Mungkin kamu pernah tahu arti dari SUAMI? Ya, kalau tahu, ini kepanjangannya Semua Uang Adalah Milik Istri. Apakah harus selalu begitu?
Persepsi semua uang dari suami harus dikelola oleh istri memang banyak terjadi. Hal itu katanya sebagai bentuk memuliakan istri. Ah, yang benar?
Saya pernah mendengar bahwa Mario Teguh memberikan hak barangnya kepada istrinya. Maksudnya, semua barang yang dia beli atas nama istrinya. Hem, berarti kalau dari barang saja diberikan ke istri, apalagi uangnya. Ya ‘kan?
Persepsi di kalangan orang Bugis juga seperti itu. Saya dengar ada orang tua yang berpandangan ke anaknya yang sudah menikah bahwa istri harus pegang semua uang suami. Jika suami mau beli, maka meminta kepada istrinya.
Terbalik Memang
Bagi kamu yang saat ini masih suka membaca Al-Qur’an, Alhamdulillah, pastinya masih ingat ada surah di dalam kitab suci tersebut dengan nama Surah An-Nisa. Artinya memang Wanita. Tepatnya, ada di Surah An-Nisa ayat 34:
“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka”
Laki-laki memang dilebihkan Allah dibandingkan dengan perempuan. Makanya, laki-laki diberikan tugas untuk mencari nafkah, untuk mencari penghasilan bagi istri dan juga anak-anaknya. Pekerjaan bagi laki-laki jauh lebih luas daripada perempuan. Apalagi yang memang membutuhkan fisik yang lebih kuat, nah, sudah pasti itu untuk laki-laki.
Dari hasil bekerjanya, laki-laki yang sudah menjadi suami memberikan nafkah kepada istrinya. Ini hukumnya wajib ain. Kalau bukan dia, maka siapa lagi? Pemahaman ini yang salah diartikan oleh Jamaah Tabligh. Meski tidak semuanya, tetapi mereka lebih mendahulukan dakwah, lebih mendahulukan pergi jaulah ke tempat-tempat jauh dibandikan menunaikan kewajibannya mencari nafkah. Miris memang.
Akan menjadi sangat aneh, laki-laki yang sudah bekerja keras, dari pagi sampai malam, bahkan dari malam sampai pagi lagi, tetapi uang yang didapatkan diserahkan semuanya ke istri. Dia sendiri mungkin sedikit atau tidak pegang uang sama sekali. Kalau suami butuh, meminta kepada istrinya. Lho, terus haknya sebagai suami kok jadi terasa berkurang, ya? Dia jadi tidak bisa mengatur uangnya sendiri. Dia jadi tergantung kepada istrinya.
Bagaimana Jika?
Kalau semuanya disamakan, semua uang suami harus dipegang istri, bagaimana jika istri tidak pandai menggunakan uangnya? Bagaimana jika istrinya boros?
Saya pernah mengetahui ada yang bilang bahwa kalau istri boros, maka istri tidak bisa disalahkan. Justru yang salah adalah suaminya yang kurang memberikan uang. Lho, suaminya lagi yang salah. Laki-laki memang selalu di pihak yang salah, ya? Hehe…
Mungkin dalam suatu rumah tangga, suaminya tidak tergiur untuk judi online. Suaminya juga tidak tergiur untuk prostitusi online, misalnya tertarik untuk VC dengan cewek-cewek yang lebih sering menipu itu. Mereka menawarkan VC dengan bugil, si laki-lakinya harus transfer dulu. Eh, begitu ditransfer, mereka pura-pura lupa, terus memblokir yang laki-laki itu deh. Kasihan, deh! Hehe lagi.
Jika suaminya tidak tergiur dengan judi dan prostitusi itu, bisa saja, istrinya yang tergiur belanja online. Apalagi dia pegang ATM suami. Tahu berapa uang suaminya yang dipegangnya. Terus, ada barang yang terlihat menarik atau dengan kata lain, “barangnya lucu”. Jadilah, dibelilah itu barang. Padahal barang itu tidak perlu-perlu amat juga. Hanya karena terlihat “lucu”.
Suami bisa kaget bila pengeluarannya membengkak, akibat istri yang tidak pandai menyimpan uang. Lalu, bagaimana sih solusinya?
Membagi Dua
Solusi di sini sih bukan berarti yang paling benar. Sebab, kondisi setiap rumah tangga pastilah berbeda. Ada suami yang membiarkan saja istrinya yang pegang semua uang. Toh, suami tersebut merasa nyaman-nyaman saja.
Namun, ada pula di sisi yang lain, suami yang merasa menderita karena apapun harus meminta dulu ke istri. Harus izin ke istri kalau mau pakai uang. Ditanya segala macam, seperti interogasi saja. Padahal, suami yang mencari duit, justru malah tidak bebas kelola duit.
Ada seorang suami yang mempunyai solusi yang mungkin cukup jitu. Dia membagi ke dalam dua pos keuangan. Untuk kebutuhan dapur, istrinya yang mengelola sepenuhnya. Sedangkan untuk kebutuhan di luar dapur, misalnya: cicilan rumah, paket data, pulsa HP, bayar WiFi, dan semacamnya itu, menjadi tugas suami.
Misalnya nanti, istrinya butuh sesuatu yang ingin dibeli, maka istri meminta kepada suaminya. Kalau begitu, terasa memang ada harga diri suami. Dia yang punya uang, diminta oleh istrinya, ada kesenangan tersendiri ketika bisa memberikannya.
Selain itu, pengeluaran juga harus dikontrol. Caranya, suami dan istri tersebut menggunakan Google Sheet. Itu lho aplikasi semacam excel yang punya link dan bisa dibuka bersama-sama. Setiap suami maupun istri mengeluarkan uang, dicatat di situ. Nanti di akhir bulan, bisa dievaluasi berdua.
Nah, menurut kamu sendiri, mana cara yang paling benar? Atau ada solusi yang lain lagi? Silakan tulis di kolom komentar di bawah, ya! Biar sama-sama saling belajar!