Usaha Lokal Menangkal Pandemi Global Melalui Yuk Tukoni yang Fenomenal

Usaha Lokal Menangkal Pandemi Global Melalui Yuk Tukoni yang Fenomenal

Jika Dirasa Tulisan Ini Bermanfaat, Share Ya!

Sesuatu yang bernama lokal itu memang punya keistimewaan tersendiri. Mau tahu apa saja itu? Setidaknya ada tiga hal yang menarik untuk disimak darinya.

Hal yang pertama adalah kenangan masa kecil saya. Waktu itu, kalau tidak salah, saya masih SD. Kota kelahiran saya adalah di Jogja. Bersama keluarga, saya mengunjungi paman, adik bapak, di Bandung, Jawa Barat. Ketika itu, Bandung betul-betul menampakkan kota yang super dingin. Pada pagi hari, suasananya cukup segar, bahkan napas pun bisa lho ke luar uap macam film-film Hollywood itu.

Kejadian sekitar tahun 1995 itu cukup lucu dan menjadi pengalaman indah buat saya. Ibu menyuruh saya untuk membeli sesuatu di kios tetangga rumah paman. Nah, karena saya di Jogja terbiasa disuruh membeli dengan mengucapkan kata “tumbas”, maka demikian juga di Bandung itu. Tahu artinya tumbas? Ya, sama saja dengan beli. Masa kita mau beli justru yang kita bilang “dodol” alias jual? Dodol dan tumbas sama-sama bahasa Jawa.

Tidak Ditanggapi

suasana-bandung-di-pagi-hari

Berkali-kali memanggil si penjual agar muncul ke permukaan, maksudnya ke muka kios dengan “tumbas” itu justru tidak muncul-muncul. Waduh, ke mana si penjual ini? Beberapa menit tidak ada orang, ya sudah, saya pulang saja. Begitu sampai di rumah, saya ceritakan kejadian itu. Betapa kagetnya saya, ibu dan paman tertawa terbahak-bahak. Kata paman, “Ning kene aja ngomong tumbas. Ora ngerti. Kudune nganggo beli.” Artinya: Kalau di sini jangan bilang “tumbas”. Tidak tahu. Mestinya pakai beli.

Baca Juga: IDN App: Aplikasi untuk Generasi Milenial dan Gen Z, Lebih dari Sekadar Membuat Blog

Oalah, saya baru sadar bahwa saya sedang berada di Bandung, notabene kebanyakan adalah suku Sunda sebagai suku asli. Kalau di Jogja sana, tumbas pasti dimengerti banyak orang karena berbahasa Jawa dan orang-orangnya juga suku Jawa. Wah, akhirnya saya tahu, bahwa bahasa memang memegang peranan penting! Terlebih bahasa lokal.

Telepon Zaman Dahulu

telepon-wartel-zaman-dahulu

Konteks lokal yang kedua kaitannya dengan telepon pada era jadul, begitu istilahnya. Era masih ada wartel dengan bilik-bilik tertutup itu. Kedap suara, tetapi tidak kedap udara. Ya, jelaslah, pasti menderita orang berada di tempat tanpa udara.

Saya juga pernah menggunakan wartel untuk menghubungi teman. Karena saya tidak enak jika memakai telepon rumah, seakan-akan tidak merasa bebas, seperti itulah.

Kalau kamu berada di generasi yang pernah mendapati wartel, maka selamat! Berarti kamu ada kenangan tersendiri yang sangkut-pautnya dengan tulisan ini. Ketika itu, saluran telepon ada dua, yaitu; lokal dan interlokal. Lokal berarti di dalam kota, interlokal luar kota. Sesederhana itu.

Namun, yang tidak sederhana adalah perhitungan tarifnya. Menelepon ke luar kota alias interlokal itu tadi berbiaya lebih mahal. Hal itu jelas bisa membuat si penelepon merogoh kocek lebih dalam. Bahkan, bisa jadi karena saking butuhnya untuk menelepon kerabat atau siapapun di luar kota, maka dia harus merogok sampai ke basement dompet. Sebab yang di permukaan dompet sudah habis. Hehe..

Tarif yang lebih mahal mesti disiasati. Pembicaraan seperlunya saja. Tanpa pakai basi-basi. Hem, basa-basi boleh sih, sekadar tanya kabar. Namun, jangan terlalu lama. Nanti jadinya malah basi. Ya ‘kan?

Waktu itu, saya ingin menelepon paman di Kendari misalnya, tidak bisa terlalu sering. Apalagi ada paman saya juga di Pontianak. Seperlunya saja.

Kalau sekarang, bebas saja. Mau menelepon dalam kota maupun luar, tarifnya sama. Ada sih keuntungannya, kita jadi lebih hemat. Meskipun ketika memutar memori generasi X dan milenial yang pernah mendapati telepon rumah pakai tarif lokal dan interlokal, maka menelepon jadi punya tujuan yang jelas. Sekian menit harus sudah diakhiri. Terutama menelepon interlokal.

Begitu juga saat di wartel. Tarif digital yang terpampang di depan mata sangat mengganggu konsentrasi kita sebenarnya. Sedang asyik mengobrol, eh, sudah mulai mahal. Jadi, diakhiri saja, lah. Sekarang, daftar paket bisa menelepon sepuasnya sesama operator. HP jadi panas, kuping jadi berkeringat, mulut jadi kering, itu bisa terjadi ketika menelepon terlalu lama dengan tarif unlimited tadi.

Orang Lokal atau Putra Daerah

Dan yang ketiga dalam konteks orang lokal, putra daerah, penduduk setempat atau istilah lainnya yang mirip dengan itu. Ini biasanya berkaitan dengan konteks Pemilu, pemilihan maupun ketika terbuka suatu lowongan kerja. Orang lokal lebih didahulukan karena dianggap lebih mengerti tentang daerah tersebut. Lahir di situ, besar di situ, dan kemungkinan akan meninggal di situ juga. Sudah mengenal banyak orang, membangun channel di sana-sini, sehingga peluang diterima maupun dipilihnya lebih besar.

Benang Merah dari Ketiganya

Saya tidak tahu darimana asal penyebutan benang merah ini? Apakah yang pertama kalinya dahulu seorang penjahit, ibu rumah tangga atau justru penjual benang?

Dari ketiganya, jelas yang muncul menyatukannya adalah pada kata lokal itu tadi. Ada beberapa pengertian tentang lokal ini menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) online. Saya kutip dari Wikipedia, lokal berarti ruang yang luas. Contohnya: sekolah itu terdiri atas tujuh lokal.

Kedua, artinya adalah terjadi (berlaku, ada, dan sebagainya) di satu tempat, tidak merata; setempat. Contoh kalimatnya: Jawatan Meteorologi dan Geofisika meramalkan bahwa besok akan turun hujan —

Arti ketiga: di suatu tempat (tentang pembuatan, produksi, tumbuh, hidup, dan sebagainya); setempat. Contohnya: kualitas tekstil produksi — sudah tidak kalah dengan produksi luar negeri.

Tadi, lokal pada poin kedua lawannya adalah interlokal, khusus untuk sambungan telepon. Sekarang, muncul kata global. Mendengar kata tersebut, mungkin kita akan ingat dengan nama sebuah stasiun televisi. Namun, kata global lebih tepat untuk kondisi yang tidak mengenakkan. Apalagi kalau bukan corona atau covid-19 yang menjadi pandemi global ini?

Dilansir dari pikiranrakyat.com, jumlah kasus positif di seluruh dunia mencapai 81.622.031 buah per 29 Desember 2020. Waow, sungguh mengejutkan! Bagaimana dengan di Indonesia sendiri? Kali ini, mengambil sumber dari merdeka.com, kasus positif Covid-19 bertambah 5.854 menjadi 719.219 kasus. Untuk pasien sembuh bertambah 6.302 menjadi 589.978 orang. Sedangkan untuk pasien meninggal bertambah 215 menjadi 21.452 orang.

Baca Juga: Tips Aman Pakai dan Lepas Masker di Restoran

Negara kita terdiri dari 34 provinsi. Menanggapi kasus corona tersebut, manakah provinsi yang paling banyak mendapatkan kasus terbanyak? Saya ambil data dari antaranews.com, bahwa provinsi yang terbanyak masih dipegang oleh DKI Jakarta dengan terkonfirmasi 177.604 kasus. Paling sedikit adalah Sulawesi Barat dengan 1.877 kasus.

Sepertinya tambah mengerikan bukan? Kasus positif bukannya menurun, malah terus meningkat. Ibarat lagu, naik-naik ke puncak gunung, tinggi, tinggi sekali. Begitulah kasus covid-19 ini. Gunung penderitaan. Berhadapan dengan kondisi seperti itu, apa efeknya?

Efek Covid-19

corona
Gambar oleh Gerd Altmann dari Pixabay

Kalau minum obat, biasanya ada efek sampingnya. Namun, untuk corona, efeknya bisa di depan, samping, belakang, kanan, kiri, atas, bawah. Semua orang bisa terkena efeknya. Bahkan, tukang gambar yang terbiasa dengan efek-efek kamera itu, juga bisa terkena efek corona. Tentunya, efek corona ini mampu lebih hebat.

Untuk efek tertinggi adalah ancaman kematian. Dari Antara News tadi, yang sudah meninggal mencapai 21.452 orang. Subhanallah. Itu adalah nyawa manusia, yang sangat berharga untuk bangsa dan negara ini. Dari 20 ribuan orang itu, pastilah dari berbagai profesi, latar belakang, suku, pendidikan dan lain sebagainya.

Meskipun jumlah yang sembuh lebih tinggi, yaitu: 589.978 orang, tetapi ketika melihat jumlah kematian yang tinggi, tetaplah kita harus waspada dengan covid-19 ini.

Kalau namanya penyakit, memang yang terancam adalah kesehatan kita. Nah, untuk corona ini, efek yang terlihat jelas dan nyata adalah dari aspek ekonomi. Virus corona yang tidak terlihat dengan mata telanjang itu bisa mengobrak-abrik maupun osak-asek tatanan ekonomi yang sebelumnya sudah eksis. Saya ambil contoh dari sebuah provinsi di Indonesia, yaitu: Daerah Istimewa Yogyakarta.

Mengapa Jogja?

tugu-jogja

Ada beberapa alasan yang saya pakai dalam tulisan ini, membahas tentang Provinsi DIY dengan ibukota Jogja. Mengapa harus Jogja?

Pertama, kota Jogja adalah kota kelahiran saya. Tepat 35 tahun yang lalu, di sebuah rumah sakit swasta. Mulai besar di sana hingga lulus kuliah, untuk selanjutnya saya merantau di Sulawesi Tenggara sampai sekarang.

Oleh karena saya tinggal dengan orang tua, maka saya tentu mengenal kota tersebut. Sebuah kota yang terkenal dengan sebutan kota pelajar. Selain itu, masih ada lagi sebutan semisal kota wisata, kota kost-kostan, kota warung burjo, kota kuliner, kota game center, kota seni, kota budaya, dan lain sebagainya.

Untuk keseluruhan luas, Provinsi DIY mencapai 3.185,80 kilometer persegi. Terbagi menjadi satu kota dan empat kabupaten.

Tak kenal, maka tak sayang. Mengenal kota Jogja, maka kita bisa langsung sayang dengan kota ini. Sudah banyak tulisan yang memuji kota ini sebagai kota yang penuh kenangan. Kalau dahulu, grup Kla Project memberi judul “Yogyakarta” yang menggambarkan dengan jelas kota ini.

Bahkan, penyair Joko Pinurbo memberi sebutan untuk Jogja terbuat dari rindu, pulang dan angkringan. Tahu angkringan bukan? Itu adalah semacam warung kecil pinggir jalan dengan aneka makanan ringan, semacam: gorengan, telur puyuh, sate usus ayam, nasi kucing, wedang atau minuman jahe, maupun teh hangat, bisa juga dengan es teh.

Sebutan untuk kota Jogja adalah kota kuliner. Sangat banyak makanan yang bisa kita nikmati di Jogja. Contohnya: gudeg, bakpia pathuk, krecek, kue geplak, gatot, nasi tiwul, tengkleng, oseng-oseng mercon, sate klathak, yangko, jadah tempe dan masih banyak lagi.

Sektor makanan termasuk terpukul dengan adanya pandemi corona. Bagaimana tidak, corona mudah menyebar dan tertular tanpa masker. Droplet dari hidung dan mulut orang yang terinfeksi corona akan bisa menimpa orang lain. Oleh karena itu, cara pencegahan adalah dengan protokol kesehatan. Tadi sudah disebutkan memakai masker. Ada juga rajin cuci tangan, jaga jarak, hindari kerumunan.

Dua hal, yaitu: Jogja sebagai kota wisata dan kuliner tersebut menjadi salah satu keunggulan kota ini yang sempat tersayat. Jogja memang hidup dari sektor pariwisata, seni dan budaya. Bukankah pariwisata menjadi bernapas ketika banyak orang berkumpul? Pantai yang ramai, itu menjadi daya tarik pariwisata yang luar biasa. Kalau tempat wisata sepi, maka lebih bagus berwisata ke kuburan keramat saja.

Jogja dengan kerumunannya, baik itu turis lokal maupun luar, mendatangkan potensi daerah. Ketika saya masih tinggal di sana, bus-bus besar pariwisata sudah biasa hilir mudik di kawasan wisata. Paling terlihat memang di kawasan Malioboro, Taman Pintar, hingga Alun-alun Utara maupun Selatan. Namanya bus-bus besar, pastilah membuat macet. Jalanan di kota Jogja sudah banyak yang terlanjur sempit, diisi dengan kendaraan jumbo semacam itu.

Ketika covid-19 melanda, Jogja tampak isi aslinya. Bahwa kota ini sebenarnya memang bisa jadi berkebalikan dengan persepsi orang. Jogja amat tergantung dengan pariwisata, tetapi diporak-porandakan oleh covid-19, membuat kota tersebut mengalami masalah yang cukup berat.

Pada akhirnya, wisata terkena dampaknya, begitu juga dengan kuliner. Bukankah kuliner itu jadi satu bagian dengan tempat wisata? Masa seseorang berwisata ke Malioboro, tidak menikmati sajian makanan di situ? Atau ke Pantai Parangtritis, tidak menikmati sajian ikan bakar misalnya?

Atau seperti makanan-makanan tadi, semacam gudeg, yangko, kue geplak, gatot dan lain sebagainya.

Kedua, Jogja dihuni oleh orang-orang kreatif. Wajar jika kota tersebut dihuni oleh orang kreatif dan pintar, lha wong namanya saja kota pelajar. Meskipun bukan murni pelajar lagi yang notabene berada di sekolah formal, tetapi semangat belajarnya itu yang luar biasa. Dan, tidak cuma orang Jogja asli yang punya semangat belajar dan kreativitas tinggi, tetapi juga orang yang sudah hijrah atau tinggal di kota tersebut. Apa contohnya?

Tanda kreativitas tersebut tampak, terlihat dan bisa dinikmati semua orang ketika dua sahabat berhasil membuat sebuah platform untuk membantu para pengusaha kuliner.

Baca Juga: Pilih Mencicil atau Tunai

Sebutlah seorang pria muda asal Jawa Barat dengan Revo Al Imran Sulaeman. Bisa juga dipanggil Revo Suladasha. Lho, kok dua nama? Kalau nama yang kedua itu adalah nama tongkrongan. Sedangkan yang pertama jelas nama asli.

Pria tersebut memang sudah lama berkecimpung dalam dunia F&B atau Food and Beverages. Menggandeng Eri Kuncoro yang profesinya konsultan marketing, mereka membuat Yuk Tukoni. Bagaimana cara kerjanya?

Secara umum, Yuk Tukoni adalah sebuah wadah digital untuk menghimpun para pengusaha UMKM di Jogja. Wadah tersebut berfokus pada kuliner, jadi hanya makanan dan minuman. Dari mana mereka memulai? Ternyata, bukan dari Facebook, Twitter, YouTube, apalagi TikTok, melainkan dari Instagram. Iya, Instagram yang biasanya diisi oleh orang-orang dengan hobi selfie itu justru menjadi kanal penjualan yang ampuh.

Kisah Awal Membangun Yuk Tukoni

yuk-tukoni-2

Seribu langkah memang dimulai dari langkah pertama. Dari seribu langkah tersebut, cuma ada dua langkah. Kalau bukan dengan kaki kiri, pasti dengan kaki kanan. Kaki kiri bisa diibaratkan tantangan, sedangkan kaki kanan adalah solusi atau penyelesaiannya.

Kehadiran Yuk Tukoni cocok bukan dengan keistimewaan tentang lokal yang saya sebutkan di awal tulisan ini? Dari segi bahasa, yang tadi saya ambil adalah kata “tumbas” yang tidak cocok jika dipakai di Bandung. Nama Yuk Tukoni berasal dari bahasa Jawa. Artinya adalah Yuk Dibeli. Tukoni dari kata tuku. Ini adalah bahasa Jawa yang ngoko, alias bahasa biasa saja, tidak tingkatan yang halus.

Lho, memang bahasa Jawa ada yang biasa dan halus begitu ya? Oh, ya, jelas. Itulah salah satu keistimewaan bahasa Jawa. Dari ngoko itu tuku. Krama atau derajat lebih halusnya adalah tumbas. Sedangkan paling halus adalah mundhut. Kalau memakai tukoni, maka diharapkan yang beli juga dari generasi muda. Bukankah anak muda Jogja sudah terbiasa dengan bahasa ngoko? Bahkan dengan orang tuanya sendiri, bahasanya ngoko. Hehe…

Poin kedua, seperti saya jabarkan tadi adalah telepon lokal dan interlokal, yang lokal jelas lebih hemat, mudah, dan murah. Memang sih, para pengusaha kuliner itu bisa berjualan di marketplace yang sudah terkenal. Kamu pasti tahu ketiganya bukan?

Namun, Yuk Tukoni ini adalah marketplace lokal, khas Jogja banget. Sedangkan yang marketplace besar itu nasional, saingannya banyak sekali, tidak fokus dalam menjual produk. Yuk Tukoni sangat fokus kepada produk kuliner. Jadi, kalau orang cari makanan khas Jogja, langsung saja buka Yuk Tukoni. Kan begitu, ya toh?

Adanya sistem marketing online dengan berorientasi lokal ini membuat hemat ongkos kirim karena sistemnya cloud single storage.

Poin ketiga adalah orang lokal atau putra daerah. Revo dari Jawa Barat, berarti bukan orang asli Jogja. Namun, pengalamannya tinggal di kota pelajar ini justru mampu menumbuhkan peluang untuk membantu kalangan UMKM. Revo dan Eri tahu bahwa kota Jogja butuh bergerak untuk menghadapi pandemi global corona itu. Salah satunya lewat Yuk Tukoni. Dari lokal, menghadapi sesuatu yang global, tentunya itu bukan abal-abal.

Yuk Tukoni berawal pada bulan Mei tahun 2020. Berarti, kira-kira dua bulan sejak kemunculan pertama corona di Indonesia. Waktu itu, baru 10 produk UMKM yang disajikan di Instagram Yuk Tukoni. Pada akun Instagram tersebut, tercantum kalimat singkat: Tempat beli-antar kebutuhan pangan dari Penggiat Usaha F&B, UMKM & Food Creator yang dikemas Aman & Higienis.

Ternyata, Alhamdulillah, respons yang ada cukup luar biasa. Sebab, melihat dari Yuk Tukoni yang terlihat berbeda, karena fokus di kuliner asal Jogja. Selain lewat Instagram, Yuk Tukoni juga memiliki website dengan domain tukoni.id.

Oleh karena Instagram adalah media sosial dengan kekuatan pada gambar, maka Revo dan Eri mengambil foto makanan atau kuliner yang akan dijual. Foto yang pertama saja sudah membuat ngiler, apalagi dengan copywriting dengan aduhai. Membuat yang pertama melihat kemungkinan besar langsung tertarik.

Tantangan untuk mempromosikan atau menjual produk UMKM, apalagi makanan adalah menyajikan dengan praktis, ekonomis, tetapi tidak kehilangan cita rasa aslinya. Misalnya: menjual mi ayam. Tentunya, tidak mungkin dong dikirim mi ayam yang masih panas, di atas mangkuk, lengkap dengan sayuran dan segala macam lauknya, lalu diantar ke tempat pemesan. Kalau begitu, resikonya sangat besar. Selain panas, bisa tumpah di jalan, begitu sampai, eh, sudah dingin. Anyep, begitu istilah Jawanya. Membuat rasa jadi tidak enak.

Pastinya kamu sudah pernah ke minimarket dong? Makanan bisa tahan lama jika dibuat beku. Mungkin beda dengan perasaan, yang tidak bisa tahan lama ketika sudah membeku, hehe…

Para pendiri Yuk Tukoni tahu akan hal itu. Makanan dalam kondisi beku bisa dikirim ke mana saja, asalkan masih dalam batas waktu yang telah ditentukan.

Selain harus dalam keadaan beku, penyimpanannya pun mesti dalam kondisi tanpa udara. Dibuat vakum, semacam itulah. Nah, mengacu pada dua faktor itu, Revo membeli alat untuk memvakum makanan, alat untuk mengemas, dan kotak pendingin atau chiller.

Bagaimana dengan tempatnya? Lokasi pengusaha kuliner dengan markas Yuk Tukoni pastilah tidak berada di satu tempat. Bisa jadi berjauhan. Oleh karena itu, membutuhkan transportasi dan waktu yang mungkin tidak sedikit. Solusinya adalah dengan mempunyai tempat penyimpanan alias gudang.

Ternyata, kalau memang niatnya untuk membantu orang lain, maka orang lain akan turut membantu kita. Begitu juga dengan Yuk Tukoni. Dalam dua bulan perjalanannya, sudah ada bantuan freezer bahkan gudang bisa mereka dapatkan.

Strategi Marketing

yuk-tukoni-3

Apa gunanya punya produk bagus, harga murah, penawaran bombastis, tetapi tidak laku dijual? Atau tidak banyak orang yang tahu. Ya ‘kan?

Saya teringat ada sebuah promosi yang dilakukan oleh sebuah lembaga bimbingan belajar ketika awal usaha. Kini, lembaga tersebut sudah menjadi perusahaan nasional dengan franchise di mana-mana. Bagaimana ketika dahulu memulai?

Baca Juga: Bagaimana Cara Menerbitkan Buku Sendiri Seperti Matahari Terbit Setiap Pagi?

Rupanya, membuat ramai terlebih dahulu. Saat tempat belajar tersebut masih kecil, maka pionirnya meminta kepada teman-temannya untuk belajar gratis. Atau keluarga mereka yang masih usia sekolah. Namun, ada syaratnya. Mesti membawa sepeda motor dan menaruhnya di depan.

yuk-tukoni-4

Dari cara tersebut, lembaga bimbingan belajar tersebut sudah terlihat banyak peminat, atau yang kursus di situ. Orang luar jelas juga penasaran. Tempat baru kok sudah ramai ya? Coba-coba tanya, ah. Kira-kira begitu.

Bagaimana dengan promosi digital? Apalagi jika memakai media Instagram? Biasanya, untuk Instagram, agar postingan ramai, terlebih konten jualan, mesti menggunakan tanda pagar atau hashtag khusus. Selain itu, dengan endorse. Nah, untuk ini, biasa menggunakan artis atau figur publik lainnya. Rata-rata mereka sudah memiliki follwers ratusan ribu hingga jutaan orang. Artis tersebut difoto dengan produk tertentu, bicara dengan format yang sudah diatur, ditambah senyum manis, lalu diposting di akunnya sendiri. Jika produknya cocok dan menarik, maka followersnya akan berduyun-duyun untuk membeli barang tersebut.

Yuk Tukoni tidak memakai artis. Namun, menggunakan makanan yang sudah menjadi artis. Lho, maksudnya? Yuk Tukoni mempromosikan makanan kuliner yang sudah sangat terkenal di Jogja. Dua makanan tersebut adalah Mi Ayam Bu Tumini dan Mangut Lele Mbah Marto.

yuk-tukoni-5

Dari nama usahanya saja, terkandung makna profesionalitas dan ketekunan yang luar biasa bertahun-tahun. Usaha kuliner kalau sudah mendarah daging rasa enaknya, baik di mulut maupun pikiran masyarakat, maka sang pendirinya akan ikut terkerek juga.

Seperti Mi Ayam Bu Tumini terkenal dengan kuah mi ayam yang kental dan taburan kuah ayam yang banyak dan manis. Warung makan ini saking larisnya dalam sehari bisa sekitar 400 motor parkir di depan. Yang jelas, 400 motor itu tidak datang bersamaan lho!

Mau tahu jumlah mangkuk mi ayam dihabiskan dalam sehari? Jawabannya cukup mencengangkan. Ternyata bisa sampai 500-700 mangkuk. Untuk lebih lengkapnya tentang Mi Ayam Bu Tumini bisa dilihat selengkapnya di sini.

Lalu, bagaimana dengan Mangut Lele Mbah Marto? Sosok Mbak Marto sendiri sudah lebih dari 60 tahun melestarikan sajian lele yang enak, sedap, dan gurih ini. Tempat makan ini berada di luar kota Jogja, tetapi masih berada dalam lingkup Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Tepatnya di kawasan Bantul. Daerah Bantul adalah nama kabupaten.

Lele yang disajikan bisa digoreng maupun diasap. Mangut lele tersebut asapnya pedas dn gurih. Tidak cuma cita rasa masakannya yang maknyus, tetapi juga keramahan dari pihak warung makan. Untuk melihat lebih jauh dengan Mangut Lele Mbak Marto, kamu bisa cek di sini.

Menggandeng dua kuliner khas Jogja itu, Yuk Tukoni jadi makin fenomenal. Memasuki bulan Agustus, lonjakan permintaan terjadi karena sudah ada 19,1 juta orang yang mengakses aplikasi Yuk Tukoni. Volume penjualan mencapai Rp 1,08 miliar.

yuk-tukoni-6

Agar bisa mencapai kualitas yang bagus dan memuaskan, Tukoni menerapkan kontrol terhadap makanan dari UMKM yang telah terdaftar. Oleh karena itu, makanan yang dijual sudah pasti higienis, sampai dengan pengemasannya.

Lebih Jauh Tentang Yuk Tukoni

Agar lebih mengenal tentang Yuk Tukoni ini, mari kita lihat isi dalamnya! Saya ambil bahannya dari Instagram Yuk Tukoni.

1. Beli Dagangan Langganan

yuk-tukoni-7

yuk-tukoni-8

Program ini adalah inisiatif dari Tukoni untuk menaikkan penjualan usaha yang terpukul oleh covid-19. Caranya adalah setiap bulan, Tukoni menyeleksi, lalu membeli satu produk untuk dibagikan kepada para kolega, sekaligus bisa dipakai untuk bonus pembelian. Ke depannya, akan dibuka pesanan produk tersebut sehingga hasil penjualannya bisa meningkat.

yuk-tukoni-9.png

2. Katalog

Penasaran dengan berbagai menu yang ada di Yuk Tukoni? Sudah ratusan jenis makanan yang ditawarkan di aplikasi tersebut, kamu mau tahu apa saja? Jangan khawatir, sudah tersedia katalog yang bisa didownload di Instagramnya.

yuk-tukoni-10

Wah, mesti buka Instagram lagi ini! Jangan khawatir lagi, bisa kamu dapatkan katalog terbaru Yuk Tukoni. Dalam bentuk PDF, sehingga lebih ringan dan gampang dibukanya. Langsung unduh saja di link Katalog Yuk Tukoni. Oke ‘kan?

3. Mitra Tukoni

yuk-tukoni-11

Untuk mitra Tukoni terdiri dari para penggiat usaha makanan dan minuman, UMKM dan F&B creator. Bagi kamu yang punya produk makanan, minuman, punya keluarga yang usahanya seperti itu. Bahkan mantan kamu yang dahulu punya kenangan pahit bersamanya, bisa juga bantu perekonomiannya untuk bergabung dengan Yuk Tukoni. Bukankah membantu orang lain itu pada dasarnya membantu diri kita sendiri? Insya Allah, juga bernilai pahala jika kita ikhlas menjadi jalan rezeki orang lain.

4. Layanan Delivery

yuk-tukoni-12

Pada awalnya, Yuk Tukoni memang melayani wilayah lokal, tentu Jogja dan sekitarnya. Namun, kalau cuma berada di wilayah tersebut, pastilah bisnis tidak bakal berkembang. Apalagi jika ternyata Yuk Tukoni jadi viral di kalangan warganet, maka informasi akan makin luas diterima. Pada akhirnya, makin besar pula jangkauan wilayahnya.

Info yang saya dapatkan di Instagram Yuk Tukoni, biaya kirim yang dikenakan adalah Rp10.000,00. Setelah 10 kilometer adalah Rp2.000,00 tiap kilometernya. Melayani wilayah Jogja dan Sleman.

Baca Juga: Bahaya Sifat Tergesa-gesa dan Perbandingan yang Pas

Pemesanan Yuk Tukoni bisa melalui Whatsapp. Nah, agar lebih tepat sasaran pengiriman, maka mesti juga dengan kirim lokasi dengan share location melalui aplikasi hijau tersebut.

Pengiriman ke luar daerah juga dilayani. Berdasarkan informasi di Instagram Yuk Tukoni lagi, wilayah yang dijangkau adalah Jakarta, Bodetabek, Bandung, Semarang, Solo, hingga Surabaya. Memakai layanan Sameday Delivery. Tarifnya flat sampai dengan 5 kilogram, mulai dari Rp8.000,00.

5. Cara Pesan

Kamu sudah lihat berbagai macam makanan yang dari gambarnya saja sudah menggiurkan. Lalu, bagaimana cara membelinya? Inilah yang menjadi inti dari Yuk Tukoni, yaitu: tukoni itu sendiri atau beli lewat online. Nah, untuk bisa pesan atau mengorder sajian makanan maupun minuman di Yuk Tukoni, kamu bisa melakukannya melalui DM atau Direct Message ke Instagram Yuk Tukoni atau melalui WA dengan nomor: 081353507474.

yuk-tukoni-13

Selain lewat Instagram, kamu juga bisa order di website resminya, di Tukoni.id. Ketika kamu buka website Yuk Tukoni, kamu bisa pilih kategori-kategori yang ada. Di antaranya adalah bahan baku mentah, bahan baku olahan, produk siap makan, buah segar, sayur segar, dan kuliner hits Jogja.

yuk-tukoni-14

Ketika kamu masuk ke website Yuk Tukoni, lalu ingin beli. Seperti marketplace besar, kamu perlu klik tombol Beli dengan gambar keranjang belanja atau troli. Terlihat keranjang belanja kamu muncul tanda angka 1 di kanan atas. Itu berarti, kamu sudah melakukan add to cart.

Kamu klik tanda keranjang dengan angka itu, akan kamu jumpai jumlah yang dipesan beserta harganya. Nah, saat mengeklik Lanjutkan, kamu jangan kaget ya, sebab akan menuju ke Whatsapp. Terpampang nomor orderan kamu secara otomatis, beserta pesanan kamu dan jumlahnya.

Jadi, cara ordernya masih manual lewat Whatsapp, meskipun memakai website. Beda dengan sistem website marketplace besar, sudah otomatis dengan kode unik dan pemberitahuan melalui email.

Tantangan Berikutnya

Membludaknya pesanan dari para konsumen melalui Yuk Tukoni di fase awal membuat pengusaha UMKM sendiri kewalahan. Seperti yang dialami oleh Mi Ayam Bu Tumini, sehari bisa sampai 2.000 pak. Masya Allah. Begitu pula dengan Mangut Lele Mbah Marto yang sampai 1.000 orderan perhari.

Solusi yang dilakukan oleh Revo adalah dengan membuat preorder. Jadi, orang yang mau memesan, tidak langsung mendapatkan barang, mesti menunggu atau adanya stok.

Selain membuat platform untuk jualan, Revo mempunyai kesadaran untuk menyiapkan mental dan mendampingi pengusaha UMKM kuliner tersebut untuk berani tampil beda. Maksudnya, selama ini mereka berjualan offline, tidak terpikir untuk berjualan secara online. Mungkin ini menimpa para pengusaha yang sudah bertahun-tahun setia dengan makanan jualannya dan nyaman dengan itu. Namun, kondisi pandemi menghantam usaha mereka. Jadi, lewat online adalah salah satu solusi yang ditawarkan Revo dan Eri.

Ada Tetapinya

Setelah melihat isi dalam Yuk Tukoni, baik itu melalui Instagram maupun website, maka memang harus saya akui, langkah yang jitu dari Revo Suladasha dan Eri Kuncoro. Fokus kepada usaha kuliner, ini juga menjadi satu keunggulan. Selain itu, diilhami dari niat baik mereka berdua untuk membantu kalangan UMKM agar bisa bangkit setelah diterjang badai pandemi covid-19.

Namun, saya melihat masih ada yang perlu dikembangkan lagi. Beberapa hal tersebut sebagai berikut:

Membangun Database di Website

Pengusaha kuliner maupun F&B ketika bergabung dengan Yuk Tukoni memang sangat bagus. Sebab, trafik dari Instagram maupun website sudah banyak. Namun, untuk jangka panjang, perlu juga dibangun sebuah sistem penjualan online pada pengusaha kuliner tersebut. Misalnya, dengan membuat website sendiri.

Yang namanya marketplace itu sama dengan menggunakan milik orang lain. Ibaratnya di kios pasar nyatanya, mengenakan sistem sewa. Pada Yuk Tukoni, para mitra dikenakan consignment fee dari setiap produk yang laku. Itupun maksimal 15 % untuk kegiatan operasional dan biaya iklan.

Baca Juga: Ulas Fitur dan Keunggulan Yummy App, Solusi Mantap Penyedia Resep Makanan Sedap

Namun, kemungkinan besar para mitra tidak disajikan data dari para pembeli, semisal: nama, nomor WA maupun alamat email. Padahal ketiga data tersebut sangat penting untuk membangun loyalitas kepada usaha yang sedang digeluti.

Tentu, untuk membangun sebuah toko online maupun website mitra Yuk Tukoni sendiri membutuhkan waktu dan kerja. Akan tetapi, hal itu akan menjadi aset masa depan, apalagi sudah menjadi tren belanja online.

Optimasi Website

Website Tukoni.id masih terbilang sederhana. Ketika orang beli, maka langsung diarahkan ke Whatsapp. Tentu hal itu akan berguna bagi yang memiliki Whatsapp, bagaimana dengan yang tidak?

Akan lebih bagus, jika makin terjadi peningkatan omzet dan keuntungan bisnis, digunakan untuk pengembangan website. Dibuat otomatis, layaknya marketplace yang sudah eksis lebih dulu.

Jika website yang menggunakan sistem otomatis, maka data akan lebih banyak didapatkan, termasuk email. Saat sudah memegang email pelanggan, bisa dilakukan email marketing untuk promosi produk baru, atau meminta saran/masukan dari mereka, sehingga loyalitas antara Yuk Tukoni dengan pelanggan tetap terjaga. Bukankah email itu adalah sesuatu yang sangat pribadi dan langsung menuju sasaran pelanggan? Apalagi pengguna gawai sekarang, semacam Android, pastilah mendaftar dengan email.

Membuat Event atau Lomba

Oleh karena Yuk Tukoni bergerak di bidang kuliner, bidang yang selalu dibutuhkan manusia selama masih hidup, maka akan sangat menarik bagi Yuk Tukoni untuk membuat event. Misalnya: tebak gambar produk, undian berhadiah bagi pembeli produk, maupun berupa tulisan ulasan terhadap salah satu produk di Tukoni.

Event berhadiah akan selalu menarik karena bisa menjadi promosi yang luar biasa bagi Yuk Tukoni. Apalagi ketika syarat yang ikut lomba harus share ke akun media sosial. Wuih, itu akan jadi makin viral!

Kesimpulan

Membaca sepak terjang Revo Suladasha dan Eri Kuncoro dalam membangun Yuk Tukoni memang patut diacungi jempol. Timbul ide yang sederhana untuk membantu kalangan pengusaha kuliner UMKM Jogja dari “santapan ganas” pandemi virus corona yang memang menyerang ekonomi juga.

Bagaimana dengan kita sendiri? Apa yang bisa kita bantu ke orang lain di tengah pandemi ini?

Baca Juga: Bagaikan Melempar Bola Basket dengan Memantulkannya ke Lantai

Jika Dirasa Tulisan Ini Bermanfaat, Share Ya!

Silakan tinggalkan komentar

Email aktif kamu tidak akan ditampilkan. Tapi ini mesti diisi dengan benar.

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.