Sebuah Kisah Tentang Pengendalian Diri [Jangan Mau Terpengaruh Orang Lain]

Sebuah Kisah Tentang Pengendalian Diri [Jangan Mau Terpengaruh Orang Lain]

Jika Dirasa Tulisan Ini Bermanfaat, Share Ya!

Sebelum Anda membaca tulisan ini sampai selesai, boleh ya saya tulis sebuah kisah yang mungkin fakta, bisa juga fiktif tentang pengendalian diri. Ya, bisa jadi kisah ini pernah terjadi pada kamu, istri kamu, tetangga atau orang-orang yang kamu kenal. Tentang seorang pembeli mangga. Bagaimana kisah selengkapnya? Simak saja langsung berikut ini.

Ceritanya, ada seorang ibu yang akan membeli mangga di sebuah pasar. Dia sebenarnya datang dengan perasaan yang cukup gembira. Begitu datang ke seorang penjual, ibu itu bertanya, “Bang, berapa ini mangganya?”

Si penjual yang mungkin karena dari tadi dagangannya belum laku-laku menjawab dengan cukup ketus, “Bu, itu ada tulisannya sudah saya gantung. Masa Ibu nggak bisa baca itu?”

Sontak, mulai bangkit emosi dari si ibu. “Eh, Bang, kalau jual mangga itu yang sopan dong! Masa tanyanya baik-baik, dijawabnya begitu?”

“Lho, siapa juga yang nggak sopan, Bu? Ibu harusnya bisa langsung baca tulisan di atas itu. Apa Ibu nggak bisa baca?”

Tambah emosi lagi dikatakan begitu oleh penjual mangga. Apa balasan si ibu?

“Bang, jangan kurang ajar ya! Saya ini mau beli mangga Abang. Kasih pelayanan bagus sedikit, kenapa sih?”

“Apanya yang kurang bagus, Bu? Saya sudah tempel tulisan di situ. Praktis, jadi tidak usah saya jelaskan. Ibu saja yang malas bacanya!”

Baca Juga: Berhenti Merokok Karena Diomeli Istri, Apakah Berhasil?

Wah, the power of emak-emak muncul di sini! Betul-betul penjual mangga kurang ajar, pikir si ibu. Belum pernah ada penjual mangga yang perilakunya seperti itu ke dia. Apalagi si ibu berasal dari keluarga yang berada. Harga dirinya merasa ternodai, terluka dan terlecehkan.

Dia semprot baik-baik penjual mangga itu, “Bang, karena Abang sudah kurang ajar sama saya, maka selamanya saya tidak akan beli mangga di sini! Sampai tujuh turunan saya tidak akan pernah beli ke Abang. Terserah nanti Abang mau ganti jualan buah lain, yang jelas saya dan keluarga saya, serta orang-orang di kampung saya, daerah asal saya dan negara saya tidak akan pernah ada yang beli sama Abang! Camkan itu, Bang!”

Si Abang tidak mau kalah, “Ya sudah, kalau begitu, Bu! Saya juga capek menghadapi pembeli rewel macam Ibu. Sudah jelas-jelas ada tulisannya, masih juga tanya. Ibu, kita itu harus banyak membaca. Orang yang pintar itu rajin membaca. Ingat, Bu, buku itu jendela dunia!” Malah memberikan kalimat penuh hikmah.

“Saya ini rajin baca buku, Bang. Banyak koleksi buku saya di rumah!”

“Terus kenapa Ibu nggak mau baca tulisan harga di atas itu!”

“Ah, sudahlah! Pokoknya Abang penjual mangga terjelek di jagat raya ini!”

Si Abang hanya tersenyum kecut saat Ibu itu meninggalkan tempat.

Selanjutnya…

Ibu itu tadi diantar oleh suaminya. Mukanya sudah terlihat ketus, judes dan terlipat ke sana ke mari dari kaca jendela mobil suaminya. Buka pintu agak kasar, menutupnya pun lebih kasar lagi. Keras banget. Mungkin melebihi kerasnya suara musik elekton di pesta pernikahan.

“Ma, kenapa sih? Ada apa sih?”

“Papa tidak usah tanya-tanya! Ini urusan emak-emak, urusan mama!”

“Lho, kok cuma urusan Mama? Boleh dong cerita urusan apa itu?”

“Pokoknya, Papa tidak usah tanya macam-macam! Ini menyangkut urusan harga diri seorang wanita di dunia yang fana ini!”

Si suami, atau bagusnya, sang suami, menghela napas saja. Repot juga ini kalau istrinya sedang mengalami gangguan mirip kesurupan itu.

Bagaimana ketika tiba di rumah?

Tadi, suami yang sholeh itu sudah kena semprot. Sekarang, anaknya yang masih kecil, datang memeluk dan bilang, “Mama, Mama, dari mana saja?”

Tapi sama si Mama, dibalas seperti ini, “Apa kamu peluk-peluk begini! Belajar sana! Kamu kemarin nilainya jelek terus. Mau jadi apa kamu nanti kalau sudah besar?!”

Anaknya kena semprot juga, melebihi semprotan selang yang sering tampil di marketplace itu.

Baca Juga: Humor Dalam Hubungan Cinta dengan Pasangan

Suami dan anak, kena batunya semua. Apa penyebabnya ini? Jelas karena si penjual mangga! Atau memang karena si ibu tidak bisa melakukan pengendalian diri?

Ibu yang Berbeda

Kisahnya masih tentang seorang ibu juga, tapi yang ini berbeda. Yang jelas, meskipun berbeda, tapi jenis kelaminnya tetap sama ya? Baiklah, kita mulai saja.

Ibu yang ini datang ke penjual mangga yang sama. Dia datang dengan niat yang baik-baik juga. Ibu ini masih sama dengan ibu sebelumnya, bertanya dulu ke penjual mangga tentang harganya. Padahal sudah ada tulisan yang cukup besar. Bahkan si penjual mangga, sudah memberi harga di tiap-tiap mangganya dengan spidol!

Mungkin inilah yang menjadi sedikit masalah bagi penjual online. Sudah dicantumkan harga, spesifikasi, warna, jenis dan lain-lain tentang barang di website, masih dichat, ditanya lagi seputar itu. Yah, sebenarnya maklum sajalah, orang Indonesia mah gitu!

“Bang, berapa mangganya sekilo?”

“Bu, ini tiap mangga sudah saya kasih label harganya pakai spidol. Masa Ibu masih tanya-tanya juga?”

Apa ibu itu marah? Jengkel? Jengkol, eh, maksudnya mendongkol? Lihat saja berikut ini:

“Oh, ya, Bang, sudah ada harganya. Jadi lebih jelas ya? Ya, baiklah, saya mau beli sekilo saja, Bang!”

“Lho, kenapa cuma satu kilo, Bu? Malu dong, Bu. Kayak Ibu ini harusnya beli minimal tiga kilo! Masa cuma sekilo?”

“Saya cuma butuhnya sekilo saja, Bang.”

“Ya, udah deh, Bu. Ini mangganya, sekilo.”

Ibu itu menyerahkan uang Rp 20.000,00, harganya Rp 15.000,00. Ada kembalian Rp 5.000,00. Benar `kan?

“Bu, ini yang lima ribu, kasihkan ke saya sebagai sedekah ya, Bu? Masa Ibu lima ribu mau diambil juga? Malu, ah. Sedekahkan ya Bu? Sedekah itu kan bisa menambah rezeki, diampuni oleh Allah, bisa selamat dunia akhirat. Iya, Bu, lima ribu ini buat saya. Nanti kalau Ibu belanja lagi di sini, Ibu bisa sedekah lebih banyak lagi ke saya.”

Baca Juga: Pengasuhan Anak, Ayah Jangan sampai Lengah!

Ibu itu mengangguk. Sambil tersenyum malah. “Iya, deh, Bang, ambil saja. Anggaplah sedekah.”

“Nah, gitu Ibu. Jangan pelit sama pedagang kecil kayak saya ini! Toh cuma lima ribu. Kalau Ibu kasihnya lebih gedhe lagi, sampai lima puluh ribu, saya mau terima juga Bu! Serius! Nggak bohong!”

“Ya, nanti mungkin lain kali, Bang. Saya mau pulang dulu. Makasih ya Bang.”

“Iya, Bu. Jangan jadi orang pelit ya Bu! Orang pelit itu nggak disukai manusia, apalagi Allah.”

“Ya, Bang, makasih banyak.”

Dua Karakter

Bicara karakter, rasa-rasanya kita ingat dengan format SMS ya? Ada 160 karakter. Dan, lebih nyata lagi, 160 karakter itu bisa betul-betul mencerminkan karakter kita. Mau tulisan yang kasar, penuh emosi dan caci maki, bisa lewat SMS. Orang yang menerima bisa langsung mengetahui karakter Anda.

Begitu pula sebaliknya. Jika isi SMS itu tentang dakwah, agama, nasihat, motivasi dan penuh semangat kebaikan, maka si penerima juga akan menyimpulkan karakter Anda. Bagaimana dengan cerita dua ibu di atas? Mungkin Anda kenal salah satunya?

Seorang pelatih bisnis dan motivasi, yang bernama Tung Desem Waringin, pernah mengatakan seperti ini: Level kemarahan yang paling rendah adalah saat kita marah disebabkan oleh orang lain! Artinya apa?

Segala sesuatu yang berada di luar diri kita itu sangat susah untuk dikendalikan. Misalnya, siang yang sangat panas, malam yang sangat dingin. Macet panjang di jalan. Listrik yang kalau tidak padam, ya, mati. Harga BBM yang terus naik sampai akhirnya dibuatlah kepanjangan dari BBM, yaitu: Bolak Balik Melonjak. Dan lain sebagainya.

Baca Juga: Sepeda Cinta [Terinspirasi Dari Kisah Nyata]

Kita tidak mungkin bisa mengendalikan itu semua. Lalu, apa yang bisa kita kendalikan? Yang paling gampang adalah mengendalikan diri sendiri. Tentu ini sebenarnya tidak segampang bicara, tapi lebih mampu untuk kita lakukan, daripada keadaan di luar itu.

Hal yang lebih mudah dilakukan sebenarnya bagi kita adalah mengendalikan kesehatan sendiri. Caranya, dengan hanya memasukkan yang berguna dan bermanfaat saja. Contohnya seperti yang satu ini.

Termasuk kalau ada perempuan yang menolak Anda. Maka, itu juga susah Anda kendalikan. Akhirnya, Anda jadi jomblo lagi. Maaf ya bagi yang jomblo…

Orang Lain Ya Begitu

Aa Gym pernah mengatakan bahwa apa yang ke luar dari teko, itu berasal dari dalamnya. Kalau isinya teh, maka ke luarnya juga teh. Begitu pula jika di dalamnya kopi. Itu teko. Tapi ada teko yang ke luarnya justru berbeda. Itu namanya teko ajaib. Apa itu teko ajaib? Langsung sama meluncur KE SINI.

Kalau teko yang notabene bukan diri kita, bisa mengeluarkan sesuai kemauannya, apalagi orang lain. Jika orang lain mengambil atau memilih sikap yang jelek, seperti: mata melotot, muka kelihatan tidak bersahabat sama sekali, petantang-petenteng, malah tangannya sambil menunjuk-nunjuk kita, maka itu sudah hak dia untuk berperilaku seperti itu.

Mata melotot, ya, matanya dia. Kita tidak usah mengubah mata itu jadi berkedip. Jika dia melotot, ya, kita cukup dengan mengedipkan mata. Dia marah, ya, kita tenang. Dia menunjuk dengan tangannya, ya, kita buka tangan kita. Ini kan jelas karena pengendalian diri yang sudah dilakukan dengan baik.

Baca Juga: 9 Langkah Untuk Menjadi Pasangan Bahagia

Banyak orang, bisa jadi saya dan Anda, masih mudah terpengaruh dengan sikap dan perilaku orang lain. Akhirnya, kita jadi berubah sikap. Dari yang tadinya tenang dan kalem, langsung berubah jadi pemarah. Bahkan, marahnya kita, disemburkan pula ke orang lain.

Kalau sikap kita masih mudah terpengaruh, untuk apa juga kita sekolah tinggi-tinggi? Bukannya seharusnya makin tinggi pendidikan kita, makin bisa mengendalikan diri? Apalagi jika sekolah kita memang tinggi alias berada di lantai lima misalnya.

Mengendalikan diri untuk tidak terpengaruh dengan orang lain memang butuh waktu yang bisa jadi panjang dan lama, melebihi Choki-choki. Namun, tetap mesti kita coba ya, karena rugi kalau kita mudah terpengaruh orang lain. Kita bisa kena penyakit kompilasi, eh, maksudnya komplikasi. Bila sudah begini, siapa yang rugi? Kita dan keluarga `kan?

Jadi, yuk, mulai sekarang, kita belajar jadi orang yang menjadi pemilik dari perusahaan diri sendiri. Setiap orang selalu ingin untung, tidak mau rugi. Bukankah itu mirip juga dengan perusahaan? Kita kelola diri sendiri, untuk selalu untung dengan menentukan sikap dan tindakan terbaik. Apalagi Anda memang butuh selalu kabar terbaik.

Biasanya, mau selalu untung itu kaitannya dengan pembelian. Ada kalanya yang kita beli, eh, malah merugikan kita. Tapi, kalau yang ini, Insya Allah akan selalu untung. Ya, untung bagi kamu, untung juga bagi keluargamu. Mau tahu apa itu? Simak selengkapnya saja ya di sini.

Pokoknya pengendalian diri adalah hal yang terbaik untuk kita. Kalau setuju, silakan like, komen dan share ya! Masa kamu masih terpengaruh orang lain yang tidak mau like, komen dan share sih? Hehe…

Baca Juga: Aku Bukanlah Pelakor [Diangkat Dari Kisah Nyata]

Jika Dirasa Tulisan Ini Bermanfaat, Share Ya!

2 Comments

Silakan tinggalkan komentar

Email aktif kamu tidak akan ditampilkan. Tapi ini mesti diisi dengan benar.

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.