Menciptakan Masjid Ramah Anak: 2 Kisah Nyata

Menciptakan Masjid Ramah Anak: 2 Kisah Nyata

Jika Dirasa Tulisan Ini Bermanfaat, Share Ya!

Masjid ramah anak? Hem… Sebelum melangkah lebih jauh, boleh disimak sebuah kejadian nyata. Saya mengajak anak kedua ke masjid untuk sholat Maghrib. Usia hampir dua tahun. Awalnya diam saja. Namun, digoda oleh gerombolan anak-anak yang juga sholat di belakang. Akhirnya, dia pun menangis keras.

Nah, yang membuat saya kaget adalah saya malah dimarahi oleh salah seorang jamaah masjid. Entah, apa si bapak itu pengurus masjid atau jamaah biasa, yang jelas saya disalahkan.

“Pak, lain kali kalau ke masjid jangan bawa anak! Mengganggu!”

Ketika itu, amarah saya langsung memuncak. Betul-betul emosi. Tapi, saya tahu bahwa saya juga cuma tamu di situ. Masjid itu di dekat rumah tante istri saya. Sementara saya tinggal sekitar 3-4 jam dari kota itu. Jadi, saya tahan emosi. Diam saja. Cuma mengangguk. Anak saya sudah berhenti menangis.

Memimpikan Masjid Ramah Anak

masjid-ramah-anak
Lho, Kok Sujud Sendiri?

Orang tua mana sih yang tidak tahu karakter anaknya sendiri? Begitu pula dengan anak kedua saya, yang diajak ke masjid itu. Sudah beberapa kali diajak, dia sering diam dan cukup kondusif. Namun, yang ternyata susah diduga adalah godaan dari anak-anak masjid yang lebih besar. Akhirnya, suasana ibadah sholat berjamaah pun jadi berantakan.

Apakah cuma anak saya yang begitu? Mungkin masih banyak anak lain yang dianggap mengganggu kekhusyukan beribadah. Atau lebih tepat bahasanya adalah makin mengganggu kekhusyukan. Sudah kekhusyukan susah didapatkan, ditambah lagi dengan anak-anak yang bermain di dalam masjid. Larang sana, larang sini, akhirnya jadi bukan berupa masjid ramah anak!

Apa pengertian dari masjid ramah anak? Dari pengertiannya saja, masjid yang menjadi tempat yang enak bagi anak-anak untuk ikut sholat, mengaji dan tentu tugas utama anak: bermain.

Anak-anak adalah bagian dari kaum muslimin. Meskipun mereka belum punya KTP dewasa, tetapi Insya Allah Islam mereka tetap diakui, apalagi karena orang tuanya juga muslim. Tidak salah, jika orang tua atau keluarganya yang dewasa mengajak anak-anak ke masjid. Tapi, apakah sudah ada masjid ramah anak untuk mereka?

Baca Juga: Apakah Hidup Anda Seperti Kecoa Terbalik?

Ada satu masjid yang “dihuni” oleh nenek sihir. Masjid itu kecil saja. Di dekat situ, ada rumah tinggal. Seorang nenek yang ikut menghuni. Nah, kenapa kok nenek sihir? Karena sering mengusir anak-anak yang mampir di masjid. Padahal di situ, ada alat-alat permainan juga. Tiap ketemu anak-anak, nenek itu selalu mengusir, bahkan mengancam akan memukul mereka. Anak-anak mana sih yang tidak lari?

Pada akhirnya, masjid itu jadi kewalahan untuk mencari generasi mudanya. Dulunya, imam di situ, juga hobi memarahi anak-anak. Tiap ada yang ribut, selalu dimarahi. Padahal, dia ingin tenang. Akhirnya, dia sudah berhasil mendapatkan ketenangan itu alias sudah meninggal, Gaes.

Cerita Nyata Kacamata

Bagaimana kalau kita baca sebuah kisah nyata, tentang ingin mewujudkan masjid ramah anak? Sudah siap? Boleh juga dengan kopi atau teh. Gula jangan terlalu banyak. Bila minuman kurang manis, coba istri Anda disuruh untuk memasukkan lidahnya ke dalam gelas atau cangkir. Pasti minuman itu akan terasa lebih manis. Eeeaaa…. Cobalah!

Ada seorang laki-laki sedang sholat berjamaah di waktu Subuh, otomatis namanya adalah Sholat Subuh. Dia berada bukan di shaf terdepan, jangan tanya karena terlambat atau alasan lain, yang jelas, dia di shaf setelah depan. Seorang bapak dengan putri kecilnya di depan shaf si laki-laki itu. Seperti kebiasaannya mungkin, dia meletakkan kacamata bacanya di karpet, di depannya. Di lantai.

Saat sholat berlangsung, si anak cantik itu ke luar dari shafnya. Berlarian ke sana ke mari. Ini cuma berlarian lho! Tidak sampai panjat dinding, naik ke atap, atau pergi ke menara masjid. Tidak seekstrim itu, apalagi dia bukan Spiderman Kids.

Ketika berlarian, si laki-laki yang disebutkan tadi dan tidak ikut berlarian, mendapati kacamatanya terinjak. “Kreekkk!!” Begitu ya kira-kira bunyinya? Atau begini: “Kletek!”. Silakan komen, mana sih bunyi yang pas untuk kacamata terlepas, bingkai bengkok, patah karena terinjak? Tapi, ya, tidak perlu dipraktekkan langsung ya?

Salam adalah pertanda sholat telah selesai. Dalam pikiran laki-laki itu, dia akan memberitahukan ke ayah si anak cantik tadi itu. Mungkin kalimatnya seperti ini:

“Hey, ini anakmu gimana sih? Masa kacamataku pecah terinjak! Kurang ajar anakmu itu ya!”

Atau begini?

“Lain kali kalau bawa anak, yang hati-hati dong! Dijaga. Ini gara-gara anakmu, kacamataku rusak!”

Bagaimana jika pakai ini?

“Bapak yang baik, cakep, anaknya cantik macam bidadari kecil. Tahu nggak, anak Bapak sudah menginjak kacamata saya. Ganti ruginya dong! Kalau nggak, berarti saya puji Bapak tadi cuma bohong saja.”

Kalimat mana yang kira-kira cocok, silakan di kolom komentar juga.

Mengurungkan Niat dan Berpikir Harus Terwujud Masjid Ramah Anak

kacamata-pecah
Kacamata Rusak Dalam Cerita Ini Bisa Jadi Urusan Orang Banyak, Lho!

Selanjutnya, apa yang dilakukan laki-laki itu? Padahal kacamata itu sangatlah penting bagi dia. Namanya saja kacamata baca. Ya, gunanya untuk membaca. Namun, di situ, dia sedang belajar membaca kenyataan yang ada. Cieehhh…

Baca Juga: Bagaikan Naik Pesawat Sampai Ke Akhirat

Rupanya, dia mengurungkan niatnya saja. Tidak jadi menuntut ayah si anak, apalagi sampai di depan pengadilan atau cuma di depan parkiran kantor pengadilan. Cukuplah dia membawa kembali kacamata bacanya itu ke rumah dan memikirkan untuk menggantinya dengan yang mungkin lebih baik. Lho, kok endingnya begitu?

Ternyata, laki-laki itu dalam hatinya, berusaha untuk mewujudkan masjid ramah anak. Bila dia jadi meminta ganti rugi kepada ayah si anak, maka bisa dikatakan makin sulit untuk bisa terlihat masjid ramah anak. Kok bisa sih? Berikut penjelasannya:

1. Rasa malu akan muncul pada diri ayah dan ibu si anak cantik itu.

Apalagi ini terjadi jika laki-laki itu meminta ganti kacamata di depan para jamaah. Jelas, yang ke luar adalah rasa malu pada diri orang tua anak. Dianggap tidak bisa menjaga anak dengan baik.

2. Akan Ke Luar Biaya Untuk Ganti Kacamata

Namanya minta ganti rugi, jelas minta uang dong! Hari gini mana sih yang tidak pakai uang? Kalau toh tidak pakai uang, tetap pakai duit kan? Weleh… Termasuk dalam hal ini adalah ganti kacamata baca si laki-laki itu. Bisa jadi, harganya mahal, sampai ratusan ribu atau mendekati jutaan mungkin. Apakah si orang tuanya bisa memenuhi itu?

3. Mungkin Saja, Gadis Kecil Itu Dilarang Pergi ke Masjid

Ini yang ditakutkan oleh si laki-laki itu. Jika dia berhasil mendapatkan ganti rugi, maka bisa jadi, anak lucu itu tidak akan diajak pergi ke masjid lagi. Atau diajak ke masjid, tetapi dengan perlakuan yang sangat berbeda. Akhirnya, bisa hilang keceriaannya waktu ke masjid lagi di lain waktu.

Masjid itu jelas lebih baik untuk jadi tempat “nongkrong” dan main-main anak. Meskipun tujuannya untuk membiasakan ibadah pada anak, tetapi bila masjid dijauhkan dari anak, nanti mereka mau ke mana? Ke mall? Bioskop? Konser musik? Pesta? Atau apa? Semuanya itu jelas tidak sebanding dengan diajak ke masjid.

4. Mulai Muncul Konflik Antara Ayah dan Ibunya

Ini dia yang dapat memicu pertengkaran antara orang tua. Ayah dan ibu. Kaitannya dengan ini, mungkin saja konfliknya adalah siapa yang mau mengganti kacamata baca si laki-laki itu? Mau pakai uangnya siapa? Bagaimana jika yang dituntut jumlahnya lumayan besar? Adakah mereka membawa uang sebanyak itu? Padahal, mungkin saja uang yang dibawa mau dipakai untuk keperluan lain yang juga penting.

Laki-laki itu akan merasa bersalah jika dari konflik kacamata yang pecah itu bisa memecah hubungan suami istri. Kacamata yang rusak mudah diperbaiki atau mudah diganti, tetapi konflik rumah tangga, mudahkah juga? Biasanya sih ini yang lebih rumit dan kompleks. Apalagi jika ternyata keluarga itu tinggal di kompleks perumahan. Memang tidak nyambung sih.

Dan sederet penjelasan lainnya bisa muncul dari kasus ini.

Dari situ, laki-laki itu tidak jadi menuntut. Dia berpikir positif saja dan berharap yang terbaik. Seperti apa sih?

1. Sudah Takdir, Mas!

Takdir adalah sesuatu yang memang tidak bisa dihindari oleh manusia, siapapun dia. Hidup di dunia ini memang cuma menjalani takdir saja toh? Bukankah Allah sudah menciptakan takdir itu? Jadi, buat apa takdir itu dianggap kejam seperti lirik lagu dulu?

takdir-kacamata-pecah
Nah, Mau Terinjak Kan? Tapi di Gambar Ini Anak Laki-laki Lho!

Termasuk di cerita ini. Kacamata pecah, bengkok atau rusak itu sudah menjadi takdir Allah. Masa mau menghindar? Itu jelas takdir karena cuma kacamata laki-laki itu yang pecah. Kacamata jamaah lain dalam satu shaf itu tidak ikut pecah. Ada tiga atau empat kacamata yang sama-sama diletakkan di lantai dan tidak mengalami nasib yang sama. Apalagi kacamata di toko optik juga tidak ikut pecah. Hem… Jelaslah!

2. Jangan Patah Harapan!

Mengajak anak ke masjid memang tidak mudah, lho! Bahkan, mempunyai anak pun termasuk tidak mudah, karena yang memberi anak itu cuma Allah. Jika masalah itu sampai ke orang tua anak, lalu mulai berlarut, maka semangat orang tua itu akan melempem bawa anak lagi ke masjid. Harapan untuk menjadikan anak sholeh atau sholihah menjadi serba salah.

3. Rezeki Penjual, He!

Ini yang mungkin belum banyak dimengerti, bahwa ada doa-doa dari mereka yang mengharapkan rezeki dari Allah, kaitannya dengan kita. Mungkin saja, penjual kacamata atau pemilik toko optik sudah berdoa kepada Allah, berharap rezeki, terutama pemasukan. Bisa jadi, penjualan mulai menurun. Nah, ini adalah kesempatan pengabulan doa itu. Si laki-laki akan membawa kacamata itu dan ada rezeki tukang kacamata di sana.

4. Sedang Diuji

Setiap manusia di dunia pastilah diuji oleh Allah. Solusinya adalah berusaha, berdoa, bersabar dan bersyukur. Termasuk di sini, pecahnya kacamata adalah ujian bagi laki-laki itu. Apakah dia akan bersabar? Atau akan marah-marah? Menumpahkan minuman, eh, maksudnya menumpahkan emosi dengan meluap-luap ke orang tua anak itu. Mana yang akan dipilih?

Ternyata, dia sadar sedang diuji. Makanya, dia memilih diam saja, bersabar, berharap pahala yang terbaik dari Allah. Bersiap pula untuk mengganti kacamata itu dengan yang baru. Apakah mau pakai softlens? Tentunya tidak perlu, karena itu laki-laki lebih keren memakai kacamata. Sedangkan perempuan ada yang sudah pakai softlens, tambah kacamata lagi! Rupanya, minusnya sudah sangat parah.

Menjadikan masjid ramah anak seharusnya menjadi harapan kaum muslimin di negeri ini. Regenerasi jamaah masjid itu sangat diperlukan. Jika anak-anak kita mendapatkan perlakuan yang kasar, kaku dan keras dari orang dewasa jamaah masjid, maka bagaimana nanti ke depannya? Jelas, anak-anak akan memilih untuk menjauhi masjid dan pergi ke tempat-tempat hiburan dengan penuh maksiat serta kesia-siaan. Boleh lihat teladan Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam tentang masjid ramah anak itu.

Kita mesti ingat perkataan Muhammad Al-Fatih, penakluk Konstantinopel (Turki) bahwa: “Jika suatu saat, Anda tidak mendengar gelak tawa dari anak-anak, riang gembira yang muncul di antara shaf shalat di masjid-masjid, maka sesungguhnya takutlah kalian akan datangnya kejatuhan generasi muda di saat itu.”

Baca Juga: Posisi Siap Sebenarnya Untuk Siapa?

Jika Dirasa Tulisan Ini Bermanfaat, Share Ya!

1 Comments

Silakan tinggalkan komentar

Email aktif kamu tidak akan ditampilkan. Tapi ini mesti diisi dengan benar.

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.