Mendengar kata puber, biasanya dikaitkan dengan remaja. “Wuih, lagi puber ya!” Tapi bisa juga sih untuk orang dewasa. “Lagi puber ketiga ya?”
Puber juga bisa untuk iklan pemutih. “Wah, kulitnya puber nih! Putih bersih!”
Bukan itu yang mau dibahas di sini, termasuk bukan juga puber ketiga, keempat, ketujuh bagi orang dewasa kalau ada. Puber dalam tulisan ini ditambahkan tas, menjadi pubertas. Nah, apa sih pubertas? Dijelaskan lebih lengkap melalui zoom meeting bersama Dr. Faisal Sundani, Lc, MEd pada Ahad (25/12/2022) yang lalu. Beliau adalah seorang doktor.
Tujuan Pengasuhan
Para prinsipnya, tujuan pengasuhan untuk anak laki-laki, yaitu: ingin dijadikan hamba Allah yang bertakwa. Selain itu, menjadi calon suami dan ayah yang saleh. Anak laki-laki juga perlu dibantu untuk mendapatkan keahlian di bidangnya masing-masing. Anak laki-laki ketika dewasa nanti diarahkan untuk menjadi pendidik, pengasuh, dan pendakwah.
Sedikit berbeda dengan anak perempuan. Tetap ingin dijadikan sebagai hamba Allah yang bertakwa. Menjadi calon istri dan ibu yang salehah. Ditambah dengan mendapatkan keahlian di bidang masing-masing.
Tujuan pengasuhan bagi anak perempuan memang lebih sedikit daripada laki-laki. Sebab, secara umum dan ini sudah jamak diketahui, bahwa anak perempuan ketika dewasa nanti, memang lebih bagus tinggal di rumah bersama suami dan anak-anak.
Pengasuhan terhadap anak memang dikaitkan juga dengan fase-fase kehidupan manusia. Ada enam fase, apa saja? Simak di bawah ini ya!
1. Prakelahiran
Ini ada dalam QS. Al-Hajj ayat 5
يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ إِن كُنتُمْ فِى رَيْبٍ مِّنَ ٱلْبَعْثِ فَإِنَّا خَلَقْنَٰكُم مِّن تُرَابٍ ثُمَّ مِن نُّطْفَةٍ ثُمَّ مِنْ عَلَقَةٍ ثُمَّ مِن مُّضْغَةٍ مُّخَلَّقَةٍ وَغَيْرِ مُخَلَّقَةٍ لِّنُبَيِّنَ لَكُمْ ۚ وَنُقِرُّ فِى ٱلْأَرْحَامِ مَا نَشَآءُ إِلَىٰٓ أَجَلٍ مُّسَمًّى ثُمَّ نُخْرِجُكُمْ طِفْلًا ثُمَّ لِتَبْلُغُوٓا۟ أَشُدَّكُمْ ۖ وَمِنكُم مَّن يُتَوَفَّىٰ وَمِنكُم مَّن يُرَدُّ إِلَىٰٓ أَرْذَلِ ٱلْعُمُرِ لِكَيْلَا يَعْلَمَ مِنۢ بَعْدِ عِلْمٍ شَيْـًٔا ۚ وَتَرَى ٱلْأَرْضَ هَامِدَةً فَإِذَآ أَنزَلْنَا عَلَيْهَا ٱلْمَآءَ ٱهْتَزَّتْ وَرَبَتْ وَأَنۢبَتَتْ مِن كُلِّ زَوْجٍۭ بَهِيجٍ
Artinya:
Hai manusia, jika kamu dalam keraguan tentang kebangkitan (dari kubur), maka (ketahuilah) sesungguhnya Kami telah menjadikan kamu dari tanah, kemudian dari setetes mani, kemudian dari segumpal darah, kemudian dari segumpal daging yang sempurna kejadiannya dan yang tidak sempurna, agar Kami jelaskan kepada kamu dan Kami tetapkan dalam rahim, apa yang Kami kehendaki sampai waktu yang sudah ditentukan, kemudian Kami keluarkan kamu sebagai bayi, kemudian (dengan berangsur-angsur) kamu sampailah kepada kedewasaan, dan di antara kamu ada yang diwafatkan dan (adapula) di antara kamu yang dipanjangkan umurnya sampai pikun, supaya dia tidak mengetahui lagi sesuatupun yang dahulunya telah diketahuinya. Dan kamu lihat bumi ini kering, kemudian apabila telah Kami turunkan air di atasnya, hiduplah bumi itu dan suburlah dan menumbuhkan berbagai macam tumbuh-tumbuhan yang indah.
Kemudian ada juga di QS Al-Mukminun ayat 14:
ثُمَّ خَلَقْنَا النُّطْفَةَ عَلَقَةً فَخَلَقْنَا الْعَلَقَةَ مُضْغَةً فَخَلَقْنَا الْمُضْغَةَ عِظَامًا فَكَسَوْنَا الْعِظَامَ لَحْمًا ثُمَّ أَنْشَأْنَاهُ خَلْقًا آخَرَ ۚ فَتَبَارَكَ اللَّهُ أَحْسَنُ الْخَالِقِينَ ﴿ ١٤﴾
Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha sucilah Allah, Pencipta yang Paling Baik.
2. Tahap Penyusuan
Hal ini ada dalam QS. Al-Baqarah ayat 233:
وَٱلْوَٰلِدَٰتُ يُرْضِعْنَ أَوْلَٰدَهُنَّ حَوْلَيْنِ كَامِلَيْنِ ۖ لِمَنْ أَرَادَ أَن يُتِمَّ ٱلرَّضَاعَةَ ۚ وَعَلَى ٱلْمَوْلُودِ لَهُۥ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِٱلْمَعْرُوفِ ۚ لَا تُكَلَّفُ نَفْسٌ إِلَّا وُسْعَهَا ۚ لَا تُضَآرَّ وَٰلِدَةٌۢ بِوَلَدِهَا وَلَا مَوْلُودٌ لَّهُۥ بِوَلَدِهِۦ ۚ وَعَلَى ٱلْوَارِثِ مِثْلُ ذَٰلِكَ ۗ فَإِنْ أَرَادَا فِصَالًا عَن تَرَاضٍ مِّنْهُمَا وَتَشَاوُرٍ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِمَا ۗ وَإِنْ أَرَدتُّمْ أَن تَسْتَرْضِعُوٓا۟ أَوْلَٰدَكُمْ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ إِذَا سَلَّمْتُم مَّآ ءَاتَيْتُم بِٱلْمَعْرُوفِ ۗ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ وَٱعْلَمُوٓا۟ أَنَّ ٱللَّهَ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ
Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma’ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.
Baca Juga: Saat Anak Terjatuh, Hati-hati dengan Ucapan Tidak Apa-apa
3. Tahap Kanak-kanak
Fase ini dalam QS. An-Nur ayat 31:
وَقُل لِّلْمُؤْمِنَٰتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَٰرِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا ۖ وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَىٰ جُيُوبِهِنَّ ۖ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ ءَابَآئِهِنَّ أَوْ ءَابَآءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ أَبْنَآئِهِنَّ أَوْ أَبْنَآءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ إِخْوَٰنِهِنَّ أَوْ بَنِىٓ إِخْوَٰنِهِنَّ أَوْ بَنِىٓ أَخَوَٰتِهِنَّ أَوْ نِسَآئِهِنَّ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَٰنُهُنَّ أَوِ ٱلتَّٰبِعِينَ غَيْرِ أُو۟لِى ٱلْإِرْبَةِ مِنَ ٱلرِّجَالِ أَوِ ٱلطِّفْلِ ٱلَّذِينَ لَمْ يَظْهَرُوا۟ عَلَىٰ عَوْرَٰتِ ٱلنِّسَآءِ ۖ وَلَا يَضْرِبْنَ بِأَرْجُلِهِنَّ لِيُعْلَمَ مَا يُخْفِينَ مِن زِينَتِهِنَّ ۚ وَتُوبُوٓا۟ إِلَى ٱللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَ ٱلْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinyua agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.
4. Tahap Tamyiz (Belum Baligh)
Kalau di fase tiga adalah QS An-Nur ayat 31, sedangkan kalau dalam tahap ini di QS. An-Nur ayat 58.
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ لِيَسْتَـْٔذِنكُمُ ٱلَّذِينَ مَلَكَتْ أَيْمَٰنُكُمْ وَٱلَّذِينَ لَمْ يَبْلُغُوا۟ ٱلْحُلُمَ مِنكُمْ ثَلَٰثَ مَرَّٰتٍ ۚ مِّن قَبْلِ صَلَوٰةِ ٱلْفَجْرِ وَحِينَ تَضَعُونَ ثِيَابَكُم مِّنَ ٱلظَّهِيرَةِ وَمِنۢ بَعْدِ صَلَوٰةِ ٱلْعِشَآءِ ۚ ثَلَٰثُ عَوْرَٰتٍ لَّكُمْ ۚ لَيْسَ عَلَيْكُمْ وَلَا عَلَيْهِمْ جُنَاحٌۢ بَعْدَهُنَّ ۚ طَوَّٰفُونَ عَلَيْكُم بَعْضُكُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ ۚ كَذَٰلِكَ يُبَيِّنُ ٱللَّهُ لَكُمُ ٱلْءَايَٰتِ ۗ وَٱللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ
Hai orang-orang yang beriman, hendaklah budak-budak (lelaki dan wanita) yang kamu miliki, dan orang-orang yang belum baligh di antara kamu, meminta izin kepada kamu tiga kali (dalam satu hari) yaitu: sebelum sembahyang subuh, ketika kamu menanggalkan pakaian (luar)mu di tengah hari dan sesudah sembahyang Isya’. (Itulah) tiga aurat bagi kamu. Tidak ada dosa atasmu dan tidak (pula) atas mereka selain dari (tiga waktu) itu. Mereka melayani kamu, sebahagian kamu (ada keperluan) kepada sebahagian (yang lain). Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayat bagi kamu. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.
5. Tahap Dewasa
Pada fase kelima ini, dalilnya di QS. Al-Ahqaf ayat 15.
وَوَصَّيْنَا ٱلْإِنسَٰنَ بِوَٰلِدَيْهِ إِحْسَٰنًا ۖ حَمَلَتْهُ أُمُّهُۥ كُرْهًا وَوَضَعَتْهُ كُرْهًا ۖ وَحَمْلُهُۥ وَفِصَٰلُهُۥ ثَلَٰثُونَ شَهْرًا ۚ حَتَّىٰٓ إِذَا بَلَغَ أَشُدَّهُۥ وَبَلَغَ أَرْبَعِينَ سَنَةً قَالَ رَبِّ أَوْزِعْنِىٓ أَنْ أَشْكُرَ نِعْمَتَكَ ٱلَّتِىٓ أَنْعَمْتَ عَلَىَّ وَعَلَىٰ وَٰلِدَىَّ وَأَنْ أَعْمَلَ صَٰلِحًا تَرْضَىٰهُ وَأَصْلِحْ لِى فِى ذُرِّيَّتِىٓ ۖ إِنِّى تُبْتُ إِلَيْكَ وَإِنِّى مِنَ ٱلْمُسْلِمِينَ
Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan, sehingga apabila dia telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun ia berdoa: “Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridhai; berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri”.
6. Masa Tua
Nah, ini yang terjadi setelah masa dewasa, yaitu: masa tua. Dalilnya di QS. Ghafir / QS. Al-Mu’min ayat 67.
هُوَ ٱلَّذِى خَلَقَكُم مِّن تُرَابٍ ثُمَّ مِن نُّطْفَةٍ ثُمَّ مِنْ عَلَقَةٍ ثُمَّ يُخْرِجُكُمْ طِفْلًا ثُمَّ لِتَبْلُغُوٓا۟ أَشُدَّكُمْ ثُمَّ لِتَكُونُوا۟ شُيُوخًا ۚ وَمِنكُم مَّن يُتَوَفَّىٰ مِن قَبْلُ ۖ وَلِتَبْلُغُوٓا۟ أَجَلًا مُّسَمًّى وَلَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ
Dialah yang menciptakan kamu dari tanah kemudian dari setetes mani, sesudah itu dari segumpal darah, kemudian dilahirkannya kamu sebagai seorang anak, kemudian (kamu dibiarkan hidup) supaya kamu sampai kepada masa (dewasa), kemudian (dibiarkan kamu hidup lagi) sampai tua, di antara kamu ada yang diwafatkan sebelum itu. (Kami perbuat demikian) supaya kamu sampai kepada ajal yang ditentukan dan supaya kamu memahami(nya).
Persepsi yang Salah Kaprah
Dalam Islam, fase remaja itu ternyata memang tidak ada. Menurut David Bakan, Adolescents in Amerika, mengatakan bahwa konsep remaja sebagai periode lanjutan hidup setelah pubertas adalah konsep yang baru dikembangkan di paruh akhir abad ke-19 dan awal ke-20 untuk memperpanjang masa kanak-kanak.
Biasanya, remaja dalam istilah kita dikatakan akil baligh. Istilah tersebut ada dalam Bahasa Indonesia, sementara dalam istilah Arab, akil itu artinya tidak gila.
Kalau memang sedang membahas remaja, kita sering mengacu kepada dua hal, yaitu: hal-hal yang negatif dan fase transisi, artinya diizinkan untuk berbuat salah. Dianggap belum dihisab oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
Padahal, anak-anak ketika memasuki usia baligh, maka itu sudah masuk dewasa. Anak laki-laki bisa menghamili anak perempuan, dan begitu pula anak perempuan pun bisa hamil. Mereka sebenarnya sudah menjadi dewasa di hadapan Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
Mereka pun bisa berbuat kriminal seperti orang yang lebih dewasa usianya. Makanya, ketika dikaitkan dengan kejahatan remaja, bukan melihat karena mereka di bawah umur, melainkan karena pada usia seperti itu saja, sudah berbuat kejahatan. Yuk, geleng-geleng kepala!
Pubertas pada Anak
Masih berkaitan dengan mengenal pubertas, pada anak memang ditandai dengan perubahan bagian tubuh dan hormonal.
Pada anak laki-laki, tanda baligh adalah sudah mimpi basah (ihtilam), ada rambut kemaluan, dan berusia 15 tahun. Sementara pada anak perempuan ada ihtilah (mirip mimpi basah pada laki-laki), sudah haid, ada rambut kemaluan, dan telah berusia 15 tahun pula.
Saya di sini tidak mengatakan bulu kemaluan ya! Soalnya, menurut saya, bulu itu cuma ada di ayam, burung, bebek. Sedangkan pada manusia itu lebih tepatnya adalah rambut. Begitu pula kucing, lebih cocoknya rambut kucing, bukan bulu kucing. Oke?
Nah, tanda-tanda baligh tersebut memang perlu diketahui orang tua. Apalagi jika anak memang sudah masuk 15 tahun. Namun, untuk bertanya, seringkali merasa rikuh alias tidak enak. Pertanyaan seperti, “Nak, di kelaminmu sudah tumbuh rambut?”
Atau, “Kamu sudah mimpi basah, Nak?”
“Kamu sudah haid pertama kali, Nduk?” Istilah “Nduk” untuk anak perempuan bagi orang Jawa.
Beda halnya kalau anak bercerita sendiri ke orang tuanya. Maka, itu berarti sudah ada kedekatan yang cukup intens dengan ayah atau ibunya. Dan, memang kedekatan itu perlu dibangun sejak jauh-jauh hari sebelumnya.
Saat anak kecil, orang tua sangat perlu membangun kedekatan. Soalnya, kalau sudah baligh, biasanya mulai ada jarak antara anak dan orang tua. Buktinya, pertanyaan tentang pubertas itu menimbulkan kerikuhan tersendiri.
Tidak jarang, masa haid pertama atau mimpi basah perdana terjadi saat anak di sekolah. Lebih tepatnya sekolah di pesantren.
Anak tinggal di asrama. Saat mengalami hal tersebut, respons mereka mungkin bingung, malu, atau bahkan takut. Haid misalnya, bagi anak perempuan, bisa menimbulkan perasaan tersendiri. Apalagi ‘kan memang ketika haid terjadi perubahan pikiran.
Semestinya, bagi pembina atau guru pondoknya, memberikan edukasi yang baik kepada anak-anak tersebut. Misalnya, ketika haid, tidak perlu merasa malu. Cukup diajari cara menggunakan pembalut, termasuk cara membuangnya. Jangan dibuang di kloset atau toilet. Selain bisa menyebabkan mampet, juga memang tidak bisa dicerna di dalam sana oleh bakteri-bakteri.
Demikian juga anak laki-laki. Bangun tidur tiba-tiba celananya basah. Teman-teman sekamarnya akan menduga bahwa dia mengompol, padahal ‘kan tidak.
Respons teman-temannya mungkin akan meledek, menertawakan, lalu membully, bisa jadi lho ya. Sementara yang pemimpi basah itu jadi malu, tidak enak, dicampur sedikit marah. Kalau orangnya cuek sih tidak masalah, tetapi jika dia memang pemalu, itu akan jadi masalah yang cukup serius.
Persiapan Anak Menuju Dewasa (Mukallaf)
Setelah anak memasuki masa baligh, seperti tanda-tanda pubertas yang saya tulis di atas, maka sebenarnya pada masa itu, bukan lagi tanggungan orang tua. Hah? Iya, begitulah, karena anak sudah memasuki usia dewasa (mukallaf) dan memang seharusnya begitu.
Akan tetapi, di Indonesia tentunya berbeda. Sebab, di sini, jangankan anak sudah memasuki baligh, ketika mereka menikah saja, masih banyak kok yang menumpang di rumah orang tua. Istilahnya adalah PMI atau Pondok Mertua Indah. Hal tersebut memang tidak bisa dipungkiri, apalagi dipungkanan.
Apa saja langkah untuk mempersiapkan pubertas anak menuju dewasa:
- Konsolidasi ilmu dan bersabar. Menanamkan ilmu kepada anak memang membutuhkan kesabaran. Apalagi anak mempunyai kondisi penerimaan ilmu yang berbeda-beda.
- Mulai dengan memperbaiki diri dan hubungan dengan pasangan. Sejak kecil, anak adalah peniru yang sangat ulung. Tingkah polah kedua orang tuanya akan membekas pada jiwa dan pikirannya. Oleh karena itu, sangat disarankan jika toh suami istri harus bertengkar, janganlah di depan anak. Silakan cari ring sendiri yang tidak diketahui oleh mereka, eh!
- Bayar utang pengasuhan. Agar anak siap menuju dewasa, maka kebutuhan akan pengasuhannya harus dipenuhi. Meskipun mungkin tidak 24 jam bersama anak, tetapi penggunaan waktu yang berkualitas antara orang tua dan anak sangat dibutuhkan.
- Lengkapi yang kurang. Orang tua perlu melakukan evaluasi, mana saja sih yang perlu untuk diperbaiki? Mana yang masih kurang? Evaluasi ini penting meskipun orang tua sudah tidak sekolah lagi. Memangnya evaluasi cuma untuk soal ujian saja?
- Persiapan waktu. Ada kaitannya dengan poin satu, rentang waktu yang dibutuhkan tergantung dari kemampuan anak. Namun, waktu tetaplah tidak bisa diubah, yaitu: 24 jam. Walaupun memakai jam merek mahal, tetapi 24 jam lho! Penjualnya tidak memberikan bonus waktu ‘kan?
- Berbagi tugas karena sejatinya suami istri adalah satu tim. Mendidik anak tidak bisa hanya urusan istri saja, sementara suaminya berleha-leha sambil main game. Timnya harus solid, sedangkan Solitaire adalah nama game jaman baheula. Walah, apaan sih?
- Agama adalah kunci. Pendidikan kepada anak menuju kedewasaan mereka selalu harus dikaitkan dengan agama Islam.
Ada satu hal yang menjadi sebab orang tua perlu melakukan persiapan anak menuju mukallaf. Dan, ini sangat berkaitan dengan kondisi sekarang alias jaman now. Kalau zaman dulu, orang tua adalah figur sentral bagi anak. Waktu itu, tidak ada media atau saluran lain, sehingga orang tua betul-betul ditaati.
Namun kini, orang tua bukanlah figur sentral bagi anak. Banyak sekali media yang bisa menggantikan peran orang tua. Ketika anak dimarahi, anak masuk kamar, dia membuka YouTube atau media sosial, lalu menganggap itulah orang tuanya yang sebenarnya. Akhirnya jadi pelampiasannya.
Anak mudah sekali menemukan penyaluran jika orang tuanya sudah tidak lagi disukai. Mereka bisa masuk ke tempat hiburan, baik nyata maupun dunia maya. Anak-anak bisa masuk ke dalam jaringan prostitusi. Bisa masuk juga ke dalam peredaran barang gelap. Intinya, selama ada internet dan perangkat pendukungnya, jaman now tidak bisa dikatakan anak aman-aman saja.
Menyangkut Perasaan Anak
Coba diingat-ingat lagi, ketika anak kita pulang, apa yang kita tanya pertama kali? Pasti urusan sekolah bukan? Misalnya, “Gimana tadi sekolahnya, Nak?”
Mengapa sekolah dulu yang ditanya? Sebab itu adalah pertanyaan yang paling gampang. Padahal, orang tua perlu tahu perasaan anak.
Seperti tulisan saya yang lalu, tentang kelas parenting bersama Bunda Elly Risman seputar mengenali pornografi pada anak, ketika kita mengepel lantai, lalu anak melempar sepatunya sembarangan, jangan langsung dimarahi. Tanyakan dulu, mengapa dia bertindak begitu? Marahkah? Jengkelkah? Atau perasaan apa? Gali dulu akar masalahnya dan biarkan dia mengungkapkan perasaannya.
Baca Juga: 4 Hal Penting yang Dipelajari Anak Perempuan dari Ayahnya
Orang tua bisa bertanya kepada anak, “Tadi asyik sekolah nggak?” Atau, “Tadi ketemu siapa saja?”
Jika orang tua mengabaikan perasaan anak, maka bisa lho terjadi pelecehan seksual kepada mereka. Akhirnya, anak mencari pelampiasan perasaan yang negatif, karena orang tua mengabaikan atau jarang menyapa perasaan anak tersebut.
Selain urusan perasaan, anak juga perlu diajarkan kedewasaan sedari kecil agar kelak dia menjadi orang dewasa sepenuhnya. Contohnya, anak diajarkan untuk mengetuk pintu kamar orang tuanya pada tiga waktu, yaitu: sesudah Subuh, ketika tengah hari, dan setelah Isya. Hal tersebut sesuai dengan QS. An-Nur ayat 31 seperti yang tercantum di atas.
Tiga waktu itu biasanya aurat orang tuanya terbuka. Dan, mungkin juga, pada tiga waktu itu, kedua orang tuanya berhubungan intim.
Nah, anak perlu tahu bahwa itu yang namanya privasi, aurat tidak boleh sembarangan dilihat oleh orang lain, termasuk anggota keluarga sendiri. Kan ada tuh kasus pelecehan seksual dalam keluarga sendiri. Mengerikan bukan kalau sampai terjadi?
Terus, bagaimana jika anak sudah punya kamar sendiri, tetapi ngeloyor ke kamar orang tuanya? Mungkin dia rindu tidur bareng orang tuanya, waktu bayi ‘kan seperti itu. Mungkin juga dia merasa ketakutan, galau, tidak nyaman, makanya merindukan belaian orang tua pada waktu tidur.
Tentunya hal tersebut tidak bisa dibiarkan. Bujuk anak agar kembali ke kamarnya lagi. Kasih tahu anak bahwa tidak semua anak itu punya kamar sendiri atau kamar pribadi.
Selain itu, buatlah dekorasi kamar anak yang menarik. Mungkin dengan warna cat tembok kesukaannya, perabotan juga dengan warna yang sama. Saat menata kamar, libatkan anak agar tumbuh perasaan bahwa itu adalah kamarnya!
Kita lihat orang barat. Sejak anaknya bayi, sudah dipisahkan dengan orang tuanya. Bayi tersebut punya boks sendiri atau bahkan kamar sendiri. Sementara di Indonesia, anak diletakkan di tengah, antara ayah dan ibunya. Akhirnya, ketika timbul hasrat suaminya, susah juga karena di tengah ada anaknya. Khawatirnya malah terkena senggolan, padahal bayi tersebut tidak berharap, “Senggol dong!”
Memang Sebuah Proses
Pada dasarnya, masa pubertas itu akan dialami anak sebelum dia menjadi dewasa. Mengenal masa pubertas itu adalah sebuah proses yang dijalankan oleh orang tuanya.
Mempersiapkan anak mengalami masa pubertas hingga dia dewasa terbukti tidak banyak dilakukan orang tua, meskipun mendorong anak-anaknya untuk belajar agama. Sekarang sudah jadi tren memasukkan anak ke pondok pesantren atau pondok tahfidz, tetapi untuk urusan menuju kedewasaan belum tentu.
Bekal untuk mengenal masa pubertas juga ada kaitannya dengan pendidikan seksualitas kepada anak. Bagaimana cara menerapkan pendidikan seksualitas ini?
Pendidikan seksualitas yang benar kepada anak, akan bisa menghindarkan anak dari kejahatan seksual. Termasuk dalam hal ini sudah pasti adalah pelecehan seksual. Kita bisa lihat data tentang kasus atau masalah seksualitas pada anak!
Sampai di sini, tentunya pembahasan tentang mengenal masa pubertas anak membutuhkan waktu dan kajian lebih dalam lagi. Apalagi keberadaan orang tua sebagai pengomsumsi materinya harus saling mendukung dan menguatkan. Soalnya, sering kali ada acara tentang parenting, yang ikut cuma ibunya saja. Bapaknya entah ke mana?
Suami istri adalah sebuah tim. Kalau bapaknya kemarin senang menonton tim sepakbola negara kesukaannya, kenapa tidak bikin juga tim bersama istrinya? Mendidik anak memang bukanlah permainan. Namun, jika tahu caranya, maka akan lebih mengasyikkan daripada sekadar permainan biasa. Kamu setuju?
Dan, bagi kamu yang ingin mendapatkan tulisan terbaru saya berikutnya tentang parenting dan pendidikan keluarga atau materi seputar webinar semacam ini, silakan ketik di kolom komentar pada bagian bawah. Syukron. Terima kasih. Wassalam…