, maksudnya, calon konsumennya.

Secara keadaan, Ridwan juga punya uang yang cukup. Dia pun membeli satu produk Kang Dewa dengan nama Lead Magnet Kit. Maksudnya, apakah produk itu mengandung magnet layaknya mainan kulkas?

Oh, ini sama sekali berbeda. Produk digital tersebut berupa aneka desain untuk membuat e-book alias buku elektronik, bukan buku cetak, jadi tidak pakai kertas dan tinta sama sekali. Lho, kok e-book? Sebab dari situlah kesuksesan bisnis online dimulai.

Kata Dewa yang dikenal dengan julukan Dewa Selling itu, karena hobinya jualan, bahwa kita perlu memancing orang agar mulai masuk ke dalam lingkaran kita. Ibaratnya, kita giring orang ke rumah kita dan setelah di rumah kita, barulah dijuali segala macam sesuai keinginan kita.

Namun, menarik orang agar mulai berminat dengan produk atau jasa kita tidaklah mudah. Pastilah orang akan berpikir tentang diri kita, “Siapa sih elu?” Sama kasusnya dengan Ridwan yang memandang Dewa Eka Saputra dengan sebelah mata. Padahal waktu itu, Kang Dewa sudah terkenal sebagai pebisnis online yang berhasil lho!

Tukar-Menukar Tetapi Bukan Uang

tukar-menukar-bukan-uang

Logikanya begini jika ingin sukses bisnis online. Secara umum, kita tidak bisa langsung jualan ke orang, apalagi orang yang tidak kita kenal sama sekali. Okelah, ada namanya iklan digital berupa FB Ads maupun Google Ads. Namun, itu ‘kan mengeluarkan biaya. Harus membakar uang namanya. Ada cara yang lebih mudah dan murah, yaitu: lewat organik.

Terlebih dahulu, kita perlu pancing orang agar memberikan databasenya untuk kita. Database? Ya, data milik orang lain yang bisa kita ambil dan kita olah nanti demi bisnis online. Wah, apakah ini ilegal? Haram? Eits, tunggu dulu! Tidak semua yang terlihat main-main data begini disebut ilegal alias haram. Oleh karena itu, kita perlu yang namanya lead magnet.

Database yang kita perlukan dari orang lain biasanya berupa tiga hal, yaitu: nama, email dan nomor Whatsapp (WA). Apakah kita langsung meminta orang lain memberikan tiga data berharga itu secara cuma-cuma? Katakanlah, ke teman FB kita yang tidak pernah ada kontak sebelumnya.

“Eh, minta nomor WAmu dong!”

“Buat apa, Bro?”

“Buat saya mainkan buat bisnisku!”

“Apa kamu bilang? Mau kamu mainkan saya? Kamu nggak ngerti perasaan saya atau gimana?”

Nah, malah ujungnya tidak jelas begini! Intinya, tidak ada orang di dunia ini yang mau rugi. Benar ‘kan? Kita memberikan data pribadi, lalu apa yang kita dapat? Apa yang kita peroleh? Sesuatu apa yang setara dengan data kita yang sudah diberikan ke orang lain?

Lead magnet berfungsi untuk memberikan sesuatu yang positif dan baik kepada orang lain dengan imbalan nomor WA maupun email mereka, tentu saja nama jangan ketinggalan dong! Nah, lead magnet berupa e-book adalah cara yang masih sangat efektif untuk bisa menangkap database orang.

E-Book Seperti Apa Untuk Lead Magnet Itu?

e-book-lead-magnet

Kalau untuk pertanyaan yang ini, maka tergantung bisnis dan target market kita sendiri. Ada yang bertanya, siapa sih target market bisnismu, Bro? Lalu, ada yang menjawab, ya, semua orang! Apakah ini jawaban yang tepat? Saya yakin 100 % bahwa itu adalah jawaban yang sangat salah! Nilainya nol, poinnya tidak ada sama sekali.

Mengapa demikian? Sebab, tidak akan mungkin semua orang akan tertarik dengan produk jualan kita. Ambil contoh, bisnis jilbab online. Apakah semua orang tertarik dengan jilbab? Tentu tidak bukan? Sebab, pastilah ada rentang usia, latar belakang, pekerjaan, kebiasaan, domisili, kecenderungan tayangan dan kriteria lain yang perlu diketahui oleh para pebisnis online. Itulah yang namanya buyer persona.

Baca Juga: 5 Langkah Meningkatkan Bisnis Online dengan Fokus Melayani Konsumen

Jilbab model tertentu pastilah untuk orang tertentu juga. Orang nonmuslim belum tentu akan tertarik jilbab. Begitu pula laki-laki. Kecuali, memang untuk hadiah. Namun, secara umum, tidak semua orang akan pakai jilbab pada badan atau pakaiannya.

Jadi, e-book yang dibuat mesti cocok dengan calon konsumen kita. Contoh bisnis jilbab tadi, maka bisa dibuat e-book tentang keutamaan menutup aurat. Atau indahnya perempuan dengan jilbab.

Pada e-book berikutnya, ditampilkan kisah-kisah perempuan yang tetap trendy dengan jilbab mereka. Setelah itu, e-book yang di dalamnya dicantumkan dengan produk kita. Misalnya, kainnya terbuat dari wolfish, tidak panas dipakai, tebal, warnanya cerah, tidak mudah kusut dan lain sebagainya.

Kembali ke Ridwan, kasihan dia kalau ditinggal terlalu lama.

Dari bahasa penawaran Dewa Eka Prayoga yang mempesona, Ridwan membeli produk tersebut. Transfer sesuai harga, tentunya dengan kode unik agar berbeda dengan pembeli lain dan agar lebih gampang diverifikasi oleh sistem.

Transfer beres, produk dan aneka bonusnya meluncur ke email pribadi Ridwan. Yuhuy, produk sudah bisa diakses melalui member area. Dia merasa sangat senang berhasil mendapatkan imbal balik dari uangnya.

Agar bisa mengambil semua isi produknya, dia butuh kuota internet yang lumayan besar. Produk yang asalnya bisa diedit menggunakan Photoshop tersebut, tetap harus didownload dari sumbernya. Karena di rumahnya tidak terlalu bagus sinyal, maka dia mengunduh di kantornya.

Produk berhasil disatukan semua dalam satu folder. Ada 62 jenis yang bisa dibuat e-book. Mulai dari tentang wanita, kerajinan tangan, travel, bangunan, kuliner, musik, internet marketing, kesehatan, orang tua dan anak, dunia remaja dan lain sebagainya. Karena langsung banyak seperti itu, membuat Ridwan bingung. Untunglah, ada tutorial dalam bentuk video.

Yes, ini senjata ampuh pertamaku untuk memulai bisnis online! Begitulah kira-kira kata Ridwan.

Ikut Program Bisnis Online

program-bisnis-online

Setelah membeli produk digital tersebut, Ridwan makin tenggelam dalam dunia bisnis online. Namun, bukan dalam arti penghasilannya meningkat sesuai keinginannya, melainkan justru dia terus tenggelam dalam penawaran para master internet marketing lain yang dikenal dengan sebutan “mastah”.

Dia mendapatkan penawaran dari seorang mastah bernama Rico Huang. Kalau tidak salah, Ridwan masuk ke dalam database Rico dengan mendownload e-booknya. Lho, malah yang mempraktekkan bukan Ridwan!

Harus memasukkan nama dan email di website Rico, selanjutnya Ridwan dibanjiri email-email edukasi bisnis dari pengusaha muda tersebut. Ujung-ujungnya, Ridwan menyatakan diri bergabung dengan komunitas bisnis online yang diampu Rico. Waktu itu, Ridwan membayar sekitar satu juta rupiah untuk menjadi anggotanya.

Baca Juga: 5 Cara Pinter Atasi Minder

Lho, kok Ridwan mau dengan harga seperti itu? Apa sih pekerjaannya? Yang jelas Ridwan punya pekerjaan yang mapan dan gaji terjamin setiap bulan, makanya dia punya uang untuk memantapkan diri di bisnis online.

Selain itu, dia seakan-akan terdesak pemikirannya bahwa pada waktu mendatang, harga akan semakin naik. Nah, jadi harus join sekarang juga! Kalau tidak, makin mahal, waduh, uang juga pastinya akan lebih besar ke luar dari dompet, eh, ATM.

Dalam komunitas tersebut, Ridwan bisa belajar apapun tentang dunia bisnis di internet. Keanggotaannya juga seumur hidup. Bisa dibayangkan, cuma bayar sekali, tetapi keanggotaannya tidak mengenal kadaluarsa atau harus daftar ulang layaknya penerimaan mahasiswa baru.

Terpengaruh Mastah Lain

terpengaruh-mastah-lain

Sambil mencoba menekuni panduan bisnis dari Rico Huang dan timnya serta mengutak-atik untuk membuat e-book pertamanya, Ridwan terus dipengaruhi oleh para mastah lain yang mereka berkoar-koar dengan produk terbaiknya di internet. Rata-rata menggunakan FB Ads atau iklan di Facebook.

Algoritma Facebook memang pintar, karena menggunakan pixel. Itu adalah semacam kode yang disematkan di website dengan tujuan untuk menangkap “akun” pengunjung. Jika ada orang yang masuk ke website dengan pixel FB, maka ketika yang punya web sedang iklan, dia bisa menargetkan kepada orang-orang yang pernah berkunjung itu tadi. Istilahnya adalah retargeting.

Ridwan mulai mengenal Adhitya Tri Arifianto dan Ilham Zulkarnain, serta Aditya Satriawan. Termasuk juga Fahmi Hakim. Masing-masing Ridwan membeli produknya. Kalau Adhitya, Ridwan membeli beberapa produk digital. Misalnya membuat video pakai web base software. Terakhir, Ridwan membeli produk software untuk membuat website dan landing page.

Tidak hanya itu, produk yang dibeli Ridwan juga membuat logo pakai Photoshop dan Powerpoint. Produk yang paling mahal adalah tutorial bisnis dengan nilai mencapai lebih dari 600 ribu rupiah.

Membeli dari Ilham Zulkarnain, Ridwan mengoleksi berbagai seri membuat gambar dan video hanya dengan Powerpoint. Ada yang temanya untuk bikin video pernikahan, animasi, konten sosmed dan yang cocok untuk Youtuber. Wuih, lengkap memang!

Fahmi Hakim menawarkan tutorial bisnis online. Selama kurang lebih dua bulan, Ridwan mengikuti panduan tersebut lewat video. Selain itu, ada juga grup diskusinya.

“Kembaran” Adhitya Tri adalah Aditya Satriawan. Mastah yang ini dibeli produknya software untuk berjualan online lewat messenger saja. Inovasi baru karena sifatnya personal.

Mentok di Kebingungan

malah-bingung-sendiri

Software yang dimiliki Ridwan sudah amat banyak. Sebab, selain beli produk utama, Ridwan juga banyak mendapatkan bonus-bonus, berupa software juga. Tren memberikan bonus berlimpah memang menjadi ciri khas para mastah agar menarik datangnya pembeli. Terkadang ada mastah yang memberikan kesempatan untuk memilih sendiri bonusnya.

Ridwan juga sudah mengikuti banyak panduan atau belajar bisnis online. Tentu saja, yang memberikan materi pastilah berbeda-beda orangnya, plus pemikirannya.

Baca Juga: Ada yang Namanya Pak Edi Siregar, Tapi Jarang yang Bernama Pak Ide Segar

Laki-laki dewasa itu sudah penuh dengan modal bisnis online, bahkan dia membayar juga untuk layanan email marketing beberapa kali, mencoba iklan di Facebook, membuat gambar dan video promosi segala macam, ujung-ujungnya apa? Jangankan omzet ratusan juta, belasan juta saja dari bisnis online yang dijanjikan itupun belum pernah dia dapatkan!

Sementara pekerjaan di kantor juga lumayan banyak dan tidak bisa ditinggalkan karena itu merupakan tanggung jawabnya. Nah, di tengah kegalauan dan kebingungan semacam itu, dia mengeluh di salah satu grup bisnis Telegram. Waktu itu sedang ada KULGRAM alias kuliah lewat Telegram.

Seorang mastah menyampaikan materi tentang digital marketing. Ketika diberikan sesi pertanyaan, dia menggunakan kesempatan itu. Dia sampaikan keluhannya bahwa sudah terlalu banyak membeli produk digital, tetapi kok hasilnya masih minim?

Dia berusaha untuk mengikuti saran dari para mastah. Berpromosi sana-sini, tetapi kok begitu-begitu saja? Ada email baru yang masuk dan menawarkan produk digital, rata-rata dibelinya. Kalau dihitung-hitung, sudah habis sekitar lima juta rupiah. Hem, banyak juga ya?!

Lalu, apa jawab sang mastah? Katanya, setiap internet marketer tidak memaksa untuk dibeli produknya lho, Mas! Wah, dari jawaban itu sangat menohok batin Ridwan cukup dalam! Waduh, jadi selama ini dia beli produk banyak-banyak, ternyata tidak banyak bermanfaat?

Ya, bisa jadi begitu! Tidak ada yang memaksa untuk dibeli. Namun, mengapa dia bisa tergiur sekali untuk membeli? Dia pun berpikir ulang dan menemukan jawabannya. Bahwa selama ini dia memang tidak mengenal yang namanya FOKUS. Ridwan mengikuti alur penawaran para mastah lewat email-email mereka.

Ridwan sendiri masih belum tahu, dia itu sebenarnya mau jualan apa sih? Mau jual produk fisik atau produk digital? Kalau produk digital, maunya yang seperti apa? Apakah produk tutorial bisnis online yang pernah dia beli? Apakah tools untuk membuat gambar dan video promosi? Apakah menjadi affiliate untuk produk orang lain? Apakah menjadi copywriter sebagaimana kesukaannya menulis?

Apa dan apa? Makin dipikir, justru dia makin bingung. Termasuk yang menjadi pertanyaan besarnya adalah, kira-kira jika dia akan berbisnis online nantinya, apakah dia akan memilih marketplace ataukah bikin website sendiri? Ini juga tidak gampang dijawab lho, karena masing-masing ada kelebihan dan kekurangan. Ridwan pun tambah bingung.

Bagaimana dengan kamu sendiri? Apakah punya masalah yang mirip dengan Ridwan? Terlalu banyak tergiur dengan penawaran sana-sini, tetapi akhirnya jadi bingung, mana yang harus dikerjakan ini? Sementara para internet marketer terus berpromosi demi urusan perut juga kan? Mereka juga butuh biaya untuk hidup ini.

Masih bingung memilih marketplace atau website sendiri? Yuk, coba temukan perbandingannya, kelebihan, kekurangan, serta yang mana harus diambil?

Apa sih Marketplace itu?

pengertian-marketplace

Sering dengar kata marketplace, tetapi marketplace itu sebenarnya apa ya? Mungkin jika disuruh menyebutkan, kamu tahu jawabannya, bahwa marketplace itu seperti: Tokopedia, Bukalapak, Shopee, OLX, Blibli dan Zalora. Betul bukan?

Tunggu, sepertinya ada yang janggal dari jawaban itu! Apakah kamu bisa menemukannya? Baik, coba kita cek. Tokopedia, hem, termasuk marketplace. Begitu pula dengan Bukalapak dan Shopee yang punya sistem mirip dengan Tokopedia. Namun, OLX dan Zalora perlu dipertanyakan kalau sampai masuk ke dalam marketplace. Lho, kok bisa?

Mari kita lihat sistem dari dua perusahaan yang disebutkan terakhir itu. OLX ternyata bukanlah termasuk marketplace. Alasannya, karena perusahaan tersebut menjadi semacam iklan yang muncul di koran cetak maupun tabloid kalau masih ada sampai sekarang. Iklan baris, entah itu cuma berupa teks ataukah ada gambarnya sedikit, cara kerja OLX seperti itu.

Misalkan kamu mau berbisnis laptop. Nah, kamu masuk di OLX, lalu pasang penawaran di situ. Nanti, ketika ada calon pembeli, maka dia akan menghubungi kamu secara langsung. Pihak OLX tidak ikut-ikutan dengan transaksi antara kamu dan si dia. Maksudnya calon pembeli lho ya, bukan mantan.

Baca Juga: Mau Resign Kerja? Ingat Dulu Kalimat Sederhana Ini!

Kalau mengenai sistem ini, maka tingkat keamanannya termasuk rendah. Saya sendiri pertama belanja online lewat OLX. Waktu itu, saya membeli teropong mini yang jarak pandangnya bisa sampai satu kilometer lebih. Saya langsung kontak dengan penjualnya. Transfer ke rekeningnya dan menunggu barang tiba.

Sempat khawatir juga sih karena langsung dengan si penjual, jangan-jangan dia menipu, jangan-jangan barang tidak dikirim setelah ditransfer dan jangan-jangan lainnya. Intinya pikiran buruk. Alhamdulillah, barang pun sampai dan masih bagus sampai sekarang. Apalagi karena saya juga jarang pakai. Hehe…

Itulah OLX yang dulu punya nama Toko Bagus. Lain lagi dengan Blibli dan Zalora. Kedua perusahaan ini mirip dengan department store tempat kamu dan teman-temanmu sering nongkrong itu. Keduanya menjadi tempat untuk menampung barang-barang jualan dari begitu banyak supplier. Jadi, mereka punya banyak produk, tetapi semuanya disupport oleh para produsen yang menitipkan jualannya ke situ.

Kalau model begini, maka akan lebih aman, sebab Blibli dan Zalora pastinya menyeleksi dan memilih produk-produk yang akan dijual di lapak mereka. Mereka bisa mengatur stok produk atau menata ulang produk di websitenya. Antara OLX, Blibli maupun Zalora, jelas lebih aman dua terakhir ini.

Oke, sudah mulai paham sistem kerja OLX, Blibli dan Zalora, lalu bagaimana dengan Tokopedia, Bukalapak, Shopee dan Lazada? Mungkin kamu yang pernah belanja di sana akan merasakan bahwa ada begitu banyak penjual dan begitu banyak calon pembeli. Kenyataannya, trafik ke website mereka sudah mencapai jutaan orang setiap hari. Mantapnya, website marketplace semacam itu jarang sekali down atau error meski dikunjungi jutaan orang.

Marketplace memang menyediakan tempat bagi para penjual untuk menjual dan para pembeli untuk membeli. Perusahaan marketplace telah menyediakan website sebagai ajang transaksi antara penjual dan pembeli. Namun, berbeda dengan OLX, marketplace membuat orang lebih aman dan nyaman untuk berbelanja.

Mereka menerapkan dan menetapkan sebuah sistem, bahwa antara penjual dan pembeli tidak bisa saling bertransaksi di luar marketplace. Meskipun ada fitur chat, tetapi transaksi tetap lebih terjamin antara kedua belah pihak lewat marketplace saja.

Bagaimana sistem kerjanya? Yah, sudah banyak yang kita tahu, ketika ada barang yang akan kita beli, maka kita klik button pesan atau beli sekarang juga. Muncul tagihan yang mesti kita bayar, dengan kode unik agar lebih mudah verifikasi, plus dengan metode pembayaran sesuai keinginan kita.

Bayarnya ke mana sih? Nah, ini yang membedakan marketplace dengan OLX maupun Zalora. Kita transfer ke rekening yang dimiliki oleh perusahaan. Jadi, bukan langsung ke rekening si penjual. Ibaratnya cinta, marketplace menjadi makcomblang antara kamu dengan si dia. Kamu menyatakan cinta, makcomblang menyampaikannya ke orang yang kamu sukai itu. Perkara jadi atau tidaknya, tergantung pilihan atau kesepakatan masing-masing.

Selesai bayar, lihat di email dan tunggulah barang sampai. Jika tidak sampai, maka uang kamu akan dikembalikan ke saldo atau dompet digital di akunmu.

Kalau uang kamu sudah berada di rekening perusahaan sesuai nominal yang diminta, contohnya: Rp 56.743,00, maka perusahaan marketplace akan memberitahu si penjual, “Eh, ini lho ada orang yang sudah transfer buat beli barang kamu! Segera packing dan kirim secepatnya ya, Bro!”

Kira-kira seperti itulah bunyi pesan dari marketplace agar si penjual segera memenuhi pesanan si pembeli. Sebab, ada batas waktunya juga. Sekitar dua hari kalau tidak salah. Bila lewat dari waktu tersebut, maka pesanan akan dibatalkan.

Sesederhana itu bukan? Ya, memang sederhana, tetapi yang tidak sederhana adalah mencari uangnya untuk membeli produk di marketplace maupun e-commerce lainnya. Cari uang tidak mudah dan bisa cukup lama, apalagi di tengah pandemi Covid-19 seperti sekarang ini, sedangkan menghabiskannya bisa dalam sekejap mata.

Lalu, mengapa orang sekarang makin banyak yang menggunakan marketplace untuk berbelanja produk kebutuhan hidupnya? Kamu bisa lihat dari jumlah pengunjung marketplace di Indonesia pada kuartal IV tahun 2019. Shopee bisa mendapatkan kunjungan orang Indonesia sebanyak 72.973.330 per bulan. Disusul dengan Tokopedia yang meraih kunjungan bulanan sebanyak 67.900.000 orang. Begitu pula yang lainnya masih dalam angka jutaan.

Dari jumlah yang wah itu, apa saja kelebihan dan kekurangan marketplace?

Kelebihan Marketplace

Kita bicara dari segi kelebihan dahulu. Sebab, kita berusaha untuk mendahulukan yang positif dan ini biasanya dekat dengan yang namanya kelebihan dibandingkan negatif yang lebih lekatnya ke arah kekurangan. Walaupun dalam konteks sekarang ini, positif belum tentu bagus, apalagi positif Covid-19. Naudzubillah, jangan sampai deh!

Prinsip 3 M

mulai-bisnis-di-marketplace

Mungkin kamu masih ingat dengan prinsip hidup yang dipopulerkan oleh KH. Abdullah Gymnastiar atau dikenal dengan Aa Gym. Prinsip 3M terdiri dari tiga hal, yaitu: mulai dari yang kecil, mulai sekarang juga dan mulai dari diri sendiri. Begitulah. Sangat memotivasi kita bukan?

Prinsip ini bisa langsung diterapkan ketika kamu akan berjualan online di marketplace. Namun, sebelumnya, di antara marketplace yang ada, mana yang akan dijajal terlebih dahulu? Kunci sukses dalam bisnis online adalah mesti fokus. Termasuk dalam hal ini adalah marketplace yang akan dituju.

Baca Juga: Hindari Sifat SABA dalam Bisnis Online

Misalnya, memilih Tokopedia karena suka dengan dominan warna hijaunya, silakan. Tertarik ke Bukalapak karena suka warna merah, dengan harapan berani dan punya semangat menyala-nyala, boleh juga. Mau mulai di Shopee karena dianggap lebih banyak konsumen perempuannya di sana, langsung angkut saja.

Ketika di satu marketplace sudah ada kans sukses, maka bisa dibuka di tempat lain. Namun, jika kamu punya beberapa orang sebagai bagian dari tim, maka lebih dari marketplace, itu perlu dicoba. Toh, orang sukses adalah orang yang berani untuk mencoba. Ya ‘kan?

Tapi tunggu, bagaimana sih cara memulai bisnis di marketplace? Secara umum sih, tidak jauh beda antarmarketplace. Kamu bisa menggunakan akun Facebook, Google, maupun nomor HP. Begitu pula dengan banyak media lain di luar marketplace, rata-rata sih tiga hal itu yang dipakai sebagai pintu masuk. Apalagi kalau bukan pintu masuk menuju kesuksesan? Wisss, keren!

Modal Rendah

modal-rendah

Mungkin banyak di antara kita yang bertanya-tanya, ada tidak sih bisnis yang bisa dimulai tanpa modal? Sebenarnya sih tidak ada yang benar-benar murni tanpa modal. Bahkan, kalau ada yang berkata bahwa cuma modal dengkul, bukankah dengkul itu sesuatu yang melekat pada diri kita. Modal juga ‘kan?

Modal bisnis jika offline memang relatif besar. Waktu saya masih tinggal di Jogja, sekitar tahun 2003, bapak dan ibu saya membuka sebuah kios kecil di bagian depan rumah. Posisinya cukup strategis karena rumah saya berada di pinggir jalan yang cukup ramai.

Kios yang isinya barang-barang kebutuhan sehari-hari, meskipun waktu itu belum lengkap sekali, sudah menghabiskan dana 12 juta rupiah. Ditambah dengan renovasi ruangan hingga menjadi kios atau warung seperti itu, pastilah lebih banyak lagi. Pada tahun itu, uang 12 juta sudah sangat besar bila dibandingkan dengan di masa sekarang.

Nah, modal tersebut yang sering dipikirkan orang ketika akan memulai berbisnis. Belum jalan saja, sudah tanya modalnya berapa? Bahkan, yang lebih lucu lagi, terlalu memikirkan modal, malah tidak jalan-jalan. Aduh, bisa tepuk jidat kalau begini!

Baca Juga: Bayar Sekarang Atau Nanti?

Adanya marketplace, menawarkan hal tersebut, berbisnis dengan modal minimal, tetapi bukan tanpa modal sama sekali lho! Modal yang pertama adalah alasan kita mau berbisnis. Seringkali terlalu muluk-muluk bicara teknis bisnis, tetapi alasan atau motivasi awal berbisnis saja belum diketahui.

Alasan bisnis bisa karena ingin menghajikan orang tua, lebih mandiri dalam mencari rezeki, agar lebih dekat dengan keluarga dengan bekerja di rumah saja, mendapatkan penghasilan yang lebih banyak daripada gaji karyawan dan lain sebagainya. Temukan alasan kamu terlebih dahulu, rasakan ketika nanti mendapatkan dan rasakan pula bagaimana bila gagal? Rasakan sampai tubuh kamu bergetar cukup hebat.

Setelah menetapkan impian dan tujuan berbisnis, modal berikutnya adalah internet yang dibenamkan ke dalam laptop atau gawai alias gadget. Laptop bisa pinjam ke orang lain, tetapi kalau HP lebih bagus memang milik sendiri.

Itulah modal minimalnya. Untuk foto produk dan kalimat promosi (copywriting) bisa dipikirkan lebih lanjut, terlebih jika kamu memulainya sebagai seorang dropshipper. Hal yang sangat jelas bahwa berjualan di marketplace itu gratis, meski dengan fasilitas yang terbatas.

Aneka Sistem Sudah Berjalan dengan Powerfull

sistem-marketplace

Perusahaan marketplace pastilah memikirkan keamanan dan kenyamanan bagi para penggunanya. Meskipun yang lalu ada kasus pembobolan data, tetapi secara umum marketplace masih dipercaya oleh konsumen dalam mendapatkan produk pilihannya.

Mulai dari sistem pendaftaran menjadi penjual, sistem dalam menetapkan ongkos kirim dengan banyak jasa atau layanan ekspedisi, sistem pembayaran sampai dengan sistem pengiriman berjalan dengan cukup baik di marketplace. Kamu sebagai konsumen tinggal pilih yang mana disuka, klak-klik saja sesuai petunjuk yang ada, bayar dengan transfer dan selanjutnya nikmati proses menunggu sampai barang benar-benar datang.

Kumpulan Pembeli Sudah Ada Lho!

kumpulan-pembeli

Sudah punya keinginan hebat untuk menjadi pebisnis online yang super sukses, produk sudah terpampang di internet, harga sudah dicantumkan dengan jelas, plus harga coret lagi, disertai dengan copywriting yang seakan-akan ketika membacanya berhenti nafas sejenak karena luar biasa menggodanya, tetapi tanpa pembeli, apalah artinya, benar ‘kan?

Konsumen atau orang yang memiliki uang untuk menyerahkannya kepada kita, lalu kita memberikan barang sesuai yang dimintanya, bisa mudah diperoleh, bisa juga susah. Marketplace menawarkan kemudahan dalam mendatangkan pembeli karena memang sudah jutaan orang mengakses situs tersebut setiap bulan. Peluang untuk mendapatkan konsumen sangat terbuka lebar.

Apabila kamu sebagai penjual di marketplace yang menembak jenis barang tertentu, misalnya laptop, maka calon pembeli tinggal mengetikkan barang yang dicarinya di tempat yang sudah disediakan. Woila, keluarlah aneka macam penjual dan mudah-mudahan kamu termasuk di dalamnya!

Untuk Apa Pusing Marketing?

tanpa-pusing-marketing

Ini juga yang menjadi kendala bagi sebagian pebisnis online, yaitu: mempromosikan produknya. Apalagi jika kamu masih sendirian berbisnis atau berdua saja dengan istri maupun suami, lebih bingung lagi agar produk bisa terjual. Minimal dikenali oleh calon konsumen. Alhamdulillah, jika produk tersebut laku sampai menjadi laris manis tanjung kimpul.

Ketika sudah memantapkan diri masuk menjadi bagian dari keluarga besar marketplace, katakanlah begitu, maka tidak usah terlalu khawatir tentang promosi maupun marketing. Sebab, pihak marketplace yang melakukannya dengan gencar.

Baca Juga: Temukan 5 Manfaat Ketika Berhasil Menemukan Kepribadian Anda

Contohnya ada orang yang masuk di Bukalapak. Dia mencari dompet yang terbuat dari kulit. Belum sampai membayar, hanya melihat-lihat, lalu ke luar dari marketplace tersebut, besoknya dia menemukan iklan Bukalapak di Facebook, persis menawarkan dompet!

Ya, itulah yang saya alami juga, ketika akan membeli suatu produk, tetapi belum lama ke luar, di Facebook sudah menemukan penawaran barang yang sama. Ibaratnya, kamu mau lari ke mana, hah? Saya akan kejar kamu, by marketplace.

Promosi yang dijalankan marketplace selain promosi di Facebook maupun Google, juga dengan aneka program yang sangat menarik. Contoh yang masih saya ingat sampai sekarang promo yang berkaitan dengan tanggal, seperti: 10.10, 11.11 maupun 12.12. Kalau promo 10.10 berarti tanggal 10 bulan Oktober, 11.11 pada tanggal 11 November dan 12.12 pada 12 Desember.

Aneka diskon spesial dengan persentase yang besar ada di promo-promo tersebut. Meskipun barang yang disediakan dengan diskon luar biasa tersebut sangatlah sedikit, tetapi tetap menarik minat calon pembeli. Apalagi yang memang hobi sekali mencari barang-barang dengan harga miring.

Selain itu, di pihak marketplace sudah ada ahli SEO atau Search Engine Optimization. Kemungkinan besar, website marketplace akan selalu nangkring dan nongkrong di halaman pertama Google.

Tidak hanya itu, menurut Defriansyah, seorang praktisi SEO terkemuka di Indonesia ini, pada blog marketplace selalu diisi oleh banyak konten dari banyak penulis setiap hari. Tentu saja hal tersebut menjadikan blog marketplace tersebut selalu up to date dan selalu baru serta segar setiap hari.

Para pembaca pun jadi betah karena selalu menemukan ide-ide baru yang bemanfaat untuk pengetahuan mereka. Kalau sudah digiring untuk suka dengan blog marketplace, bukan tidak mungkin, bahkan kemungkinan besar, mereka akan berbelanja di situ. Dalam pikiran mereka, marketplace tersebut sudah membuat rasa cinta yang luar biasa.

Marketplace bisa menerapkan strategi promosi lain semacam gratis ongkir, kuis berhadiah diskon, undian dan lain sebagainya. Lengkap pokoknya.

Kekurangan Marketplace

Meskipun marketplace menawarkan berbagai kelebihan dan kemudahan sebagaimana yang saya tulis di atas, tetaplah ada sisi kekurangannya. Apa saja?

Perang Leher Botol

perang-leher-botol

Lho, siapa saja penjual botol di marketplace ini?

Wah, bukan begitu maksudnya, tetapi leher botol itu berkaitan dengan begitu banyaknya penjual di marketplace hingga menimbulkan persaingan tajam, setajam silet. Bahkan lebih tajam daripada tayangan infotainment di televisi swasta dengan judul benda tipis, tetapi bisa melukai tersebut.

Aneka banyak penjual di dalam botol, toh yang ke luar sebagai penjual yang dipilih pembeli memang tidaklah banyak. Apalagi jika pembeli membutuhkan satu barang saja, dia menjelajahi lapak para penjual, lalu menjatuhkan pilihan pada seseorang, maksudnya penjual dalam hal ini.

Sebenarnya tidak hanya di marketplace sih yang notabene ada di dunia online, di pasar tradisional saja juga seperti itu. Bagi orang baru, tentu dia tidak mengenal nama para pedagangnya. Asal terlihat ramah dan sopan di penjual, atau sayur-mayurnya terlihat segar, maka di situlah dia menjatuhkan pilihan. Namun, secara umum, setiap penjual mempunyai peluang yang sama dalam mendapatkan pembeli di pasar tersebut.

Ujungnya Jadi Banting-bantingan Harga

banting-bantingan-harga

Ketatnya persaingan antarpenjual, biasanya menjadikan harga sebagai senjata utama. Apalagi dalam persepsi calon konsumen, sering menghendaki harga yang paling murah. Entah karena kondisi keuangannya yang menipis atau mentalnya yang suka cari lebih murah. Padahal, harga barang murah itu tidak menjamin mutu dan kualitas. Seringnya orang terjebak harga murah, tetapi setelah terima barangnya, malah marah. Wah!

Baca Juga: 6 Tips Agar Bisnis Makin Kreatif

Apakah bisa meningkatkan penjualan di marketplace tanpa harus banting-bantingan harga? Oh, bisa saja, dengan cara beriklan di marketplace tersebut. Lho, bukankah untuk iklan itu butuh biaya? Ya, jelas, tetapi di situlah kesempatan untuk mengungguli penjual lain dan peluang lebih besar untuk dilihat calon pembeli.

Kira-kira, cara tersebut bisa berhasil? Tunggu dulu! Tidak ada jaminan bahwa pesaing tidak melakukan hal yang sama. Bahkan, tidak cuma satu kompetitor, tetapi bisa banyak yang ikut-ikutan beriklan.

Nah, dari situlah kembali persaingan tajam terjadi. Dari yang awalnya masih mode gratisan untuk jualan, sekarang berbayar, hasilnya bisa sama saja. Mundur kena, maju kena. Mirip dengan film Warkop DKI jaman dahulu.

Data Menjadi Milik Marketplace

data-menjadi-milik-marketplace

Berbisnis berbasiskan data. Ini yang perlu kita pahami jika akan menjadi pengusaha yang sukses. Adanya data membuat kita bisa mengambil keputusan langkah selanjutnya. Begitu pula data yang ada menjadi evaluasi dari kerja yang kita lakukan sebelumnya.

Namun, di marketplace, semua data pembeli menjadi milik mereka. Data seperti nama lengkap, alamat lengkap, sampai dengan email dan nomor WA dikuasai oleh marketplace.

Memang sih, pembeli yang sudah pernah bertransaksi dengan kita, jelas kita masih pegang datanya. Akan tetapi, bagaimana dengan yang belum? Orang yang sempat masuk ke lapak kita, belum beli, bukankah itu bisa menjadi data kita juga? Seberapa banyak orang tertarik dengan lapak atau toko online kita di marketplace?

Data penting yang bisa ditangkap dengan pixel Facebook juga menjadi milik marketplace. Jadi, jelas ada kekurangan dalam hal ini. Padahal, dalam kaidah klasik, pembeli lama lebih mudah dijuali kembali daripada pembeli baru. Orang yang sempat tertarik, tetapi belum mengeluarkan uangnya dari dompet untuk kita, masih membutuhkan follow up. Namun, bagaimana caranya sementara data dikuasai total oleh pihak marketplace?

Oleh karena itu, ada yang mengatakan bahwa marketplace membuat berbagai macam program dan iklan jor-joran seakan-akan itu membuang uang operasional mereka. Padahal, yang mereka butuhkan pertama kali adalah data calon konsumen. Terserah nanti di dalam marketplace mau beli apa, yang jelas mereka menginginkan data tersebut. Sementara penjual di dalam marketplace itu sendiri masih terus berdoa agar ada yang mampir, sampai beli juga.

Daya “Narsis”

Sejauh yang saya amati di dunia media sosial, kata “narsis” ini makin terasa hilang dan jarang diungkapkan warganet lagi. Padahal di situlah salah satu kunci sukses sebuah bisnis. Apalah arti sebuah bisnis kalau tidak memiliki nama, betul ‘kan? Masa kamu mau menamai bisnis online kamu dengan Toko A, atau Toko Tanpa Nama atau malah Toko Baru Buka. Kesannya gimana gitu.

Membrandingkan bisnis sangatlah perlu agar bisnis kita bisa dikenal oleh banyak orang, baik secara offline maupun online. Branding seperti Samsung, Oppo, maupun marketplace tadi semacam Tokopedia, Bukalapak dan Shopee adalah branding dari perusahaan terkemuka. Kamu pastinya ingin juga punya bisnis yang terkenal seperti itu, bukan?

Baca Juga: Narsis dan Eksistensi Kita

Ketika kamu bergabung dengan sebuah marketplace, maka kamu akan menjadi salah satu penjual di antara begitu banyak penjual. Rata-rata bisa mirip-mirip jualannya.

Namun, apakah pembeli, terutama yang baru, akan langsung mengenali kamu saat mereka sudah masuk di marketplace? Saya kok jadi yakin, bahwa pembeli akan lebih mengenali dan menghafal barang yang pernah dibelinya, tetapi tidak dengan toko penjualnya.

Saya sendiri pun begitu. Pernah beli buku, tetapi hanya satu yang diingat karena itu adalah toko buku ternama di Yogyakarta, kota kelahiran saya. Begitu juga dengan membeli produk pembersih mesin cuci, vacuum cleaner sampai dengan alat pencukur rambut, lupa nama tokonya.

Cairnya Bisa Lama Sehingga Butuh Modal yang Lumayan Tinggi Juga

Salah satu teman saya berpikir mau jualan di marketplace. Waktu itu, kalau tidak salah, mau berbisnis hijab. Nah, dia bertanya kepada saya, kalau pembayarannya nanti bagaimana? Ambil uangnya dari marketplace itu sendiri bagaimana?

Saya jawab berdasarkan pengetahuan bahwa penjual marketplace akan menerima keuntungan setelah barang sudah benar-benar ada di tangan pembeli. Nah, untuk urusan ini, tergantung kepada pihak ekspedisi atau jasa pengiriman barang. Bisa saja, yang tadinya janjinya antara 2-3 hari menjadi molor karena masalah tertentu.

Munculnya wabah Covid-19 sempat membuat hambatan dalam pengiriman barang. Seperti yang dialami oleh teman Facebook saya, dia menantikan barangnya datang. Padahal secara normal, tidak sampai berminggu-minggu. Namun, ternyata yang dialaminya hampir sebulan, bahkan sepertinya lebih. Waduh, jika demikian adanya, maka si penjual mesti butuh modal yang tidak sedikit agar bisa menggerakkan roda usahanya!

Mengenal dan Membuat Website atau Toko Online Sendiri

Ada cukup banyak pengusaha pemula yang berbisnis tanpa lewat marketplace, tetapi langsung tancap gas dengan membuat website atau toko online sendiri. Sebelum membahas kelebihan dan kekurangan website sendiri seperti yang diulas di atas tentang marketplace, terlebih dahulu perlu diketahui tentang domain dan hosting.

Paket Hosting dengan Gratis Domain

paket-hosting-rumah-web

Secara umum dan jamak diketahui orang bahwa membuat website sendiri itu berbayar. Ada sih yang gratis, tetapi menurut saya masih kalah jauh, yaitu: dengan blogspot maupun weebly. Saya sendiri menggunakan WordPress.org sebagai CMS website saya. Berbayar tiap tahunnya, sekitar 600-700 ribuan.

Ambil contoh biaya membuat website di perusahaan layanan jasa web terkenal Indonesia, yaitu: Rumah Web. Hanya dengan biaya Rp 17.900,00 perbulan, bisa mendapatkan satu nama domain dotcom ditambah hosting satu giga. Bayangkan harga Rp 17.900,00 dibagi 30 hari menjadi Rp 596,00. Itu jauh lebih murah dibandingkan tarif tukang parkir di minimarket modern yang kemunculannya entah dari mana itu.

Oh, ya, apakah kamu tahu arti dari domain dan hosting itu? Sesuai dengan pengertian yang saya ambil dari Rumah Web, maka domain adalah nama unik yang menjadi identitas alamat (IP address) server komputer seperti web server atau email server di internet. Pastinya sebuah website akan lebih gampang dikenali dengan alamat domain tersebut.

Berarti, kalau alamat websitenya https://blogbagus.id, maka itu dinamakan domain ya, Mas? Eits, tunggu dulu, perlu dibedakan dulu antara domain dan link URL. Jika https://blogbagus.id, maka itu dinamakan dengan link URL, sedangkan domainnya adalah blogbagus.id.

Nah, kalau hosting itu sendiri apa? Dari penjelasan di Rumah Web, hosting merupakan sebuah tempat penyimpanan data-data situs. Hal yang disimpan dapat terdiri dari situs perusahaan, pribadi, dan lain sebagainya. Data-data tersebut harus kita unggah di internet agar bisa diketahui dan diakses banyak orang.

Antara domain dan hosting tersebut ibaratnya seperti ini, domain adalah alamat rumah kita, sedangkan hosting adalah isi dari rumah itu sendiri. Contohnya, ada teman kamu tanya, “Eh, rumah kamu di mana sih?” Maka kamu jawab, “Oh, ada di Jalan Merdeka, dekat penjual soto ayam.”

Begitu teman kamu tadi berkunjung ke rumahmu dan masuk di dalamnya, dia merasa nyaman karena rumah kamu luas, berlantai tiga, fasilitasnya cukup lengkap dan lain sebagainya. Hosting yang diibaratkan rumah besar ada juga, disebut dengan unlimited. Namun, kalau untuk website yang isinya tidak terlalu banyak, bisa dengan satu giga saja seperti yang sudah saya sebutkan tadi.

Oke, sekelumit pengantar tentang website, sekarang mari kita simak kelebihan dan kekurangan membuat website sendiri untuk bisnis online.

Kelebihan Website Sendiri

Kita mulai lagi dari yang positif, kelebihan dari membuat atau memiliki website sendiri. Apa saja kelebihannya?

Kontrol Penuh di Tangan Kamu

kontrol-penuh-di-tangan

Memang lebih nyaman sih punya toko milik sendiri, tidak menyewa atau tergantung kepada orang lain. Mau menempatkan barang-barang terserah kita. Misalnya punya kios di pinggir jalan. Mau menempatkan makanan anak-anak di atas, kerupuk dan roti di bawah, tisu di belakang dan lain sebagainya, itu terserah kita sendiri. Orang lain tidak bisa dong tiba-tiba datang lalu bilang, “Bu, itu tisu jangan taruh di situ, jelek banget kelihatannya!” Wah, bisa ditanggapi dengan, “Helow, siapa elu ya?!”

Baca Juga: Sebuah Ide Bisnis Unik Untuk Orang yang Takut Resign Kerja

Membangun website sendiri, yang pertama kamu bisa memilih layanan jasa website di Indonesia. Bila kamu ingin mencari hosting murah, disertai dengan domain yang murah pula, maka Rumah Web layak untuk kamu kunjungi dan bikin website kamu di sana.

Setelah website jadi, kamu bebas menempatkan barang-barang jualan apapun yang kamu mau. Tidak hanya itu, bebas mengatur ukuran gambar, jenis tulisan atau font, template yang dipakai, warna website dan lain sebagainya. Tidak akan ada yang mengintervensi kamu. Pokoknya bebas dan nyaman!

Peluang Keuntungan Lebih Tinggi

peluang-keuntungan-lebih-tinggi

Ini juga termasuk kelebihan dari membuat website sendiri. Tadi ‘kan disebutkan bahwa kalau di marketplace bisa terjadi perang harga atau banting-bantingan harga. Mungkin ada penjual yang mensiasatinya dengan membayar lebih untuk iklan di marketplace tersebut. Eh, ternyata, kompetitornya juga melakukan hal yang sama. Lalu, sampai kapan itu selesainya?

Bila membangun website sendiri, maka akan terhindar dari model bisnis yang jelek tersebut. Kamu bebas menentukan harga terhadap produk atau jasa yang kamu pampang di websitemu sendiri. Lho, Mas, nanti kalau terlihat mahal bagaimana?

Memang, jika calon konsumen mau membandingkan bisa saja. Contohnya kamu jual mouse komputer 50 ribu dengan merek A. Lalu, ada orang yang mengatakan bahwa harga kamu terlalu mahal. Dia lihat di marketplace, ada yang 35 ribu atau 30 ribu. Protesnya ke kamu.

Menghadapi orang seperti ini, pertama memang harus sabar. Namanya marketplace pastilah para penjual mencoba menarik konsumen sebanyak mungkin. Caranya yang paling gampang adalah menurunkan harga dan mengambil keuntungan sedikit mungkin, yang penting barang terjual dulu, lah.

Baca Juga: 5 Strategi Aman Secara Finansial

Namun, kamu bisa lebih unggul dalam hal ini, karena orang tersebut perlu ke luar dari website kamu dan masuk ke marketplace. Bayangkan jika kamu sendiri di dalam marketplace. Pada bagian bawah, si pengelola marketplace sudah merekomendasikan produk lain dan penjual yang lain pula. Jadi, sangat banyak pilihan bagi konsumen untuk memilih produk tersebut.

Kalau di website kamu, ya, sepenuhnya itu produk jualanmu. Tidak ada penjual lain yang tanpa permisi, ikut berjualan di situ. Kecuali di website kamu dipasang Google Adsense, maka bisa jadi dari Google sendiri memunculkan iklan yang mirip. Seperti teman di FB saya yang jual jasa tulis artikel, ternyata dari Google Adsense muncul pula iklan jasa tulis artikel dari usaha lain.

Dalam website kamu, bisa ditentukan margin keuntungan tiap produk dengan bebas. Terus, kamu punya kemampuan dan kesempatan luas untuk mengatur produk mana saja yang perlu untuk dinaikkan penjualannya.

Contoh, kamu jual produk atau barang kebutuhan rumah tangga. Kamu dapat data bahwa panci sedang banyak dicari orang karena efek corona, banyak ibu tertarik untuk memasak di rumah. Nah, kamu bisa menggenjot panci itu dengan memasang gambarnya besar-besar di bagian depan website atau saat ada pengunjung masuk.

Hal tersebut bisa kamu lakukan tanpa harus membayar biaya lebih, beda halnya dengan di marketplace. Ibaratnya di pasar tradisional, kios kamu yang menjorok terlalu ke dalam, mungkin akan mendapatkan sedikit pembeli dibandingkan yang berada di pinggir jalan atau dekat parkiran sepeda motor. Kamu mungkin perlu menyewa kios lebih mahal agar lokasinya bisa strategis dibandingkan sebelumnya.

Tinggal pengaturan singkat saja, maka kamu bisa mengatur atau mengotak-atik penempatan produk. Pokoknya asyik, lah, dengan memiliki website sendiri.

Retargeting Jadi Lebih Mudah

retargeting

Marketplace eksis dengan berjuta-juta data calon konsumen maupun konsumen, termasuk pelanggannya. Sementara si penjual di situ hanya disuguhi data konsumen yang pernah membeli saja. Itupun akan terasa janggal, jika ada penjual di marketplace tiba-tiba bertanya alamat email ke pembelinya. Lho, buat apa? Kan jadi curiga toh?

Alur orang membeli itu memang beberapa tahap. Ada tiga jenis konsumen atau bahasa Inggrisnya customer. Pertama adalah cold market alias konsumen yang masih dingin. Kategori ini adalah orang yang mulai mengenal bisnis kita. Namun, dia hanya sebatas mengetahui nama usaha kita dan produk yang kita jual. Masih jauh dari peluang untuk membeli.

Kedua adalah warm market. Mulai hangat konsumen tersebut. Dia lebih dari sekadar tertarik dengan tanya-tanya ke kita. Mungkin harga barangnya, produknya dikirim dari mana, spesifikasi dan lain sebagainya.

Baca Juga: Posisi Siap Sebenarnya Untuk Siapa?

Dan, yang ketiga adalah hot market, artinya konsumen yang sudah panas. Wah, kalau yang ini, dia bisa dipastikan membeli produk kita! Mungkin bisa juga nantinya dia jadi pelanggan kita.

Adanya pixel Facebook bisa membuat kita melakukan retargeting. Namun, syaratnya kita harus mempunyai website sendiri. Dari yang awalnya cold market, bisa jadi warm market atau sampai hot market dengan retargeting. Bayang-bayangilah dia dengan produk atau jasa kita. Apalagi jika orang tersebut aktif sebagai pengguna Facebook, maka peluang untuk membeli bisa lebih besar.

Kita bisa iklan pertama dengan gambar. Masih kurang tertarik, dengan video. Kurang lagi, dengan testimoni orang sebagai social proof. Jika kamu terus mainkan retargeting itu, maka siap-siaplah dia untuk berbelanja di tempat kamu lewat website pribadimu.

Branding Menjadi Lebih Melengking

branding

Selain pengambilan subjudul di atas dengan akhiran “ing”, maknanya memang memperlihatkan bahwa branding atau merek usaha kamu jadi lebih masuk di benak konsumen jika punya website sendiri.

Coba bayangkan, waktu orang datang ke marketplace, maka yang diingat adalah nama marketplace itu sendiri. Nama bisnis atau toko online kamu di situ mungkin hanyalah seperti debu di padang pasir. Mungkin perumpamaan ini terlalu berlebihan, tetapi pada satu sisi ada benarnya juga.

Ada sebuah data, ternyata 73 % konsumen lebih tertarik untuk bertransaksi lewat brand tertentu. Kamu memang perlu mengenalkan bisnis kamu lewat sebuah brand agar mampu menarik konsumen dan pelanggan lebih besar lagi.

Apalagi yang kaitannya dengan brand? Oh, itu terkait pula visi dan misi. Lho, apa ada kaitannya dengan pemilihan maupun Pemilu? Wah, ini tidak ada sangkut-pautnya sama sekali, karena kita murni bicara bisnis.

Baca Juga: 7 Tips Sukses Memulai Bisnis Online

Banyak pengusaha pemula gagal menjalankan bisnis dalam jangka panjang karena visi dan misinya tidak dimengerti. Visi adalah tujuan yang ingin diraih, sementara misi adalah cara menjalankan. Ketika pengusaha ditanya, visi dan misi bisnisnya mau ke mana dan bagaimana? Dia mungkin bingung dengan mengatakan, “Yah, pokoknya jualan aja. Untung, Alhamdulillah, gak untung, ya, coba lagi.”

Kita bisa belajar dari para pengusaha besar di dunia ini. Hampir semuanya sudah menetapkan visi dan misi perusahaannya. Dari situ, turun menjadi branding perusahaan. Apa sih ciri khas dari perusahaannya?

Menetapkan warna perusahaan, logo, slogan, dan lain sebagainya itu akan lebih cocok serta pas apabila diterapkan dalam sebuah website sendiri. Kita akan sangat susah membangun branding ketika menumpang di perusahaan orang. Sebab, dari satu kriteria, yaitu: warna saja, kita harus mengikuti mereka.

Membangun branding dengan website sendiri adalah untuk tujuan jangka panjang. Mungkin dalam satu atau dua tahun orang belum terlalu mengenal, tetapi percayalah, selama kamu terus fokus dan bertahan dengan bisnismu, maka ke depan perusahaanmu akan menjadi besar, lalu dikenal semua orang. Bukan hil yang mustahal, maksudnya, hal yang mustahil. Berpikir positif itu sangat diperlukan dalam bisnis apapun.

Jangan Sampai Pas Lagi Sayang-sayangnya Ditinggal Pergi!

marketplace-tutup

Wah, semoga ini tidak terjadi pada diri kita sebagai pengusaha online! Subjudul di atas bisa saja menimpa orang-orang yang berjualan di marketplace. Melihat potensi marketplace yang sangat luar biasa, bahkan menjadi Decacorn dan omzet sudah main triliyunan gila-gilaan, apakah akan selamanya seperti itu? Oh, ini sesuai kaidah bisnis, belum tentu akan selamanya.

Gejolak bisnis terjadi setiap hari. Ada kalanya mendapatkan banyak, ada saatnya sedikit. Ada waktunya buka, ada juga mesti menutup usaha. Meskipun marketplace adalah perusahaan raksasa, tetapi potensi bangkrutnya juga ada.

Mungkin karena salah pengelolaan, persaingan sesama marketplace yang makin tajam dan kejam, muncul perubahan pola masyarakat dan faktor lainnya, dapat membuat marketplace gulung tikar.

Baca Juga: Cara Buat CV Jaman Now [5 Website Ini Membantu Agar CV Kamu Jadi Makin Menarik, Ciamik, Asyik dan Langsung Dilirik]

Lalu, bagaimana dengan nasib para penjual di dalamnya? Mau tak mau, suka tak suka, harus ikut tutup juga. Ibaratnya mal. Ketika mal tutup, maka para pengusaha di dalamnya mau mengikuti kemauan mal. Tidak mungkin ‘kan, dia jualan sendiri, sementara yang lain tutup. Yang mau beli siapa? Jin?

Hal tersebut akan menjadi berbeda jika punya website sendiri. Sebab si pemilik website tidak terlalu tergantung kepada pihak ketiga. Apalagi bila platform yang digunakannya adalah WordPress.org, maka akan lebih bagus lagi. Sebab WordPress paling banyak digunakan orang untuk membuat website yang cantik dan ciamik.

Sungguh disayangkan bukan, ketika omzet sedang tinggi-tingginya, ketika uang di kantong makin banyak karena transferan para konsumen, waktu perputaran modal dan barang cepat sekali, setelah itu marketplace tutup. Hem, sangat menyayat hati, bahkan bisa menangis berhari-hari, apabila si pengusaha tidak siap dengan alternatif selanjutnya.

Menjelajahi Dunia

menjelajahi-dunia

Mungkin kamu pernah mengenal penjual panci terkenal dari Indonesia? Beliau terkenal karena biaya iklannya di Facebook bisa mencapai satu milyar rupiah setiap hari! Wah, dalam batin saya, memang ini sangat luar biasa! Biaya iklan sebanyak itu, berapa omzetnya setiap hari juga?

Beliau bernama Yoyok Rubiantono yang mendirikan Yoshugi Media Group. Mengapa yang dijual adalah panci? Sederhana jawabannya, karena setiap dapur di Amerika Serikat dan negara-negara lain membutuhkan panci serta aneka peralatan dapur lainnya.

Kesuksesannya sekarang dibuktikan dengan puluhan karyawannya tidak hanya di Indonesia, lho! Ditambah dengan di Amerika Serikat, Singapura, China, Hongkong, Dubai, sampai Barcelona.

Melihat perkembangan bisnis Yoyok yang menggurita dan mulai “mencengkeram” dunia tersebut, maka bisa dipastikan beliau tidak berbisnis melalui marketplace. Bahkan, beliau membangun marketplace sendiri. Jadi, tidak sekadar website pribadi, tetapi jauh lebih besar daripada itu.

Yoyok telah memberdayakan masyarakat sekitar dan produk lokal dengan brand Zetira.id. Fokusnya pada penjualan di Indonesia. Selain itu, ada pula Zetira.com. Yang ini untuk pasar luar negeri, meskipun dengan produk lokal.

Tujuan Yoyok sangat mulia melalui Yoshugi Media Group. Tujuannya lebih meningkatkan daya saing bagi para pelaku industri kreatif di Indonesia. Kamu bisa lihat selengkapnya tentang Yoyok di sini.

Jelas bukan bahwa Yoyok tidak main di marketplace Indonesia? Anggapan yang ada, jika masih berkutat di marketplace dan tidak mulai membangun website sendiri, maka kesempatan untuk mendunia masih terhalang. Sebab, kamu akan dihadapkan pada strategi dan konsep bisnis dari marketplace yang mungkin berbeda sama sekali.

Kekurangan Membuat Website Sendiri

Kita memang perlu melihat dari dua sisi. Tadi diulas tentang kelebihan dan kekurangan dari marketplace. Tidak adil dong jika hanya menampilkan kelebihan dari membuat website sendiri. Baiklah, ini dia kekurangan jika kita membuat website sendiri untuk jualan online.

Butuh Biaya Untuk Membuat Website

biaya-membuat-website

Sebenarnya membuat website itu bisa gratis, tetapi biasanya ada embel-embelnya di belakang. Kamu bisa menggunakan platform blogspot atau blogger.

Akan tetapi, jangan kaget jika di belakang website kamu itu, nama blogspot ikut ke manapun pergi. Contoh, kamu membuat nama toko Suka Laris. Maka ketika websitenya jadi, domainnya menjadi sukalaris.blogspot.com.

Kalau bagi saya, nama seperti itu terkesan masih kurang profesional. Karena nama usaha kamu dibayang-bayangi oleh blogspot. Cobalah kamu untuk mencari domain murah di Rumah Web. Kamu bisa mendapatkan domain dotcom cuma seharga Rp 125.000,00 per tahun. Ingat, pertahun lho, bukan perbulan.

Baca Juga: Perlu Cara Cerdas Pakai Media Sosial, Karena Sejatinya Kita Memang Cerdas

Sangat murah dan terjangkau sekali. Apalagi jika kamu sudah jalan dengan bisnis onlinemu, maka sebagian keuntungan disisihkan untuk membuat website sendiri.

Agar website kamu bisa lebih powerfull, silakan beli dengan hostingnya juga. Kalau sudah punya hosting sendiri, maka kamu akan lebih bebas. Kelemahan dari ikut pada blogspot adalah itu masih miliknya orang. Kerugiannya, jika website kamu dianggap melanggar oleh Google, maka bisa dihapus tiba-tiba. Mengerikan bukan?

Butuh Kemampuan Belajar yang Kontinyu

belajar-website

Pemula yang merintis bisnis onlinenya dan langsung membuat website sendiri, memang membutuhkan pembelajaran yang tidak sehari, dua hari. Bisa berbulan-bulan atau tahunan. Namun, ibaratnya belajar naik mobil, makin sering mengendarai mobil, maka kemampuan itu akan makin tokcer.

Untuk langkah awal, kamu perlu memastikan bahwa fitur website atau toko online milik kamu itu berjalan dengan baik. Apa saja fiturnya? Mulai dari keranjang belanja, tombol call to actions, logo, halaman promo, informasi produk baru, wishlists, pencarian (search), related items, frequently asked questions (FAQ), ongkos kirim dan lain sebagainya.

Wah, kok banyak sekali, Mas? Tenang saja, kamu bisa memulai petualangan dalam menbuat atau mengelola website lewat Rumah Web karena sudah diterangkan tentang aneka panduannya. Kamu juga bisa langsung tanya ke customer service (CS) karena selalu terbuka selama 24 jam, 7 hari sepekan.

Baca Juga: 5 Cara Belajar Bisnis Online Secara Cepat dan Singkat

Masih ada satu lagi yang perlu dipelajari setelah membuat website adalah menerapkan strategi SEO (Search Engine Optimization). Kita pasti tahu bahwa sudah sering kita mencari sesuatu di Google. Perusahaan tersebut memang menjadi mesin pencari terbesar di dunia.

Bahkan saking besarnya, kalau kita butuh sesuatu, solusinya adalah: Googling saja! Maksudnya cari saja di Google. Kebiasaan mencari ini menjadikan istilah baru, googling.

Website atau toko online kamu bisa muncul di Google itu gratis, lho! Hanya dengan mengetik kata kunci tertentu, mungkin saja nama usaha kamu yang ke luar di halaman pertama. Lebih bagus lagi di peringkat pertama. Dengan demikian traffik pengunjung ke website kamu selalu ada asalkan tetap nangkring di urutan pertama atau maksimal halaman pertama Google.

Apakah Perlu Menyatukan Keduanya?

Mungkin setelah membaca dan membandingkan antara marketplace dan website sendiri, jangan sampai seperti Ridwan yang malah bingung sendiri. Keduanya bagus sih, tetapi kok ada kelemahannya semua? Yang mana harus dipilih dulu? Ke mana harus melangkah?

Kalau bagi saya pribadi, langkah awal adalah membuat website sendiri. Jangan dulu berpikir untuk berjualan di marketplace. Mengapa demikian?

Memang saya mengacu kepada kelebihan-kelebihan yang ditawarkan oleh website pribadi. Biasanya, orang enggan untuk langsung membuat website sendiri karena kendala biaya dan aspek teknis. Merasa tidak punya uang dan gaptek.

Modal untuk membuat website sangatlah kecil. Apalagi jika kamu melihat-lihat hosting murah di Rumah Web, maka kamu bisa tercengang. Katakanlah, ambil yang kapasitas 1 GB untuk tahap awal. Maka kamu cukup investasikan sekitar Rp 40.000,00 per bulan. Jangan dulu berpikir tahunan yang mencapai kira-kira Rp 480.000,00.

memilih-marketplace-atau-website-sendiri-hosting-murah-di-rumah-web
Penawaran Hosting Murah Buat Kamu di Rumah Web

Ambil domain gratis dari bonus hosting itu, maka WOILA, kamu sudah punya toko online sendiri. Kamu bisa langsung membranding nama usaha atau nama bisnis kamu. Selanjutnya?

Silakan pakai CMS WordPress.org. Lalu mengunduh Woo Commerce, plugin di WordPress untuk membuat toko online. Cukup banyak panduan tentang Woo Commerce ini. Tinggal kamu ikuti saja langkah-langkahnya.

Kalau sudah mahir menggunakan Woo Commerce sebagai senjata penjualan kamu di dalam website sendiri, maka silakan mulai promosi.

Saya sendiri merasa bahwa mulai dari keluarga dekat, teman, tetangga, rekan atau bahkan mantan tahu bahwa sebagai pemula sudah punya website sendiri, kesan di pikiran mereka akan berbeda.

“Wah, kamu bisnis online ya?” Tanya ibu.

“Ya, Bu, Alhamdulillah. Mulai kecil-kecilan dulu.”

“Di mana kamu bukanya?”

“Saya bikin website sendiri, Bu. Toko online sendiri!”

“Waow, hebat banget kamu! Pemula sudah punya website sendiri.”

Kira-kira seperti itulah percakapan antara kita dengan orang lain ketika sudah punya toko online pribadi. Lalu, bagaimana dengan yang mulainya di marketplace?

“Ciee, ciee, sudah jadi pebisnis online ini, yee…” Sindir kakak.

“Iya, Kak, lagi mulai ini.”

“Di mana kamu bukanya?”

“Di Bukalapak aja, Kak.”

“Ohh.. Kenapa gak di Tokopedia?”

Itu juga bisa menjadi contoh karena satu marketplace memang cocok dengan sebagian orang, sebagian lagi dengan marketplace lainnya. Mungkin karena lebih suka strategi pemasarannya, tampilan webnya, pengalaman unik belanja di situ, atau faktor lainnya.

Bisa saja, di antara kamu ada yang tidak setuju untuk membuat website sendiri, langsung meluncur bikin akun di marketplace. Itu juga bisa, karena tergantung kepada pilihan masing-masing orang. Namun, yakinlah, bahwa berjualan di marketplace saja tidaklah cukup dan tidak akan pernah cukup.

Waktu kamu beritahu orang lain bahwa kamu sudah punya bisnis online, lalu kamu bilang bahwa berjualan di Shopee, maka mereka mungkin akan melewati dulu di kolom pencarian. Yang mana ini tokonya ya? Jadi, tidak langsung muncul toko online milik kamu.

Akan tetapi, jika kamu punya website sendiri, maka dari domainnya saja sudah menunjukkan nama usaha kamu. Dari situ, orang bisa langsung teringat. Apalagi jika nama usaha kamu itu keren, unik, tiada duanya dan singkat sehingga mudah diingat.

Kesimpulan

Keuntungan dari website sendiri, apalagi yang menggunakan WordPress, maka bisa dikembangkan lebih jauh. Bagi kamu yang suka menulis, bisa membuat blog di situ, atau mempersilakan orang lain untuk ikut memposting tulisan juga. Itu jelas akan menaikkan trafik ke website kamu apabila artikel-artikel yang ada memang bermanfaat dan dicari orang.

Jika merasa gaptek, maka sudah waktunya untuk belajar tentang website. Sarana untuk belajar sekarang sudah sangat melimpah ruah. Tinggal kita sendiri mau apa tidak? Kalau mau, kapan mau belajarnya?

Tenang saja, setiap perusahaan penyedia layanan jasa internet, selalu ada panduan atau tutorialnya. Bisa lewat e-book, video, artikel maupun berkomunikasi langsung dengan customer service. Rumah Web sebagai penyedia jasa internet terkemuka di Indonesia sudah menyediakan banyak sarana belajarnya.

Gratis kok materi-materinya, karena sudah termasuk biaya kamu untuk memiliki website atau toko online sendiri. Bukankah pebisnis sejati itu pada dasarnya adalah pembelajar sejati?

Jadi, masih bingung memilih marketplace atau website alias toko online sendiri? Mana itu tadi Ridwan? Semoga dia tidak bingung dan tidak salah pula ambil keputusan untuk bisnis onlinenya. Begitu juga dengan kamu ya! Raihlah suksesmu dengan membuat website sendiri melalui Rumah Web!

Baca Juga: Mengatasi Kecanduan Gadget Pada Remaja di Tengah Pandemi Corona

Jika Dirasa Tulisan Ini Bermanfaat, Share Ya!

Silakan tinggalkan komentar

Email aktif kamu tidak akan ditampilkan. Tapi ini mesti diisi dengan benar.

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.