Belajar Tentang Ketahanan Keluarga Bersama Dr. Bagus Riyono, M.A

Belajar Tentang Ketahanan Keluarga Bersama Dr. Bagus Riyono, M.A

Jika Dirasa Tulisan Ini Bermanfaat, Share Ya!

Mungkin kamu pernah mendengar tentang kata “ketahanan”. Mungkin pernah sebelumnya tahu ada ketahanan pangan dan ketahanan nasional. Lalu, bagaimana dengan ketahanan keluarga? Sudah tahu juga?

Penjelasan tentang ketahanan keluarga dipaparkan dengan sangat lengkap, runtut, detail, dan tentunya menarik oleh Dr. Bagus Riyono, M.A (pakar psikologi nasional). Wah, melihat dari gelarnya, sudah doktor, plus pakar psikologi nasional juga, jelas ini tidak main-main! Apalagi yang mengadakannya adalah Masjid Nurul Ashri, Deresan, Jogja, yang sebelumnya sudah pernah mengadakan acara serupa atau yang mirip dengan ini.

Bermula dari Galau

ketahanan-keluarga-1

Dr. Bagus, atau disebut saja dengan Pak Bagus, memulai penyajian materinya tentang ketahanan keluarga, menyinggung tentang kegalauan. Ini bisa terjadi pada orang yang belum berkeluarga alias jomblo, mereka masih gamang untuk berkeluarga. Atau yang sudah menikah juga bisa galau, karena menganggap bahwa life happily ever after. Setelah menikah selalu berbahagia, padahal ada yang punya pendapat itu seperti derita tiada akhir.

ketahanan-keluarga-3

Pak Bagus mengungkapkan bahwa dalam berkeluarga itu, yang harus diluruskan terlebih dahulu adalah mindsetnya. Jangan terlalu terjebak dengan angan-angan. Merasa bahwa setelah menikah, setelah berkeluarga itu, akan selalu baik-baik saja. Akan selalu berbahagia layaknya di surga.

ketahanan-keluarga-2

Pada dasarnya, menurut beliau, tidak ada kok keluarga yang sempurna di dunia ini. Jangankan manusia biasa, keluarga para nabi pun begitu. Kita lihat sejarah, kisah Nabi Nuh alaihissalam. Ternyata, anaknya tidak mau ikut bapaknya naik kapal sehingga ikut tenggelam dalam banjir sangat besar.

Baca Juga: Kenali Anak Kecanduan Pornografi Bersama Bunda Elly Risman

Begitu pula keluarga Nabi Luth alaihissalam. Istrinya justru pendukung LGBT dan tidak mau mengikuti suaminya. Keluarga Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam pun tidak sempurna. Bapak dan ibunya ternyata termasuk golongan kafir alias tidak mengikuti agama Islam.

Istri beliau juga pernah berbuat kesalahan, sampai membuat ayahnya marah. Namun, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam tetap sabar dengan keadaan tersebut.

Bagian dari Ujian Hidup

ketahanan-keluarga-4

Siapa di sini yang pernah mengikuti ujian di sekolah? Kalau pernah sekolah, tentunya pernah pula mengalami ujian. Gimana? Lulus tidak? Nilainya berapa?

Ujian hidup atau ujian yang menimpa kehidupan manusia, salah satunya adalah dalam kehidupan berkeluarga. Kalau memahami yang namanya ujian ini, tidak selalu buruk lho! Soalnya, ujian adalah jalan menuju surga.

Selain sebagai ujian, berkeluarga adalah separuh dari agama. Berkeluarga akan membuat kita ingat dengan Allah Subhanahu Wa Ta’ala.

Berkeluarga juga termasuk jihad fi sabilillah. Jihad itu perjuangan, sedangkan yang namanya perjuangan itu bukanlah sebuah penderitaan, melainkan sesungguhnya adalah kebahagiaan.

Ketangguhan dalam Keluarga

Setiap keluarga pastilah ada ujian dan tantangannya. Dan, bagi yang berhasil melewatinya dan tetap tegar, maka bisa disebut keluarga yang tangguh.

Kita bisa melihat perbandingan jaman now dengan zaman dahulu. Kakek nenek kita punya anak sampai 10 atau 11, tetapi umurnya bisa panjang, sampai 80 atau 90 tahun. Ini tentu saja mengkritik fenomena child free. Punya anak dianggap membuat tidak awet muda. Dr. Bagus membantah hal tersebut.

Baca Juga: Mengenal Masa Pubertas Bersama dr. Faisal Sundani

Lawan dari tangguh adalah putus asa. Menurut pembicara dan sosok akademisi ini, putus asa adalah bahaya yang terbesar. Contoh dari putus asa adalah seseorang yang sudah tidak tahan lagi dengan suami maupun istrinya.

Berarti, putus asa itu mencakup suami istri yang bercerai. Nah, kalau sudah bercerai, maka itu efeknya akan dirasakan anak-anak pula. Bisa jadi akan muncul anak-anak yang antikeluarga. Sebab, mereka melihat orang tuanya berpisah, makanya muncul kekhawatiran dan ketakutan dengan pernikahan itu sendiri.

Tiga Prinsip Dasar Ketahanan Keluarga

ketahanan-keluarga-6

Dalam webinar ini, Pak Bagus mengungkapkan ada tiga prinsip dasar dalam membentuk ketahanan keluarga. Pertama adalah haq. Ini artinya adalah kebenaran, kejujuran, sesuai dengan ajaran Islam.

Kedua, sabar. Bagi orang yang sabar, selalu saja ada harapan, tidak pernah merasa kehilangan harapan. Pada dasarnya, sabar itu tidak terbatas, bukan seperti menahan amarah. Kalau yang disebutkan terakhir ini bisa meledak, sementara sabar tidak bisa begitu.

Dan, yang ketiga adalah marhamah. Ini adalah kasih sayang, sesuatu yang lembut, kepedulian, betul-betul tulus kepada pasangan atau keluarganya.

Perlu diingat bahwa perjalanan pernikahan itu bukan wisata bersenang-senang, tetapi pengalaman menerjang badai. Inti dari semua itu adalah cinta yang sejati. Nah, ini memang benar!

Sesi Diskusi

ketahanan-keluarga-8

Ada beberapa pertanyaan yang masuk. Moderator mengambil pertanyaan dari kolom Zoom, baik yang raise hand atau angkat tangan maupun yang menulis di kolom chat.

Pertanyaan pertama tentang keluarga yang kurang komunikasi, lalu bagaimana cara membentuk keluarga yang tangguh?

Jawaban yang diberikan oleh Pak Bagus adalah orang tua itu manusia biasa. Jika orang tua kaku hingga kurang komunikasi, maka kita sebagai anak jangan kaku juga. Contohnya Nabi Ibrahim alaihissalam, ayahnya keras dan produsen berhala. Ternyata, Nabi Ibrahim alaihissalam tetap berlaku lemah lembut, bahkan mendoakan ayahnya.

Baca Juga: Belajar Tentang Pendidikan Seks dan Seksualitas Bersama Ferdiana Fachrudin

Pertanyaan kedua, masih dari raise hand Zoom. Dari Fitri Amalia, pasangan yang hipersensitif itu bagaimana cara mengatasinya?

Pak Bagus menjawab setelah bertanya balik, “Itu hipersensitifnya bagaimana?”

Si penanya menjawab bahwa itu campur aduk, lebih merendahkan diri dan minder. Pak Bagus mengatakan bahwa jika orang tersebut minder, maka perlu dibesarkan hatinya dengan lembut dan kata-kata sayang.

Kolom chat juga menampilkan pertanyaan. Misalnya: dari orang tua yang keras, apakah anaknya bisa jadi orang tua yang lembut? Pemateri mengatakan jelas bisa. Beliau mencontohkan Nabi Ibrahim alaihissalam. Itu dari orang tua yang keras, lahir anak yang lembut.

Sebaliknya, ada yang dari orang tua yang lembut, anaknya keras, seperti Umar bin Khattab radhiyallahu anhu. Pada dasarnya, nabi yang dijadikan panutan itu memang manusia biasa. Makanya, Allah menjadikan nabi dari kalangan manusia biasa agar bisa diikuti.

Seorang anak yang berlaku lemah lembut terhadap orang tuanya yang keras, pada dasarnya bukan untuk si orang tua, melainkan untuk dirinya sendiri. Untuk si anak sendiri.

Pertanyaan dari YouTube, bagaimana cara menjaga ketahanan keluarga, sementara si istri adalah penderita scizofrenia? Pak Bagus mengatakan bahwa penderita scizofrenia atau sakit mental yang bisa mengikuti webinar, mendengar dengan baik, bahkan bertanya, maka itu termasuk gejala yang ringan.

Penderita seperti itu bisa dikendalikan dengan obat. Sekarang sudah semakin mudah mendapatkan obat semacam itu melalui fasilitas-fasilitas kesehatan yang ada.

Dari Zoom lagi, melalui raise hand, seorang akhwat bercadar mengungkapkan bahwa dia mempunyai alasan yang membuatnya belum menikah sampai sekarang, karena terkait masalah dengan keluarga dan menyangkut masa lalu. Pak Bagus menjawab, beban-beban semacam itu harus dilepaskan atau diikhlaskan. Jika sampai sakit hati, maka harus dimaafkan.

ketahanan-keluarga-9

Memang sih, tidak semua masalah akan selesai dengan menikah. Pernikahan itu adalah mengarungi ketidakpastian, ada yang baik, ada yang buruk. Namun, tidak ada beban yang tidak bisa dilepaskan.

Pak Bagus memberikan tips, menikah itu bukan menunggu siap, melainkan harus disiapkan. Sebab, siap itu kriteria seperti apa, ‘kan tidak jelas? Ya ‘kan? Bagaimana menurut kamu sendiri? Tulis di kolom komentar ya!

Pertanyaan sekarang dari laki-laki. Namanya Alimanto, menikah umur 23 tahun, istrinya juga sama. Punya anak berusia satu tahun. Bagaimana agar bisa sabar dalam berkeluarga apalagi menghadapi anak umur satu tahun tersebut?

Anak banyak polah itu dinikmati saja, ini menurut Pak Bagus. Disyukuri juga. Kalau anak sudah besar, maka tidak lagi begitu. Masa kecil anak akan cepat berlalu. Jika anaknya berlari-lari terus, maka itu tandanya aktif, daripada cuma diam, hayo pilih mana?

Kalau ada orang tua yang kecewa dengan tingkah laku anak, maka itu tandanya orang tua punya ekspektasi yang tidak sesuai dengan kenyataan. Makanya, mindsetnya harus diubah.

Untuk pertanyaan yang ini, membuat haru dan mendatangkan banyak simpati dari peserta webinar. Pertanyaan sekaligus curhatan dari Nana melalui Zoom secara langsung. Dia sudah berumah tangga selama sembilan tahun, punya anak dua.

ketahanan-keluarga-10

Kondisi anak kedua mengalami autis dan ADHD. Usianya 3,5 tahun. Anak ini suka berteriak di depan umum, bisa teriakannya sampai 15 menit. Bagaimana cara menghadapinya? Sebab, Nana tidak mau seperti masa anak-anak dulu. Dia ingin mendapatkan tips tentang menghadapi anak yang disebutkan autis dan ADHD tersebut.

Saat mengutarakan pertanyaan dan curhatan ini, suara Nana terasa serak. Dia seperti menahan tangis. Hal itu membuat komentar dibanjiri kalimat-kalimat yang menguatkan dan memotivasi. Ini menjadi simbol bahwa dari webinar ini saja sudah ada keterikatan batin. Luar biasa memang! Lalu, bagaimana jawaban Pak Bagus?

ketahanan-keluarga-11
Sokongan semangat untuk Nana
ketahanan-keluarga-12
Termasuk yang ini juga, motivasi untuk Nana, orang tua yang mengaku anaknya autis dan ADHD

“Anak autis ini betul-betul autis atau hanya temperamennya yang tidak bisa dikendalikan? Sebab, diagnosis autis ini bisa saja salah,” kata Pak Bagus.

Menghadapi masalah ini, beliau menyarankan untuk melihatnya secara menyeluruh. Jika sudah seperti itu, maka kita bisa memeluknya dan tidak bersedih terus-menerus.

“Ada anak ADHD yang sering lari meninggalkan orang tuanya, akhirnya dipakaikan tali,” tambah Pak Bagus.

Beliau juga memotivasi untuk jangan menyalahkan diri sendiri. Jika dilihat kondisi ini berat, ya, memang berat. Namun, pada dasarnya setiap orang memiliki masalahnya masing-masing.

Saya juga memberikan komentar di kolom Zoom bahwa Allah pasti tahu kemampuan Nana ini. Dan, Allah pasti tidak akan memberikan cobaan atau ujian melebihi batas kemampuan hamba-hamba-Nya.

Closing Statement

Membahas materi ketahanan keluarga memang sangat mengasyikkan. Ketika mengikuti webinar ini, saya sempat mengantuk dan ingin tidur. Namun, saya berhasil mengatasi kondisi tersebut dan on fire lagi. Mengikuti lagi dengan serius.

Pak Bagus dalam closing statementnya menasihati untuk menjaga diri kita dan keluarga dari api neraka. Beliau juga mencontohkan keadaan hidup, ketika diberikan kemudahan, manusia bersyukur atau tidak? Ketika diberikan kesulitan, bersabar atau tidak?

“Kita perlu belajar dari manapun, bisa dari buku, konselor, atau ustadz,” tutupnya. Pak Bagus membuat puisi tentang inti dari membentuk ketahanan keluarga itu adalah cinta.

ketahanan-keluarga-7

Webinar berakhir pada pukul sebelas malam. Ini waktu WITA. Sementara di WIB, pastilah jam sepuluh malam. Saya tidak tahu kalau waktu di Somalia, Afrika sana jam berapa? Hem, memangnya ada yang ikut webinar dari sana? Haha…

Baca Juga: Mengatasi Kecanduan Gadget pada Anak Bersama Namin Ab Ibnu Solihin

ketahanan-keluarga-13

Jika Dirasa Tulisan Ini Bermanfaat, Share Ya!

Silakan tinggalkan komentar

Email aktif kamu tidak akan ditampilkan. Tapi ini mesti diisi dengan benar.

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.