Narsis? Apaan sih? Masih ada yang belum tahu? Hem, mungkin semua orang sudah tahu. Nah, berikut artikel saya tentang narsis. Silakan dinikmati. Semoga bermanfaat.
Saat kita sedang berjalan-jalan, tidak jarang kita temukan seseorang yang mengangkat handphone berkameranya. Memasang ekspresi tertentu, orang tersebut lalu menekan tombol sehingga muncul hasil dari jepretannya. Tidak puas, foto tersebut dilakukan lagi. Nah, setelah puas, biasanya diunggah di media sosial, semacam: Facebook, Twitter, Path sampai Instagram. Respons dari masyarakat dunia maya adalah sesuatu yang dinantikannya. Itulah selfie. kegiatan memfoto diri sendiri. Tidak dapat dipungkiri, selfie ini merupakan bagian dari sifat narsis.
Sifat Dasar Manusia
Dalam buku “Skill With People” karangan Les Giblin, sifat dasar manusia adalah lebih mendahulukan diri sendiri daripada orang lain. Makanya, kebanyakan orang berbicara selalu menyangkut diri sendiri. Kata-kata yang sering dipakai adalah: saya, aku, pekerjaan saya, keluarga saya, saya kemarin begini dan lain sebagainya. Makanya itu, dalam buku kecil tersebut, disarankan bila kita ingin memenangkan pembicaraan atas orang lain, maka usahakan orang lain untuk terus berbicara tentang dirinya. Kita tujukan percakapan untuk semakin mengungkapkan tentang dia supaya dia senang dan terus lengket dengan kita. Pada akhirnya, kalau dia sudah senang, maka komunikasi akan semakin mudah.
Dari sifat dasar tersebut, wajar kiranya jika orang bisa menjadi egois. Sakit gigi yang dialami seseorang bisa lebih dipedulikannya daripada ribuan manusia yang dibantai di negara lain! Dalam keseharian kita, juga bisa ditemukan. Misalnya, dalam suatu kompleks perumahan mewah di kota besar. Mungkin antara rumah yang satu dengan rumah sebelahnya tidak saling kenal. Istilah kerennya adalah “lu-lu, gue-gue”.
Tentu, sifat egois itu tidak baik. Kita ini dikenal sebagai makhluk sosial, sehingga harus terus berhubungan secara baik dengan orang lain. Namun, sifat dasar manusia tersebut lebih didukung lagi dengan perkembangan teknologi sekarang ini. Seperti sekelumit di atas, adanya fenomena selfie sampai generasi narsis.
Alat komunikasi semacam smartphone memang sangat mewadahi perilaku narsis. Hal itu didukung oleh teknologi yang makin pesat. Berbagai macam aplikasi yang berkaitan dengan fotografi sudah tersebar saking banyaknya. Masih ada lagi, yaitu: semakin pintarnya orang untuk mengedit foto-foto. Kalau sudah diedit, wajah yang sebelumnya tampak kurang menarik menjadi sangat cakep atau cantik. Pada akhirnya, cukup banyak orang yang terjebak. Antara foto dengan yang asli sangat berbeda atau bertolak belakang.
Kita tentu senang bila banyak orang mengenal kita. Sifat ingin dikenal ini juga dipengaruhi oleh tingkah laku para artis. Ya, bukan namanya artis kalau tidak terkenal. Tidak jarang kita temukan perilaku artis yang menjurus ke hal yang negatif, demi menjaga citra keterkenalannya. Ada artis yang bercerai dengan pasangannya, berpacaran dengan orang yang bukan artis dan hal-hal sensasional lainnya.
Audisi-audisi untuk menjadi artis juga semakin banyak. Mulai dari anak-anak sampai orang tua sudah terwadahi dalam audisi-audisi tersebut. Pada akhirnya, bakat yang terpendam bisa tertampung. Atau, yang lebih parah, orang yang sama sekali tidak punya bakat, meskipun terpendam jauh ke dalam, juga bisa tertampung.
Narsis di Berbagai Bidang
Sesungguhnya, selfie yang merupakan turunan dari narsis itu lebih banyak menjurus kepada kemudharatan. Kita bisa melihat dalam contoh yang pertama, yaitu: dalam bidang keagamaan. Mungkin kita pernah menemukan ada orang yang beribadah di Tanah Suci, lalu memfoto dirinya. Ada foto saat di Masjidil Haram, Masjid Nabawi, Padang Arafah, sedang melakukan ibadah sa`i dan lain sebagainya. Kalau ada yang seperti itu, niatnya sebenarnya untuk apa? Apakah hanya ingin menunjukkan bahwa orang yang berfoto selfie tersebut sedang berada di Tanah Suci? Bukankah seharusnya kita beribadah itu untuk mencari pahala dan ridha dari Alloh Subhanahu Wa Ta`ala? Jangan sampai sudah menempuh perjalanan jauh dari tanah air ternyata tidak mendapatkan pahala ataupun ridha karena tidak ikhlas. Kita harus terus ingat sabda Rasululloh Shallallahu Alaihi Wasallam: “Sesungguhnya hal yang paling aku takuti menimpamu ialah syirik kecil: yaitu riya.” (H. R. Ahmad).
Dalam bidang pendidikan, juga terjadi sifat narsis ini. Mungkin kasus yang cukup seru belum lama ini adalah seorang sarjana di Malaysia yang ditahan ijazahnya karena terbukti melakukan foto selfie saat wisuda. Karena saking gembiranya, justru malah mendatangkan kerugian untuknya. Selain itu, kasus-kasus berkaitan dengan anak didik. Ada pelajar putri yang bisa mengalami tindakan kejahatan karena foto-foto selfienya. Timbulnya pacaran di dunia maya karena sebelumnya sudah saling melihat melalui foto-foto. Inipun tidak luput menimpa para muslimah kita. Meskipun sudah berjilbab, tetapi malah menampakkan wajah secara bebas di dunia maya. Kita tentu tahu bahwa godaan terbesar bagi laki-laki adalah perempuan. Laki-laki yang normal akan tertarik kepada wajah perempuan cantik. Istilah “dari mata turun ke hati” masih terus ada sampai sekarang.
Bidang yang lain adalah dunia politik kita. Cukup banyak kita temukan budaya narsis di kalangan politikus kita. Pada akhirnya, narsis tersebut berkembang menjadi politik pencitraan. Banyak berbuat seolah-olah sangat sibuk, tiba-tiba menjadi banyak tampil di kalangan rakyat dan merasa tersanjung atau suka dipuji, padahal bukan sesuatu yang diperbuatnya. Pada akhirnya, kalau yang namanya pencitraan, pasti nantinya akan terbongkar dengan sendirinya.
Kaitannya dengan pilkada yang akan dilaksanakan pada tahun ini, masyarakat atau pemilih perlu sangat berhati-hati dan selektif. Karena sudah mulai banyak tokoh yang memeragakan politik narsis ini. Para pemilih perlu mencermati, mana tokoh yang sudah banyak bekerja untuk rakyat dan mana pula yang belum kelihatan kerjanya.
Tunjukkan Diri Melalui Prestasi
Penulis novel terkenal, Tere Liye, pernah membuat pernyataan di media sosial. Katanya, kalau para perempuan hanya menampilkan diri sebagai sosok yang manis, imut, menggemaskan dan mempesona ternyata lebih cocok disamakan dengan boneka Barbie. Seharusnya para perempuan menampilkan diri dengan segudang prestasi dan kemampuan luar biasa sehingga lebih unggul dibandingkan sesamanya. Mengapa langsung menjurus perempuan? Karena secara kenyataan, dirasakan lebih banyak kaum perempuan yang sering menampilkan foto selfie daripada laki-laki.
Melakukan foto selfie, lalu menampilkan di media sosial memang menjadi hak setiap orang. Dia memakai smartphone milik sendiri, kemudian ditampilkan di akunnya yang juga milik pribadi. Namun, yang perlu dipahami adalah ketika sudah bicara dunia maya, maka selalu dihadapkan dengan rimba raya dengan tanpa pangkal dan ujung. Sangat banyak orang dengan berbagai karakter yang tumpah ruah di jagat dunia tersebut. Inilah yang perlu diwaspadai.
Foto-foto yang akan ditampilkan semestinya tidak secara vulgar. Cukup kepada orang-orang terdekat dengan catatan untuk tidak terlalu disebarkan. Ini untuk meminimalisir terjadinya fitnah maupun kejahatan melalui dunia maya. Bahkan foto-foto anak kita juga semestinya dilindungi. Soalnya, cukup banyak pelaku pedofil yang ikut menggunakan dunia maya. Kita tentu tidak mengharapkan anak-anak kita untuk menjadi korban kejahatan seksual semacam pedofilia itu, bukan? Kita juga perlu mengajarkan kepada anak-anak untuk tidak terlalu aktif berselfie.
Alangkah lebih baik jika kita menampilkan diri dengan prestasi-prestasi kita. Wajah atau muka kita menjadi tidak terlalu penting jika tanpa prestasi atau nilai-nilai positif yang kita anut. Menurut kajian psikologi, orang yang narsis itu terlalu mementingkan diri sendiri, sangat percaya diri, terlalu bangga dengan fantasinya, sampai dengan meremehkan orang lain, bersikap egois, tidak memiliki perasaan empati kepada sesama, selalu iri hati dengan keberhasilan orang lain, mudah terluka, emosional dan termasuk pribadi yang lemah. Nah, maukah kita menjadi orang yang seperti itu?
Opini/artikel ini pernah dimuat di Harian Kendari Pos, Kamis, 11 Juni 2015.
Ringan tapi berbobot. Eh…
Haha, tulisan lama, Pak.