Dunia ini memang penuh dengan hubungan. Pada dasarnya, manusia sendiri termasuk makhluk sosial, jadi terhubung dengan manusia lain. Namun, ternyata ada hubungan antara pelakor, pelapor dan pelopor lho! Bahkan erat. Coba ah, simak saja di bawah ini!
Kalau menyangkut pelakor, biasanya memang cenderungnya negatif ya? Artinya saja perebut laki orang. Itu pelakunya adalah perempuan. Sedangkan, sahabat akrabnya adalah pebinor. Perebut bini orang. Ini pelakunya laki-laki. Bagaimana sih cara melihat lebih jauh tentang pelakor ini?
Secara umum, asal munculnya pelakor ini karena perselingkuhan. Masalah perselingkuhan adalah masalah yang menghinggapi setiap orang yang sudah punya pasangan. Dalam topik kali ini, akan dibahas pasangan itu ya yang halal, bukan yang pacaran. Kalau cuma pacaran, semua orang juga bisa, bahkan mungkin anak kecil. Naudzubillah. Tapi, kalau menikah…. Hem…Masih banyak orang belum mampu. Kasihan.
Dan, yang lebih jelas lagi, orang yang berselingkuh itu pastilah punya pasangan. Jomblo mau selingkuh? Ini termasuk hil yang mustahal. Kenyataan yang ada, masalah pelakor dalam rumah tangga bisa besar, bisa juga kecil. Jomblo juga perlu belajar yang seperti ini.
Pengertian Perebut Laki Orang
Apakah pengertian pelakor sebagai perebut laki orang itu cuma semata-mata karena orang? Betul seperti itu? Nah, kalau yang dikatakan pelakor itu intinya merebut laki orang, maka akan ada banyak sesuatu bisa dikatakan sebagai pelakor juga. PUBG misalnya. Jangan salah lho! Permainan itu sudah jadi pelakor di mana-mana. Lihat saja, para lelaki itu malah sudah lupa waktu buat anak dan istrinya. Makanya, cukup pantas kepanjangannya jadi Permainan Untuk Bikin Gob**k.
Terus, bisa juga kendaraan. Motor trail misalnya. Bisa saja itu menjadi pelakor berikutnya. Atau mobil. Sudah kelihatan bagus, eh, masih juga divariasi sana-sini. Ada yang bilang bahwa suami itu adalah anak-anak yang terperangkap dalam tubuh dewasa. Mainannya sama, ukurannya saja yang beda.
Apa lagi pelakor yang sangat merebut laki orang? Merebut sampai laki-laki itu rela mengorbankan waktu, badannya dan terutama uangnya untuk pelakor yang satu ini. Masih belum tahu? Sederhana jawabannya. Rokok! Itu pelakor yang sudah banyak menempel pada diri laki-laki, juga termasuk yang sudah punya anak, bahkan cucu.
Baca Juga: Hubungan Antara Dampak Rokok dengan Berita Balita Memeluk Jenazah Ayahnya
Rokok menempati peringkat pertama di hati banyak suami dan ayah. Padahal, jelas bahwa rokok itu manfaatnya ada sih buat kesehatan, maksudnya kesehatan yang punya pabrik dan perusahaan rokok! Yang merokok, ya, tanggung sendiri nanti biaya perawatannya.
Siapa yang Salah?
Kehadiran pelakor di dalam suatu rumah tangga, siapa sih yang jadi faktor penyebabnya? Apa semata-mata karena si orang ketiga? Bukankah si suami itu juga bisa salah? Terus, si istri? Entah siapa yang lebih banyak salahnya? Soalnya, itu tergantung dari yang menilai sih.
Padahal, dilihat dari katanya orang, pelakor itu lebih banyak yang disalahkan adalah pihak perempuan. Jadi yang salah pelakor atau suami? Ada sebuah pendapat yang mengatakan bahwa jika itu disebut pelakor, terus pihak laki-lakinya tidak salah, maka laki-laki dianggap menjadi korban di sini. Ada yang mengatakan seharusnya yang lebih tepat adalah WIL. Wanita Idaman Lain. Bila pakai istilah WIL, maka yang laki-laki juga bisa disalahkan. Lebih lengkap lagi adalah WILAYAH, WIL-nya Ayah.
Akhirnya, ada kesimpulan bahwa pelakor tidak selalu salah, meskipun ada dampak negatif pelakor. Sampai di sini, oke, sementara ditahan dulu. Lanjut ke babak berikutnya!
Menjadi Pelapor
Dari bahas pelakor, sekarang masuk di pelapor. Apakah yang dimaksud di sini yang tinggal lebih dari 24 jam, terus harus lapor RT? Ini sih beda istilahnya juga. Bagi pihak istri yang dipelakori oleh suaminya, maka biasanya dia akan menjadi pelapor. Ke mana lapornya? Mulai dari orang tua, mertua, sampai aparat kepolisian. Pokoknya, yang bisa dilaporkan, akan dilakukan. Termasuk, lewat media sosial. Facebook, Twitter, pokoknya semua, lah. Biar semua orang di dunia tahu, bahkan kalau perlu orang di planet lain. Walah…!
Baca Juga: Aku Bukanlah Pelakor [Diangkat Dari Kisah Nyata]
Menjadi pelapor itu juga termasuk hak bagi pihak yang disakiti. Dalam hal ini ya istri, ya anak, ya orang tua, ya mertua. Ya ya ya! Ternyata, bila istri mengetahui ada perselingkuhan suami dengan pelakornya, maka bisa kok dilaporkan ke pihak yang akan menangani. Jadi, tidak perlu khawatir dan takut ya!
Namun, sudah lapor sana sini, sudah bilang ke yang dikenal maupun tidak, ada satu pihak yang belum menerima laporan itu. Ini biasanya lho ya! Siapa pihak itu? Dia adalah Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Sudah mengadu ke Allah belum ya? Apa Allah menjadi pihak yang terakhir untuk tempat melapor? Atau malah terlupakan? Padahal Allah itu jelas yang akan memberi solusi lebih tajam daripada siapapun!
Jika zaman dulu, zaman para sahabat Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam, mereka berdoa untuk semua urusannya di dunia ini. Namun, ternyata saya juga baru tahu, bahwa dilarang untuk membayangkan doa sedetail mungkin bisa terkabul. Jika ditemukan ada pelakor atau perselingkuhan pada pasangan, maka pertama melaporlah kepada Allah. Berdoa kepada Allah. Memang, Allah sudah pasti tahu, tetapi setidaknya itu menunjukkan bahwa kita benar-benar hamba Allah.
Bila sudah berdoa kepada Allah, maka Insya Allah hati akan merasa lebih tenang. Tinggal tunggu saja, langkah selanjutnya. Mungkin dari orang lain muncul pemecahannya itu. Bagian ini sudah lumayan lah bahas tentang pelapor. Selanjutnya?
Hal yang Paling Menantang: Pelopor
Sekarang, bahas lagi sedikit pada poin pertama tentang pelakor, tidak ada kaitannya dengan berita viral pelakor, berita pelakor terkini atau berita pelakor terbaru, sampai pelakor meninggal. Nah, jika pelakor itu dipahami perebut laki orang, maka ada yang perlu diluruskan. Bila suami masih mempertahankan istrinya, dinafkahi dengan baik, utuh rumah tangganya, lalu menambah dengan yang baru secara legal dan halal, maka itu bukan pelakor. Tapi pelopor! Iya, pelopor namanya!
Jika namanya saja pelopor, maka dia yang memprakarsai. Wuih, kata-katanya, memprakarsai. Sepertinya sudah jarang digunakan ya? Menjadi pionir. Menjadi yang pertama. Dia yang memertamakan. Walah, opo maneh kuwi? Baru ketemu kata memertamakan tadi soalnya.
Baca Juga: Betulkah Blokir Kontak Membuat Nyaman di Otak?
Kita bisa lihat dalam suatu masyarakat, berapa sih yang punya istri lebih dari satu? Jarang sekali bukan? Ini istri yang halal dan legal lho! Bukan istri-istrian. Jika ada yang lebih dari satu, dua sampai empat, maka memang pantas dia dikatakan sebagai pelopor. Nah, orang lain mau mengikuti atau tidak, ya, terserah masing-masing toh.
Jangan diartikan semuanya terus jadi pelakor. Ada orang ketiga, pelakor. Orang keempat, pelakor juga. Bahkan orang kelima, juga pelakor. Ini generalisasi namanya. Beda sekali sama generator yang bisa menghidupkan listrik tanpa PLN. Generalisasi itu menghidupkan intrik juga tanpa PLN (Pikiran Langsung Nabrak!). Maksa banget sih.
Ada sebuah kalimat dari seorang ustadz. Katanya, bila ada gadis atau janda mencintai laki-laki yang sudah beristri, bahkan beranak, maka itu wajar-wajar saja. Karena toh ada kesempatan jadi yang kedua, ketiga sampai keempat. Sebaliknya, kalau ada laki-laki baik pemuda maupun duda mencintai istri orang lain, ini masalah. Mau jalan bagaimana lagi selain istri yang disukai itu minta cerai dari suaminya? Kan repot kalau begini!
Hubungan Erat Dari Ketiganya
Dari pelakor, pelapor dan pelopor, pastilah ada hubungannya yang erat, mengasyikkan dan tidak disangka, serta nyaman didengar. Apakah itu? Apakah karena artinya, atau ketiganya ada dalam kehidupan rumah tangga? Ataukah dari ketiganya itu karena si laki-lakinya atau malah perempuannya? Yang mana yang benar?
Jawabannya sederhana saja kok! Hubungan yang erat antara pelakor, pelapor dan pelopor adalah ketiganya mempunyai akhiran OR. Ya, bila kita baca ketiganya dengan santai, nyaman dan habis minum kopi, maka asyik untuk diucapkan karena belakangnya ada akhiran OR. Coba kita baca bersama-sama: “Pelakor, pelapor, pelopor!” Bagaimana? Enak ‘kan? Enak toh? Enak jamanku toh? Hem…
Jadi, inti dari tulisan ini, ternyata hubungan yang erat itu muncul dari kesederhanaan dan tidak terpikirkan oleh orang lain, bahkan diri kita sendiri mungkin. Tidak perlu kita muluk-muluk berpikir tentang membangun hubungan yang sehat dengan pasangan halal kita. Cukup hal-hal yang sederhana saja. Misalnya: senyum manis, memanggil sayang, menyiapkan minuman hangat untuk suami dari istri atau membantu pekerjaan istri seperti mencuci, menjemur atau mengambil jemuran kembali. Sederhana lho!
Justru karena dianggap sederhana itulah, biasanya sering terlupakan. Makanya, ketika muncul pelakor, si istri langsung ngomel-ngomel, marah-marah. Bila seperti itu adanya, kesalahan janganlah ditimpakan kepada satu orang. Marilah dicari solusinya, jangan pikir masalah terus. Mungkin saja, solusinya malah sederhana. Apa itu? Silakan dicari sendiri. Masing-masing masalah jelas berbeda penanganannya dan pengakiannya. Penanganan dari kata tangan, pengakian dari kata kaki.
Kalau memang suami sudah sanggup jadi pelopor, maka kenapa harus dihalangi? Ya ‘kan? Daripada terkena fitnah pelakor, lebih baik diresmikan dan dilegalkan. Karena laki-laki itu pada dasarnya memang bisa lebih dari satu. Sudah menjadi fitrahnya laki-laki sebenarnya. Kalau toh memilih satu saja, silakan saja. Itu juga bagus. Tapi harus dipertahankan baik-baik ya…!
Semoga tulisan yang sederhana ini bermanfaat. Ternyata, persamaan ketiganya cuma karena akhiran OR. Itu juga bisa berarti Olah Raga, Olah Rasa dengan Olah Rahasia. Ketiganya dibutuhkan dalam kehidupan berumah tangga. Nggak percaya? Cobain saja sendiri!