Ramadhan Antara Jogja dan Bombana, dari Anak Sampai Menjadi Bapak

Ramadhan Antara Jogja dan Bombana, dari Anak Sampai Menjadi Bapak

Jika Dirasa Tulisan Ini Bermanfaat, Share Ya!

Cerita tentang Ramadhan memang meninggalkan kesan tersendiri. Dan, pada cerita saya kali ini, ada hubungannya dengan internet. Bukan sembarang internet, melainkan jaringan internet cepat juga. Seperti apa ceritanya? Simak sampai selesai ya!

Insya Allah, pada pertengahan menjelang akhir bulan Maret 2023 ini, bulan Ramadhan kembali hadir menyapa kaum muslimin. Satu bulan penuh puasa wajib, ditambah dengan berbagai ibadah sunnah lainnya. Momen Ramadhan memang termasuk paling ditunggu karena di dalamnya ada berkah, semangat untuk beramal atau beribadah, dan ujungnya nanti kemenangan dengan diampuni dosa dari Allah dan dimaafkan sesama manusia.

Sempat merasa sedih, banyak orang Islam yang sudah meninggal dunia sebelum bertemu dengan bulan Ramadhan. Ada seorang bapak yang pernah sama-sama kajian di masjid, sudah meninggal dunia hari ini (15/03/2023). Memang, yang namanya takdir kematian, sama sekali tidak bisa dihindari. Tidak bisa dimajukan, apalagi dimundurkan.

Momen Kenangan

jaringan-internet-cepat-indihome-telkom-indonesia-1

Jika Ramadhan tiba di tempat saya sekarang, di Kabupaten Bombana, Sulawesi Tenggara, saya kembali mengenang saat-saat indah di kampung. Daerah saya ini mempunyai jarak sekitar 3-4 jam dari Kendari, ibukota Sulawesi Tenggara. Perjalanannya darat saja, jadi tidak tergantung cuaca. Tidak seperti ke Kota Baubau atau Kabupaten Wakatobi yang harus menyeberang laut. Selalu ada musim angin dan musim ombak.

Saya bersyukur meskipun bukan tinggal di ibukota provinsi, tetapi jaringan internet cepat di sini sudah sangat lumayan. Internet provider yang saya pakai pun kualitasnya joss! Oh, ya, saya belum cerita ya, kampung saya di mana? Saya ini lahir tepat di kota Jogja. Tepat pula pada tanggal 20 Maret. Jadi, pada bulan ini, berkurang lagi jatah satu tahun umur saya. Semoga berkah. Aamiin.

Nah, kaitannya dengan Ramadhan, momen berkesan tentu saja saat masih tinggal bersama orang tua. Saya meninggalkan rumah pada tahun 2008, setelah wisuda sarjana di Fisipol UGM. Bapak saya sangat getol agar saya pergi merantau. Laki-laki harus meninggalkan rumah untuk mencari kehidupannya sendiri.

Bapak sangat mendorong agar saya ke Kendari. Di sana, ada paman saya. Jurusan saya memang arahnya ke PNS, dan bapak mendorong seperti itu karena di pikirannya, paman saya bisa membantu mencarikan pekerjaan. Di Kendari, paman saya punya jabatan eselon dua. Yah, kepala dinas, lah.

Ketika Ramadhan di rumah orang tua, saya merasakan kebahagiaan yang tidak terkira. Menunya selalu itu-itu saja, tetapi kok tidak bikin bosan ya? Ibu saya selalu membuat bakmi bihun. Itu lho mie yang kecil-kecil. Plus disajikan dengan tempe dan ayam goreng.

Tempe ibuku sampai sekarang belum ada yang mengalahkannya kalau menurut lidahku. Rasanya begitu khas, langsung menempel di lidah, dan ada sensasi tersendiri saat menggigit, mengunyah, serta menelannya. Mungkin karena dibuat dengan rasa cinta kepada keluarga, maka rasanya jadi luar biasa. Masya Allah.

Menu semacam itu, mie bihun, tempe goreng, ayam goreng, selalu tersedia tiap buka puasa. Jarang ada es buah di meja makan. Ibu sering membuat teh hangat. Dan, justru lebih nikmat memang berbuka dengan yang hangat-hangat.

Coba kamu rasakan nanti deh! Bandingkan berbuka antara minuman dingin dengan hangat. Kalau minuman dingin, saya merasa ada yang tercekat di tenggorokan. Sementara minuman hangat, apalagi diminum sampai berkeringat, justru lebih segar.

Selain itu, di perut tidak menimbulkan sakit. Kalau minuman dingin, terasa ada yang melilit. Tapi, mungkin kondisi semacam itu berbeda-beda tiap orang. Terserah juga sih ke masing-masing orang. Kalau memang cuacanya panas, sumpek, dan bikin gerah, minuman dingin menjadi target yang pertama kali ketika adzan Maghrib sudah berkumandang.

Tidak Hanya Buka Puasa

jaringan-internet-cepat-indihome-telkom-indonesia-2

Menu yang spesial juga ada di sahur. Kami sekeluarga yah sama, lah, dengan menu kamu, nasi, sayur, lauk, dan semacamnya. Minuman sahur, ibu saya sering menyediakan susu. Bukan susu putih, melainkan susu coklat.

Nah, susu tersebut ketika saya masih sekolah dahulu, sering menimbulkan jerawat yang lumayan parah. Soalnya dari coklat bukan? Pernah waktu setelah lebaran, jerawat saya besar-besar di dahi dan berderet ibarat rasi bintang. Pernah juga jerawat kecil-kecil, tetapi warna ujungnya putih. Kalau jenis ini, saya gemas ingin segera memencetnya. Meskipun efeknya, yah, bisa menimbulkan bekas di kulit.

Kami sekeluarga sahur memang menjelang Subuh. Ini yang dicontohkan oleh ajaran agama Islam. Berbuka lebih cepat, sahur lebih lambat. Jadi, selesai sahur pas beberapa menit sebelum Subuh. Minum, lalu gosok gigi, siap-siap pergi ke Masjid Al-Amin, masjid yang paling dekat dan sering menjadi tempat kami sholat.

Suasana Belajar

Dahulu, tidak ada yang namanya belajar online. Saya belum pernah mengikuti belajar online, belum pernah pakai Zoom, Google Meet, dan aplikasi semacamnya. Jika mau belajar, harus langsung. Itulah yang saya alami waktu masih Ramadhan di Jogja. Masya Allah, selalu ada pameran buku. Pada acara tersebut, saya bisa memborong cukup banyak buku dengan total nomimal seratus ribu rupiah saja.

Tidak hanya berbelanja buku, juga selalu ada bedah buku. Kadang penulisnya datang langsung ke lokasi. Jika saya punya bukunya, maka saya akan meminta tanda tangannya langsung. Ini jelas menarik dan sangat mengesankan di hati. Saya ketika itu gandrung sekali dengan buku, apalagi ketemu penulisnya dan dapat tanda tangannya. Klop deh!

Saya sering datang ke pameran buku bersama teman dekat. Sahabat saya. Ketika saya datang ke kamar kostnya, penuh dengan buku-buku yang tersusun tidak terlalu rapi. Jadi, kami punya minat yang sama. Kegemaran yang tidak berbeda.

Pernah ada kejadian yang cukup menggelikan. Ada temannya datang ke kost. Dia berbicara ke teman saya dengan membosankan. Eh, tiba-tiba, teman saya itu mengatakan, “Riz, yuk, ke pameran buku yuk!”

Padahal, masih ada tamunya. Apa yang dirasakan di hati tamunya ya? Pasti merasa seperti mau diusir nih! Hehe..

Ramadhan yang Berbeda

jaringan-internet-cepat-indihome-telkom-indonesia-3

Saya masuk kuliah tahun 2003. Lulus tahun 2008. Pas lima tahun saya menempuh pendidikan tinggi tingkat S1. Sengaja memang saya paskan di lima tahun. Tahu apa yang membuat sampai lima tahun seperti itu? Pasti kamu tahu jawabannya. Yap, benar! Itu karena skripsi. Benda yang satu itu memang sering membuat mahasiswa jadi lebih lama kuliahnya. Berbagai faktor yang terkait skripsi sering menghantam mahasiswa, eh, mahasiswi juga ding.

Tentang Ramadhan tahun ini, tepat 12 tahun saya tinggal di Bombana. Saya menikah tahun 2011, Alhamdulilllah sekarang sudah punya tiga anak laki-laki. Perbedaan Ramadhan di tahun ini, jelas ada. Pertama adalah status. Waktu di Jogja saya belum menikah, murni menjadi anak dan tinggal di rumah orang tua. Sekarang punya rumah sendiri dan tinggal bersama anak istri.

Konsekuensi menjadi bapak atau kepala keluarga harus selalu memikirkan keuangan. Hari ini makan apa, besok makan apa, bagaimana dengan kebutuhan rumah tangga lainnya? Ini jelas tidak sama ketika saya masih menjadi anak dan tinggal dengan orang tua. Tinggal makan dan minum yang sudah disediakan orang tua. Hem, inilah tantangannya menjadi orang tua ya! Makanya bagi kamu yang belum menikah dan masih satu rumah dengan orang tua, berbakti sebakti-baktinya dengan mereka deh, oke?!

Perbedaan berikutnya saat Ramadhan adalah di Bombana tidak ada pameran buku, tidak ada bedah buku, tidak ada doorprize buku bagi penanya atau yang bisa menjawab kuis saat bedah buku. Di sini, minat membaca buku, alamak! Tepuk jidat. Mereka sudah lengket sekali dengan gadget atau gawai dalam istilah bahasa Indonesianya itu. Yah, saya juga sih. Namun, saya berusaha agar minat baca buku saya tidak turun-turun amat.

Ketika pertama saya tinggal di Bombana, saya berpikir, kalau mau butuh buku, bagaimana caranya? Tidak ada toko buku yang komplit di daerah yang terletak di pinggir laut itu. Namun, akhirnya saya menemukan jawabannya. Melalui online, semuanya bisa. Saya bisa membeli buku-buku favorit lewat sebuah internet provider terkenal di negeri ini. Ibukota Bombana, di Kecamatan Rumbia, sangat terjangkau untuk ekspedisi pengiriman. Hanya masalahnya, ongkos kirim seringkali lebih mahal daripada harga bukunya, hehe..

Ramadhan Digital

Inilah perbedaan paling pokok saat Ramadhan dulu dan sekarang. Tadi saya sudah singgung sedikit bahwa saya tidak pernah belajar online waktu di Jogja, kini hampir semuanya online, terlebih ketika pandemi beberapa waktu yang lalu.

Untuk Ramadhan ini, sangat banyak peluang yang bisa kita ambil melalui internet. Apa saja itu? Kamu bisa bikin usaha jasa desain ucapan Ramadhan dan Idul Fitri. Kamu bisa pakai media Powerpoint, tentunya di komputermu ada toh?

Kamu juga bisa menawarkan jasa untuk membuat website bagi yang mau berbisnis di bulan suci ini. Jasa manajemen media sosial juga masih ada peluang tuh. Banyak yang menjadi pengusaha, tetapi bingung mendesain media sosialnya agar lebih eye catching. Ini peluang buat kamu yang jago desain, baik belajar dari ahlinya maupun otodidak.

Saya sendiri Insya Allah akan mengikuti webinar series yang membahas tentang parenting. Penyelenggaranya adalah Masjid Nurul Ashri, Deresan, Jogja. Sudah cukup banyak saya ikuti webinar yang diadakan oleh pengurus masjid tersebut. Melalui Zoom dan YouTube, webinar tersebut dilaksanakan. Dan, lagi dan lagi, internet provider yang saya gunakan sangat mendukung untuk aktivitas tersebut.

Dukungan Jaringan Internet Cepat

Alangkah galaunya jika kita mau berinternetan ria, tetapi jaringannya lemot. Sinyalnya seperti siput. Merayap dan membuat semangat jadi lenyap. Hal itu, Insya Allah, tidak akan terjadi jika pakai jaringan internet cepat dari IndiHome yang merupakan produk unggulan Telkom Indonesia.

IndiHome memang sudah banyak membantu saya dalam mencari ilmu, bekerja, dan berbisnis melalui internet. Jaringan internet cepat yang dimiliki IndiHome memang berbeda daripada paket internet biasa. Kalau pakai IndiHome, yang dihitung adalah kecepatannya. Jadi, mau berapapun dipakai, mau beribu-ribu video didownload, tetap seperti itu kecepatannya.

Bandingkan dengan paket internet biasa. Hitungannya dengan giga. Beli sekian ribu rupiah, dapatnya sekian giga. Kalau dipakai mendownload, jelas akan berkurang giga-giga tersebut. Pada akhirnya, bisa habis deh sebelum akhir bulan. Padahal uang untuk beli lagi belum ada, eh, kok paket data sudah sekarat? Berat!

Ketika masih tinggal dengan orang tua di Jogja, belum pakai jaringan internet cepat dari IndiHome. Bahkan, dulu memang internet belum seperti sekarang. Jika saya butuh internet, saya pergi ke warnet. Naik sepeda dari rumah, lewat jalan kecil, lalu menyeberang jalan besar. Saya usahakan untuk main internet sebelum jam 08.00. Soalnya di bawah itu ada happy hour. Biayanya lebih murah. Mungkin diskon 50% jika saya tidak salah ingat.

Sekarang, jaringan internet cepat IndiHome selalu saya pakai setiap hari. Selama ini, memang tidak mengecewakan. Jaringan akan sedikit terganggu kalau pemakainya banyak. Seperti hari Senin pagi, setelah apel, jaringan jadi lambat karena teman-teman di kantor hampir datang semua. Namun, hari lainnya, cukup lancar. Apalagi kalau malam, lebih lancar jaya lagi.

Sampai di sini, bagaimana dengan persiapan Ramadhanmu tahun ini? Sudah siap dengan segalanya? Termasuk yang harus disiapkan adalah dukungan fasilitas internet kamu dan keluarga. Saya menyarankan, kamu pakai saja jaringan internet cepat yang sudah disediakan IndiHome ini. Kalau kamu pakai sembarang, bisa jadi kamu jadi uring-uringan dalam menggunakan internet. Tentunya, kalau bikin emosi, jengkel, bahkan sampai mengamuk, ibadah puasa Ramadhan kamu jadi terganggu juga. Pahalanya jadi berkurang, bahkan mendekati habis. Hii, mengerikan deh!

Jika Dirasa Tulisan Ini Bermanfaat, Share Ya!

9 Comments

  1. masakan ibu emang gak ada tandingannya ya, ibarat cuman telur dadar doang pasti rasanya beda dengan kita beli di warteg, hehe. kalau gak ramadan bareng keluarga lagi emang banyak perubahan yang terjadi dan banyak kehilangan yang dirasakan ya. saya juga sama kak. apalagi waktu memutuskan ngekos karena terkait pekerjaan. rindu masakan rumah udah pasti, jadi pengen pulang terus bawaanya, hahaha. apalagi ketika ramadan tiba, duh rindunya berlipat lipat!

  2. Alhamdulillah berkat baca artikel ini jadi tau ada Kabupaten Bombana (Namanya eksotis sekali..aku suka :D). Somehow baca tulisan Mas kek refreshh memori. Banyak miripnya haha…saya juga lulusan FISIP (tapi bukan UGM), beda 2 tahun aja (tua saya), lulusnya juga 5 tahun (krn skripsi).

    Setuju kalo menu buka puasa buatan ibu tiada duanya. Sekarang beliau sudah tiada, menu saya versi ibu mertua, alhamdulillah enak-enak tapi tetep aja beda. Satu hal yang pasti, saya lebih milih es, sekarang tobat ngga minum es karena tinggal di daerah dataran tinggi. Gara-gara ngga ada yang minum es, sekali minum eh malah flu. Lha kok jadi curhat ya haha

  3. Ceritanya menarik dan seru, Mas. Sebuah perjalanan yang asyik, dari Jogja hingga Bombana. Two thumbs up. Karena diam-diam saya pun ingin bepergian jauh dari tanah kelahiran. Terima kasih sudah sharing 🙂

  4. Bahagianya kenangan masakan Ibu melekat sepanjang masa ya…
    Aku udah lama banget meninggalkan rumah orang tua sejak menikah nih. Sekarang ya kalau sahur seadanya lauk (sisa makan malam sih biasanya). Buka puasa seringnya kolak labu kuning (suami suka banget…hehe…jadi bikin kolak ya karena suami sukak)…
    Nah…samma nih, kami lebih suka minuman anget sih. Di perut tuh nyaman gitu rasanya…

    1. Tapi beberapa hari ini, saya minum es kalau buka. Soalnya biar badan lebih adem, eh, ternyata memang lebih bagus minuman hangat deh.

  5. Setuju banget dengan istilah Ramadan digital. Dulu semuanya seolah serba membosankan manakala tidak ada teman bermain di saat menunggu bedug. Sekarang, kita bisa memanfaatkan waktu luang dengan berselancar di dunia maya bersama jaringan internet cepat IndiHome ya

  6. Tentu ada rasa rindu sekali dengan kampung halaman. Bombana Sulawesi Tenggara itu jauh banget. Jika orang-orang umumnya merantau ke kota besar di Jawa, masnya ke Sulawesi. Tentu ada pengalaman menarik tak terlupakan. Adat dan budaya yang berbeda membuat kita semakin luas akan sudut pandang kehidupan.

  7. Jadi kangen datang ke pameran buku di Yogya. Dulu tuh setahun bisa 2 sampe 3 kali semarang-yogya buat lihat pameran buku

Silakan tinggalkan komentar

Email aktif kamu tidak akan ditampilkan. Tapi ini mesti diisi dengan benar.

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.