Sebuah pelatihan guru menulis saya ikuti pada pertemuan pertama di Whatsapp, Senin (05/10). Fokusnya adalah mengutamakan Bahasa Indonesia. Seperti apa rangkuman untuk pertemuan pertama ini?
Sebelumnya, dalam blog ini, saya menggunakan kata ganti orang kedua itu bukan “Anda”, melainkan “kamu”. Semoga tidak menjadi masalah ya? Sebab, kata “kamu” terkesan lebih akrab begitu.
Selain itu, dalam tulisan-tulisan saya yang lain, kata “kamu” juga sering sekali dipakai. Harapannya, bisa dibaca oleh semua kalangan.
Tentunya kalangan manusia, lah yauw! Bukan berarti semua kalangan, lalu masuk dalam kalangan jin dan manusia. Waduh!
Bicara Tentang Ketakutan
Saya menulis rangkuman pelatihan ini pagi tadi sambil menyantap salah satu minuman teh yang dikemas dalam kotak. Kamu pasti tahu ‘kan mereknya?
Mungkin ada yang ingin tahu, pelatihan menulis apa sih yang saya ikuti dengan serius? Bagi yang penasaran alias kepo, bukan berarti keponakan, apalagi kepolisian, berikut adalah banner untuk pelatihan belajar menulis yang saya menjadi pesertanya:
Sambil menulis, kok rasanya minuman teh agak tercekat di tenggorokan ya? Mungkin karena saya juga belum makan apa-apa pagi tadi. Istri sedang ke luar membeli kue, juga ikut anak saya yang pertama.
Pada subjudul di atas, ada sebuah kata yang mungkin ditakuti banyak orang, yaitu: ketakutan! Lho, apa maksudnya?
Ya, setiap orang pastilah punya ketakutan. Setiap orang juga berbeda tingkat ketakutannya. Pemuda takut menikah, ada. Anak-anak yang takut dengan tugas sekolah juga ada. Suami takut istri? Hohoho, banyak!
Baca Juga: Tong Kosong Nyaring Bunyinya [Ternyata Ada Hubungannya dengan Ayam dan Kura-kura]
Guru yang takut jika honornya belum dibayar, juga masih bisa ditemukan. Ini guru yang belum PNS biasanya. Namun, di sini, kita akan berbicara dalam konteks ketakutan yang lebih luas.
Dalam pelatihan guru menulis kali ini, pemateri seperti tercantum di banner atas bernama Bapak Abdul Hakim Busro. Silakan lihat profil lengkap beliau di sini.
Untuk selanjutnya, saya tidak memanggil dengan “Bapak”. Sebab, kaidah dalam penulisan ini, saya ikuti konsep jurnalistik. Penyebutan orang tidak perlu dengan sebutan “Bapak” atau “Ibu”, bahkan gelar pun tidak.
Apakah semuanya begitu? Oh, tidak selalu juga. Misalnya, ada berita tentang corona. Maka, narasumber yang ada bisa disebutkan dr. Faisal, sebagai contoh.
Dalam pelatihan melalui WA tersebut, Abdul Hakim menjelaskan sebuah quote atau kata-kata bijak sebagai berikut:
Mereka yang tidak berani membunuh ketakutan akan terbunuh oleh ketakutan.
Sebuah kalimat yang inspiratif. Artinya, ketika ada orang yang tidak bisa menaklukkan ketakutannya, dia akan ditaklukkan juga.
Sebenarnya sih, menurut saya, ketakutan itu tidak bisa dibunuh. Kembali kepada kaidah bahwa setiap manusia itu pasti punya ketakutannya sendiri.
Ketakutan itu nyata. Ada. Real. Hal yang bisa dilakukan adalah bukan membunuh ketakutan itu, melainkan mengalihkannya ke tempat lain. Atau dalam arti yang lebih tegas dan jelas: hadapi! Sikat!
Orang yang takut kepada sesuatu itu bukanlah aib kok. Namun, orang yang sukses pastilah bisa mengalahkannya. Bisa menghadapinya.
Saya ambil contoh, pembicara yang sudah profesional sekalipun. Apakah ketakutannya bicara di depan umum sudah hilang sama sekali? Belum tentu, lho!
Suatu saat, pasti akan muncul lagi. Apalagi ketika pembicara tersebut menghadapi audiens yang berbeda-beda. Situasinya jelas berbeda, karena audiens tersebut baru baginya.
Akan tetapi, pembicara yang sukses itu, tidak terlalu memedulikan ketakutannya. Terus maju saja di panggung. Berteriak penuh semangat. Menyapa yang hadir, “Apa kabar, semuanya?” Sampai akhirnya, ada MC yang nyeletuk dan menegur, “Pak, belum dipanggil maju ke panggung lho!”
Nah, kan jadi malu luar biasa toh?
Berawal dari Sebuah Kata
Tidak usahlah berpanjang-panjang dan berlebar-lebar membahas tentang tulisan yang panjang sekali. Eh, panjangnya sampai berapa kilometer ya?
Sebuah tulisan, baik itu bagus maupun tidak, panjang maupun pendek, pastilah terdiri dari berbagai paragraf. Dari paragraf itu, tersusun dalam kalimat-kalimat. Ujung paling kecilnya adalah kata, lalu huruf.
Tidak mungkin kita cuma bahas huruf di sini, memangnya belajar membaca ala anak TK? Yang akan dibahas adalah kata itu sendiri.
Menurut Abdul Hakim, kata adalah senjata. Maknanya memang sangat luas. Menurut saya, kata bisa digunakan untuk hal apapun.
Baca Juga: Posisi Siap Sebenarnya Untuk Siapa?
Senjata juga tergantung kepada si pemegangnya. Apakah mau diarahkan untuk membunuh orang atau melindungi orang, lagi-lagi tergantung siapa yang pegang?
Begitu pula dengan kata-kata. Apakah dipakai untuk menyerang, atau juga membuli orang? Kaum jomblo misalnya. Kita buli karena belum menikah sampai sekarang?
Atau pasangan suami istri yang belum punya anak? Terus kita buli dengan cukup tajam, padahal anak itu adalah pemberian dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
Belum ada anak, berarti memang belum diberi. Belum dikasih. Teruslah memohon. Teruslah meminta anak. Tapi, menikah dulu ya! Janganlah jadi jomblo terus ya! Hare gene masih jomblo. Nah, malah dibuli lagi?
Kata-kata, ini juga pendapat saya, bisa digunakan untuk menginspirasi orang. Seperti dalam pelatihan guru menulis gelombang 16 ini. Berlatih memakai kata agar bisa menghasilkan tulisan yang baik.
Bagaimana caranya agar kata-kata itu bisa dimanfaatkan dengan maksimal? Caranya tentu dengan memiliki sifat dan sikap cerdas berbahasa.
Melalui Video
Pernah menonton video Youtube ‘kan ya? Apa sih yang sering kamu tonton? Apakah cuplikan drakor alias drama korea? Info terkini? Berita bola? Atau malah film kartun? Wah, menonton bersama anak ini!
Materi pelatihan pada Senin (06/10) ini juga disampaikan melalui video Youtube. Linknya bisa disimak di sini.
Inti dari video tersebut adalah cerdas berbahasa. Permasalahan pertama yang muncul masih banyak orang Indonesia sendiri yang tidak bangga berbahasa Indonesia? Kok aneh ya?
Sebuah papan bertuliskan dua kata, yaitu: IN dan MASUK. Ternyata, letaknya IN itu di atas MASUK. Berarti, lebih mementingkan kata dalam bahasa Inggris daripada Indonesianya.
Namun, ada satu yang benar, yaitu: papan penunjuk kantor polisi. Nama POLISI di atas POLICE. Mantap memang untuk polisi Indonesia. Bicara tentang polisi, kamu sendiri sudah bayar pajak kendaraan belum? Hayo..
Agar video tersebut lebih terasa powerful, maka dihadirkan seorang praktisi bahasa Indonesia. Beliau adalah Ibnu Wahyudi, dosen Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Indonesia. Seperti apa jawabannya?
Kata Ibnu Wahyudi, cerdas berbahasa itu adalah mampu melihat situasi dengan memilih kosakata maupun diksi yang pas dengan situasi tersebut.
Baca Juga: Hari Senin? Kok Banyak yang Tidak Ingin?
Jika namanya saja situasi, jangan selalu diartikan jauh ya? Nanti lawannya situasi adalah siniasi. Situasi ada di situ, siniasi ada di sini. Waduh!
Lanjut Ibnu, orang yang lebih senang dengan bahasa asing agar tampak modern, maka itu sikap kekanak-kanakan dan norak. Weis. Nah lho! Siapa ini yang merasa tersungging, eh, tersinggung?
Harusnya, kata Ibnu, kita mendewasakan diri dengan bahasa persatuan kita. Istilah-istilah asing perlu dicari padanannya dalam bahasa Indonesia.
Kita bisa melihat dalam momen Sumpah Pemuda tahun 1928. Para pemuda di waktu itu, walaupun masih di dalam ketiak penjajah, tetap berani menjunjung tinggi bahasa Indonesia.
Jangan juga menjadi orang yang heran, dengan istilah-istilah baru dalam bahasa Indonesia. Sebab, bahasa adalah sebuah proses, kata Ibnu kembali.
Pesan terakhir dari Abdul Hakim dalam video tersebut adalah: Utamakan bahasa Indonesia, lestarikan bahasa daerah dan kuasai bahasa asing! Begitu lho.
Mulai Berpikir Menjadi Penulis
Oleh karena grup ini adalah pelatihan menulis, maka ujungnya adalah setiap pesertanya harus bisa menulis, jangan lupa untuk selalu mengutamakan bahasa Indonesia!
Makanya, untuk menuju ke sana, setiap peserta mesti punya blog atau website sendiri. Boleh gratisan, boleh juga berbayar.
Walaupun berbayar, tidak terlalu mahal kok, karena hitungannya pertahun. Saya memakainya dari sini. Alhamdulillah, servernya kencang dan website saya stabil sekali.
Baca Juga: [Tak Terbayangkan] Solusi Luar Biasa Untuk Kelebihan Bagasi Pesawat
Blog ini sudah saya buat sejak tahun 2018. Saya tidak mau pakai blogspot yang gratis, karena memang terbatas fiturnya. Selain itu, ada embel-embel “blogspot dotcom”. Hal itu kurang cocok untuk personal branding saya.
Untuk domain website ini, saya memakai nama lengkap ditambah dengan dotcom. Nama lengkap sesuai akta lahir, tanpa gelar. Ya, ketika bikin akta lahir itu memang tidak tercantum gelar saya. Ya, iyalah!
Selain bangga dengan nama saya, juga untuk menghargai kedua orang yang sudah memberikan nama. Kita tahu, mencari nama untuk anak memang tidak mudah.
Zaman dulu, belum ada aplikasi Android nama-nama Islami. Jangankan Android, ketika saya lahir, HP juga belum secanggih sekarang. Makanya, ketika lahir, saya juga belum bisa pakai HP. Aduh, jelaslah!
Sebuah quote lagi dari Abdul Hakim. Begini bunyinya:
Membaca adalah gerbang utama sekaligus kunci pembuka bagi yang ingin menggenggam keberhasilan.
Yap, tidak hanya ketika orang berorientasi menjadi seorang penulis, tetapi untuk segala hal memang butuh yang namanya membaca. Pertanyaan selanjutnya, membaca apa, Mas?
Membaca bisa dalam arti sempit, maupun luas, seperti sawahnya pak kepala desa. Sempit mungkin masuk dalam membaca buku. Sementara yang luas membaca apapun.
Misalnya, fenomena alam, keadaan sosial politik, keadaan ekonomi yang masih gonjang-ganjing seperti lakon dalam pewayangan. Bahkan, membaca isi hati pasangan. Cieh…
Tidak bisa tidak, ketika kita ingin jadi penulis, maka membaca menjadi suatu hal yang wajib, bahkan wajib ‘ain. Bagaimana mungkin tanpa membaca, kita bisa jadi penulis yang handal, dan hobi pakai sandal? Yang terakhir tentu saja saya tambah-tambahi.
Membaca dapat membuat otak tetap aktif dan bereaksi untuk melakukan fungsinya secara baik. Membaca dapat memperkuat kemampuan berpikir dan menganalisis. (Abdul Hakim Busro).
Menjadi Kolektor
Ada lho orang yang sudah dewasa, tetapi menjadi kolektor mainan anak. Ada pula pegawai pemerintah yang koleksi barang-barang Superman, bahkan sampai desain pagar rumahnya. Nah, kalau di sini kolektor apa?
Penulis yang baik, maka dia akan seorang kolektor kata-kata. Dari mana dapatnya? Jawabannya sangat jelas, dari hasil tulisan orang lain. Mengumpulkan berbagai kata, struktur kalimat, penataan paragraf dan lain sebagainya.
Tidak luput dari membaca adalah memeras ide dan pemikiran dari orang lain. Hal itu jelas menambah imajinasi kita sebagai calon penulis profesional.
Baca Juga: Kamu Cocok Jadi Atasan Atau Bawahan?
Bagaimana dengan membaca buku? Ya, ini masih seperti kata pepatah sejak dahulu, membaca adalah jendela dunia. Jangan tanya, pintunya mana ya? Saya juga bingung menjawabnya.
Membaca buku masih sangat kita perlukan, meskipun sekarang era teknologi, era gawai, jadi bacaan super lengkap di HP kita.
Ketika dihadapkan dengan membaca buku, kita boleh lho tidak mengambil semuanya. Seperti yang disampaikan Abdul Hakim, ketika fokus pada pendidikan, membaca buku Rhenald Kasali, maka diambil saja yang tentang pendidikan.
Meskipun lebih baik sih dibaca semuanya. Apalagi kita sudah membeli buku itu. Sudah harganya tidak murah, ongkirnya mahal, datangnya pun lama. Ya ‘kan? Belinya di toko buku online ya? Pantas.
Cuma Itu Kuncinya
Mengikuti kuliah atau pelatihan guru menulis angkatan 16 ini pada intinya hampir sama dengan peserta lainnya. Saya juga tidak menulis bahwa di KBBI tahun 2018, ada 109.000 kata. Atau kita harus punya kosakata aktif. Itu semua sudah ditulis peserta lainnya.
Saya cuma menekankan bahwa kunci menjadi penulis adalah membaca. Cuma itu. Sudah banyak membaca, berikutnya adalah rajin menulis. Membaca, menulis, membaca, menulis. Begitu saja alurnya.
Namun, masih banyak yang mengeluh, jangankan menulis, membaca saja masih sulit. Masih malas. Hem, sementara impiannya adalah menjadi penulis profesional. Kalau ketemu orang semacam itu, tolong dibangunkan dari mimpinya deh!
Ibaratnya, bukan itimurnya, antara membaca dan menulis itu mirip dengan teko berisi kopi. Teko akan menuangkan isi di dalamnya ke dalam gelas maupun cangkir.
Kalau isi teko adalah teh, maka yang ke luar adalah teh. Begitu pula, jika di dalamnya kopi, maka kopi juga yang muncul.
Susah kita temukan, ada teko isi kopi, yang ke luar adalah teh. Kecuali kamu seorang pesulap.
Nah, teh atau kopi itu mencerminkan bacaan kita. Berwarna memang, berasa memang. Semakin banyak bacaan kita, anggap saja jadi bikin teh atau kopi itu manis luar biasa.
Diminum enak, disantap pun sedap. Akan tetapi, jika kurang membaca, seperti diisi air bening saja. Hanya cukup untuk menghilangkan dahaga. Tidak ada rasanya. Tawar.
Oleh sebab itu, percuma kita ikut pelatihan segala macam tentang menulis dengan mengutamakan bahasa Indonesia kalau kita sendiri malas membaca. Mulai dulu dari bacaan yang mudah dan sederhana. Lalu, sambil membaca, siapkan teh atau kopi kesukaan kamu.
Baca buku di teras rumah, menikmati pagi yang segar, menghirup udara yang masih belum terkontaminasi polusi. Wuih, mantap! Nikmat Allah mana lagi yang kamu dustakan? Benar ‘kan?
By the way, sampai saya menulis 1.727 kata ini, kok belum ada yang bikinkan saya kopi ya?
Wowww tulisan yang renyah dan gurih. Habis dalam satu kali santapan, bahkan kurang, pengenya sih nambah.
Alhamdulillah, terima kasih atas komentarnya. Ya, nantikan tulisan-tulisan saya berikutnya. 🙂
Wow tulisan pak Rizky sangat lengkap 🙏 saya perlu belajar banyak . Jangan lupa di bagi ilmu jurnalistik nya yaa👋👋👋👍
Alhamdulillah, masih belajar juga ini Bu. Kita sama-sama belajar di grup menulis bersama orang yang lebih ahli dan berpengalaman.
Terima kasih sudah memberika komentar ya! Saling mendukung untuk jadi blogger guru profesional. Sip!
Waah lengkap ya, semangat selalu
Alhamdulillah, terima kasih motivasinya Pak. Sukses selalu juga buat Bapak!
Tulisan sarat makna yang disajikan dengan cara ringan. Sangat nikmat untuk dijadikan santapan sehari-hari. Salam sukses! 🙂
Waow… Alhamdulillah. Saya berusaha memang menuangkannya seringan mungkin, Pak. Terima kasih atas kunjungannya di blog saya. Salam sukses juga!
Runtut dan lengkap resume nya.
Layaknya seperti sedang bercerita.
Gurih kata-kata nya, maknanya mudah ditafsir.
Perlu belajar banyak merangkai kata dari Rizky ini.
Alhamdulillah, terima kasih. Sama-sama belajar saja Pak. 🙂
Tulisan nya keren, blog nya juga…bahasa nya renyah dan mudah dipahami TOP deh…lanjutkan
Blog nya keren, bahasanya renyah….TOP banget kamu hebat
Renyah kayak kerupuk aja. Hehe…
Matur nuwun sudah berkunjung dan kasih komentar.