Ustadz Hilmi Firdausi: The Power of Bojoman

Ustadz Hilmi Firdausi: The Power of Bojoman

Jika Dirasa Tulisan Ini Bermanfaat, Share Ya!

Kalau melihat ada nama “man” di belakang, kesannya memang berbau pahlawan super. Misalnya: Spiderman, Batman, Ironman, tetapi kalau Bojoman? Apakah itu?

Bojo, ini bukan artinya bubur kacang ijo, adalah nama Jawa dari suami. Misalnya: “Aku duwe bojo.” Artinya: saya punya pasangan. Bojo juga bisa bermakna istri, tetapi di sini lebih ditekankan ke suami.

Punya Power

Apakah Bojoman itu ada kaitannya dengan Power Ranger? Kok pakai power juga? Dalam tulisan ini, power yang dimaksud adalah kekuatan yang dipunyai oleh seorang suami. Ada tujuh power. Ada tujuh kekuatan. Yuk, mari kita ulik satu persatu!

1. The Power of Motivator

Seorang suami atau kalau dia sudah punya anak, maka dia akan menjadi motivator. Orang yang memberikan semangat. Paling utama memang memotivasi istrinya. Lalu, anak-anaknya. Selanjutnya, kucingnya! Walah, yang terakhir ini tidak usah, lah yauw!

Dalam poin ini, memang bisa menimbulkan masalah. Soalnya, kan suami atau ayah sudah capek bekerja di kantor atau tempat kerja lainnya, tetapi kok harus memotivasi istri dan anak-anaknya? Aduh, tambah capek dong!

Tapi, lihat dulu dong jenis pekerjaannya! Biasanya, laki-laki itu pekerjaannya antara 1 atau 2 hal saja. Bandingkan dengan pekerjaan istri di rumah. Aneka pekerjaan bisa dilakukan. Dan, semuanya perlu multitasking. Laki-laki akan sangat kesulitan untuk multitasking.

Pekerjaan istri yang menumpuk dan super banyak itu bisa lho membuat istri jadi tampak lebih tua. Makanya, coba kamu lihat istrimu di rumah, bagi yang sudah menikah bertahun-tahun ya? Apakah istrimu jadi kelihatan lebih tua daripada kamu? Coba ya, tidak usah pasang fotonya di sini, lah! Hehe..

Oleh karena pekerjaan istri yang sangat banyak, maka dia perlu untuk dimotivasi, disemangati. Apa yang paling dibutuhkan dalam motivasi ini? Tidak lain dan tidak bukan adalah komunikasi. Suami harus memiliki skill komunikasi yang bagus dan mesti tahu ilmunya.

Kapan komunikasi yang bagus dengan istri? Sebelum menjawab itu, pada dasarnya istri itu memang ingin didengarkan. Meskipun, yah, omongannya receh, tidak terlalu penting, dan itu-itu saja. Mendengarkan istri yang bagus adalah sebelum tidur. Selesaikan masalah dulu dengan istri sebelum mata terpejam, dengarkan semua keluh-kesahnya selama seharian itu.

2. The Power of Teacher

Seorang suami, mau dia berprofesi guru betulan atau tidak, pada dasarnya dia tetaplah guru bagi istri dan anak-anaknya. Mengacu kepada karakter istri, bahwa istri itu terbuat dari tulang rusuk. Pada dasarnya kalau diluruskan, maka dia akan patah. Sedangkan kalau dibiarkan, akan tetap bengkok. Repot juga ‘kan?

Menjadi guru haruslah dengan dasar ilmu. Ini ibaratnya naik haji. Selalu ada manasiknya bukan? Begitu juga dengan pernikahan. Pastilah ada ilmunya.

Kita bisa lihat kehidupan Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam. Beliau ternyata jarang membawakan ayat atau hadits kepada istri-istrinya. Beliau lebih mengedepankan akhlak.

Makanya itu, suami menunjukkan saja contoh yang baik di depan istri dan anak-anak. Tentu ini membutuhkan kesabaran dari seorang suami. Salut kepada seorang suami yang punya beberapa orang istri. Pastilah kesabarannya lebih berlipat-lipat lagi.

3. The Power of Entertainer

Karakter seorang artis yang tampil di TV atau kanal media sosial adalah berwajah ceria, murah senyum, menyenangkan, dan menghibur. Nah, begitu juga dengan seorang suami. Untuk istrinya, tampilkanlah wajah yang ceria dan gembira. Untuk menjadi gembira, tidak perlu minum soda gembira ‘kan?

Agar lebih menyenangkan istri dalam poin ini, maka suami perlu belajar rayuan-rayuan gombal dan receh. Kan banyak tuh di Instagram, Facebook, Twitter, TikTok, atau di tempat-tempat lain. Boleh juga belajar dari teman. Kalau istri sudah digombali seperti itu, maka dia akan melayang-layang dan merasa sangat tersanjung.

4. The Power of Leader

Seorang suami memang sudah sepatutnya menjadi pemimpin. Namun, kekuatan ini tidak boleh mendominasi, tetapi ada di antara kekuatan-kekuatan yang lainnya.

Biasanya, kekuatan pemimpin itu mesti bertindak tegas. Ini benar, tetapi tegas tidak sama dengan kasar, keras, bengis, kejam, dan sadis. Tetaplah tegas itu menampilkan perilaku yang terbaik untuk keluarganya.

5. The Power of Caplain

Kalau yang ini kaitannya dengan ilmu agama. Pada siapa istri dan anak-anak bertanya persoalan agama di rumah? Suami adalah jawabannya! Seorang suami mesti memiliki ilmu agama Islam yang mumpuni. Jadi, dia akan bisa menjawab ketika ditanyakan tentang persoalan agama. Eits, tetapi tidak sembarang menjawab lho ya! Kalau tidak tahu, bilang saja tidak tahu, daripada salah, nanti ujungnya jadi tidak betul. Halah, salah ya jelas tidak betul!

6. The Power of Romantic

Masih banyak orang tua yang merasa risih kalau harus romantis-romantisan. Baik itu suami kepada istrinya, maupun istri kepada suaminya. Padahal, jangan salah, istri itu masih mau digombali, meskipun usianya sudah cukup tua, asal masih hidup lho ya!

Suami sebagai bojoman perlu belajar menjadi romantis, mungkin dari anak-anak muda yang lebay bin alay itu. Anak-anak muda yang pacaran terus, mencari strategi menaklukkan pacar mereka dengan kalimat-kalimat romantis. Nah, orang tua bisa mencontoh kalimat-kalimat itu untuk istrinya. Kan jadinya malah pahala toh?

7. The Power of Donour

Saya pernah ikut dalam sebuah musyawarah organisasi dakwah. Saya mengajukan usul untuk membuat salon kecantikan muslimah di daerah tempat saya tinggal. Ternyata, tanggapan dari yang laki-laki atau para suami itu tidak terlalu meresponsnya. Dalam pikiran saya, oh, istri mereka tampil apa adanya saja, lah, di rumah. Uang yang mungkin bisa dipakai perawatan untuk yang lain saja, beli minyak goreng misalnya. Tidak lucu bukan perawatan wajah pakai minyak goreng?

Seorang suami yang menjadi bojoman memang tidak boleh pelit. Uang yang didapatkan, entah itu dari bisnis atau pekerjaannya, diberikan ke istri tanpa terlalu banyak perhitungan. Kasih, ya, kasih saja. Suami boleh menghitung, tetapi yang ditekankan di sini adalah terlalu menghitung.

Misalnya, dana untuk perawatan kecantikan. Toh, nanti yang menikmati suami juga ‘kan? Wajah istri jadi cantik, rambut jadi lurus dan harum, kulit wajah jadi mulus, suamilah yang akan menikmati semua itu. Jadi, pada dasarnya dana kecantikan istri untuk suami sendiri, tidak perlu juga suami datang ke salon kecantikan untuk perawatan. Cukuplah istri, ditunggui, sampai salonnya tutup. Wah, lama bener!

Untuk biaya makan dan minum, suami juga bisa memberikan yang lebih atau lain daripada biasanya. Mungkin keluarga itu jarang makan martabak. Bolehlah dibelikan sekali-kali. Cukup martabaknya saja kok, tidak perlu gerobaknya. Memangnya, mau jualan martabak juga? Hati-hati kalau beli martabak, jangan sampai jadi mangtabrak nanti di tengah jalan!

Problematika Nyata

Untuk menjadi bojoman yang baik dan sebenarnya, memang tidak mudah. Ada berbagai kendala yang akan siap menghadang. Siap-siap saja untuk menghadapinya. Asal punya power penuh, maka maju saja.

Salah satu hal yang bisa muncul adalah ketika ada suami yang lebih suka bermain gawai daripada berkumpul dengan keluarganya. Suami main game online, pakai HP, berjam-jam, bermenit-menit, dan berdetik-detik. Bagaimana cara menasihatinya? Bagaimana cara istri menyadarkan si suami?

Suami yang menjadi bojoman itu adalah pemimpin rumah tangga. Ini sudah kaidah dasarnya. Seorang pemimpin harus dinasihati pula dalam kapasitasnya sebagai pemimpin. Jelas dia tidak akan mau dinasihati di hadapan orang banyak. Contohnya, menasihati suami di depan orang berdemo. Ini jelas akan menyakiti hatinya. Begitu juga, mempermalukan istri. Masa demo kenaikan minyak goreng, kok malah suaminya dikasih tahu tentang rumah tangganya?

Cari waktu yang tepat untuk menasihati suami, di kala suami sedang bersantai atau ketika senang. Di sini pastikan dulu bahwa dia tidak sedang main HP. Jangan sampaikan nasihat ketika suami sedang suntuk atau malah ketika dia sedang disuntik!

Hal yang berikutnya adalah bagaimana dengan istri yang punya penghasilan lebih tinggi daripada suami. Misalnya: suaminya bergaji satu juta perbulan, istrinya satu triliyun perbulan. Sentar, sentar, ini kok jomplang banget ya?! Haha…

Kalau kondisinya seperti itu, jangan posisikan istri sebagai atasan suami. Istri yang punya kemandirian secara finansial jelas harus disyukuri, karena tidak semua kondisinya seperti itu.

Dalam keadaan sebaliknya, jika suami punya penghasilan, tetapi istrinya kurang sekali diberi uang, maka istri boleh mengambil harta suami. Di mana sih disimpannya? Mungkin suami menyimpan uangnya jauh di dalam tanah, hampir dekat ke pusat bumi, hadeh, maka istri boleh mengambilnya, dengan cara menggali! Haha…

Namun, opsi semacam itu, istri mengambil harta suami adalah pilihan terakhir. Mungkin kalau dalam soal pilihan ganda, pilihan E. Hendaknya tetaplah dikomunikasikan dengan suami. Secara lisan saja, tidak usah via telepon, chat, apalagi telepati. Susah itu. Kalau dengan lisan, akan lebih mudah. Bicara dari mulut ke mulut. Sebelum bicara, ciuman mulut dulu, setelah bicara, ciuman lagi. Enak dan halal!

Tentang suami yang hobi main game sudah, istri yang berpenghasilan lebih tinggi juga sudah, berikutnya adalah suami yang punya karakter keras dan kaku. Ini bagaimana?

Sebenarnya, kekerasan dalam rumah tangga itu bisa dibenarkan apa tidak sih? Jawabannya ya tergantung. Soalnya, kalau tidak ada kekerasan dalam rumah tangga, bagaimana mau hamil? Ya ‘kan? Dalam proses “mengaduk semen” perlu kekerasan dalam suami. Ah, silakan ditafsirkan sendiri, lah!

Sementara, kekerasan yang berwujud dicari maki, dikata-katai kasar, dipukul, dan ditendang, maka ini jelas tidak diperbolehkan. Siapa sih istri yang mau diperlakukan begitu? Bukankah istri itu mesti diperlakukan dengan lembut karena istri memang bukanlah lelembut. Artinya, istri itu nyata, jelas adanya, dan bisa dipegang-pegang pula. Beda dengan lelembut yang kamu tahu sendiri, lah! Masih suka nyari di kuburan?

Ada alasan seorang suami bisa menjadi kaku, keras, bahkan kasar. Faktor penyebabnya adalah suami tersebut tidak terpuaskan tiga hal, yaitu: mata, mulut, dan kemaluannya. Ini yang mungkin tidak dipenuhi istri dengan maksimal, optimal, dan binal, halah.

Suami pada dasarnya memang ingin dipuaskan oleh istri. Dan, istri juga harus paham, bahwa memuaskan suami itu nantinya akan kembali kepada istri juga. Jika suami puas dan yah, minta lagi begitu, maka dia akan semakin menyayangi istrinya. Akhirnya juga, dia tidak akan pernah terpikir untuk berpindah ke lain hati, apalagi ke lain planet. Cukup satu saja sudah puas, buat apa cari yang lain?

Sedangkan, jika yang ada satu itu tidak memuaskan, istri sibuk dengan kehidupannya sendiri, maka jangan salahkan jika suami tidak berbuat benar. Ya, soalnya dia sudah berbuat salah, otomatis tidak berbuat benar!

Jika Dirasa Tulisan Ini Bermanfaat, Share Ya!

Silakan tinggalkan komentar

Email aktif kamu tidak akan ditampilkan. Tapi ini mesti diisi dengan benar.

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.