Ketika Mengajak Anak ke Masjid

Ketika Mengajak Anak ke Masjid

Jika Dirasa Tulisan Ini Bermanfaat, Share Ya!

Beberapa tahun yang lalu, saya, istri, dan dua anak kami berkunjung ke rumah tante istri saya. Rumahnya ada di Kendari, berada di perumahan BTN yang letaknya agak di bukit. Kamu pasti belum pernah ke sana ‘kan?!

Rumah itu memang cukup sempit. Ada kamar ukuran kecil dekat kamar mandi. Di situlah kami tidur dan bermalam. Cerita ini tentang pengalaman nyata saya ketika mengajak anak ke masjid. Simak sampai selesai ya!

Tante itu adalah adik dari mertua laki-laki saya yang sudah meninggal. Istri memang ingin sekali datang, makanya ya dibawa ke situ saja.

Soalnya tidak tiap hari juga berkunjung ke sana ‘kan? Maklum, perjalanan Kabupaten Bombana ke Kendari cukup jauh, mencapai 3-4 jam menggunakan mobil. Kalau jalan kaki, saya tidak tahu butuh berapa jam, apalagi kalau dengan jalan jongkok, aduh!

Dekat Masjid

Alhamdulillah, rumah tante istri itu dekat masjid. Walaupun dekat, saya dan anak-anak tetap naik motor. Nah, anak kedua saya yang berumur 3 atau 4 tahun ketika itu sebenarnya mempunyai karakter yang tidak rewel. Dia cukup diam jika dibawa ke masjid. Makanya, saya bawa. Saya niatkan saja untuk mengajak anak ke masjid.

Namun, ternyata berubah! Waktu salat Maghrib, dia ribut. Menangis dan berteriak cukup kencang. Saya jadi hilang konsentrasi. Ada apa ini? Kenapa bisa begini? Begitu pikiran saya.

Saya mulai menemukan jawabannya. Ternyata dia diganggu oleh makhluk halus, eh, maksudnya anak yang lebih besar. Menggoda-goda dan mungkin membully atau semacam itulah hingga anak saya menangis.

Selesai salat, saya gendong dan tenangkan anak itu. Akan tetapi, saya justru dimarahi oleh orang masjid situ, “Pak, kalau mengganggu di masjid, tidak usah bawa anak! Mengganggu saja!”

Sebenarnya memang sih mungkin ada kesalahan saya membawa anak tersebut ke masjid, tetapi ‘kan bukan dengan cara yang keras dan cenderung kasar seperti itu? Mungkin dia tahu saya ini pendatang di tempat itu, bukan warga asli sekitar, makanya si orang tua berani memarahi.

Hampir saya tidak terima. Saya mau balas memarahi juga dia. Ingin saya katakan bahwa anak saya ini diganggu.

Bukan karakternya mau menangis sendiri apalagi main-main sembarang di masjid. Dia bisa diam kok. Dia bisa tenang di dalam shaf kok. Hanya saja ada anak lain yang lebih besar, makanya jadi begitu. Kenapa bukan anak lain yang lebih besar itu yang dimarahi?

Saya sadar jika saya memarahi juga, waduh, jangan sampai orang-orang masjid lain ikut terlibat. Mereka pasti akan membela si orang tua itu.

Wah, saya tidak mau panjang urusan, toh saya di rumah tante tidak lama juga! Saya tahan diri saja, sabar saja. Toh keutamaan menahan marah juga sangat banyak, di antaranya mendapatkan keutamaan seperti ini:

Dari Mu’adz radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ كَظَمَ غَيْظاً وَهُوَ قَادِرٌ عَلَى أَنْ يُنَفِّذهُ دَعَأهُ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ عَلَى رُؤُوْسِ الْخَلاَئِقِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتَّى يُخَيِّرَهُ مِنَ الْحُوْرِ مَا شَاءَ

Barang siapa menahan amarahnya padahal mampu meluapkannya, Allah akan memanggilnya di hadapan para makhluk pada hari Kiamat untuk memberinya pilihan bidadari yang ia inginkan.” (HR. Abu Daud, no. 4777; Ibnu Majah, no. 4186. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadits ini sanadnya hasan)

Dapat istri yang cantik saja sudah senang luar biasa, apalagi dapat bidadari. Ya ‘kan?

Kondisi Banyak Masjid

Mengajak anak ke masjid memang seperti dilematis. Pada satu sisi, kita sebagai orang tua ingin agar anak dikenalkan dengan salat sedini mungkin.

Tidak hanya salat, termasuk dengan alat salatnya. Masjid juga termasuk alat salat bukan? Makanya, kalau ada yang menikah dengan maskawin seperangkat alat salat, mestinya harus dengan masjidnya juga, hehe…

Satu sisi mengajak anak ke masjid ingin anak kita saleh, tetapi permasalahannya bagaimana jika mengganggu? Bagaimana jika anak kita ribut di masjid, bermain sana sini, naik meja, naik kursi, bahkan naik mimbar? Kalau naik ke menara masjid, sepertinya tidak sampai ke situ deh.

Apalagi masjid ‘kan memang tempat umum. Beberapa atau banyak orang ada di situ. Mereka salat, berdzikir, mengaji, mendengarkan khutbah, membaca buku, maupun tidur, atau bahkan chat dengan orang yang tidak jelas. Intinya masjid sebagai tempat ibadah juga perlu dijaga ketenangan dan kekhusyukannya.

Ketika anak-anak ribut, menangis, maupun berteriak, maka jamaah lain bisa pecah konsentrasi. Suasana masjid tenang saja sudah susah khusyuk, apalagi ini ribut.

Mungkin ketika salat memikirkan pekerjaan, utang, keluarga, maupun memikirkan nasibnya sendiri yang belum dapat jodoh sampai sekarang. Kasihan deh ya.

Lalu, bagaimana sih seharusnya hukum mengajak anak ke masjid itu?

Pada Dasarnya Diperbolehkan

mengajak-anak-ke-masjid-2
Ternyata, saya ingin punya anak perempuan juga

Anak adalah makhluk dan hamba Allah Subhanahu Wa Ta’ala juga. Dan, dia pun berhak untuk datang dan hadir di situ. Pada zaman Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam, ada kisah yang unik tentang anak-anak yang datang di masjid.

Dari Abdullah bin Buraidah radhiallahu ’anhu, ia berkata:

: خطبنا رسول الله صلى الله عليه وسلم، فأقبل الحسن والحسين رضي الله عنهما عليهما قميصان أحمران يعثران ويقومان، فنزل فأخذهما فصعد بهما المنبر، ثم قال: “صدق الله، إنما أموالكم وأولادكم فتنة، رأيت هذين فلم أصبر”، ثم أخذ في الخطبة

“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkhutbah di hadapan kami. Lalu Hasan dan Husain radhiallahu ’anhuma datang ke masjid dengan memakai gamis berwarna merah, berjalan dengan sempoyongan jatuh bangun (karena masih kecil). Lalu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam turun dari mimbar masjid dan menggendong kedua cucu tersebut, dan membawanya naik ke mimbar. Lalu beliau bersabda, “Maha Benar Allah, bahwa harta dan anak-anak itu adalah fitnah (ujian), aku melihat kedua cucuku ini aku tidak bisa bersabar”. Lalu Rasulullah kembali melanjutkan khutbahnya.” (HR. Abu Daud no. 1109, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Abu Daud).

Mengajak anak ke masjid memang tujuan utamanya adalah mengenalkan salat. Mungkin kita masih ingat bahwa anak berumur 7 tahun harus dikenalkan dengan salat, sedangkan umur 10 tahun harus dipukul jika masih tidak mau salat.

Oleh karena itu, semestinya sebelum umur 7 tahun, salat bisa dikenalkan, salah satunya ya dengan ke masjid, melihat orang tuanya salat, melihat orang lain salat.

Namun, mesti dipahami juga, anak-anak yang bagaimana yang bisa diajak ke masjid? Para ulama mengatakan bahwa anak-anak dengan tipe: belum bisa diatur, main-main saja ketika salat, suaranya bising, dan terlalu kecil, misalnya baru lahir begitu, maka jangan dulu dibawa ke masjid.

Orang tua mesti paham, anaknya ini cocok tidak dibawa? Jika nanti dibawa ke masjid, ribut terus, besoknya dibawa, ribut juga, maka jangan dulu dibawa ya!

Solusinya, perkenalkan salat saja di rumah. Mungkin bisa dengan istri untuk mengajarinya atau dengan kita setelah pulang dari masjid.

Hak Anak di Dalam Masjid

mengajak-anak-ke-masjid-1

Anak-anak juga punya kedudukan di dalam shaf salat. Jika dia berada di depan, maka jangan sembarang dimundurkan.

Orang yang lebih dewasa tidak boleh melakukannya, siapa suruh datang terlambat? Main HP dulu ya? Biasanya ‘kan anak-anak sudah datang terlebih dulu sebelum imam, muadzin, maupun para jamaah lainnya.

Itu dia semangat yang perlu dicontoh dari anak-anak, mereka semangat sekali ibadah, sementara banyak orang dewasa yang malas-malasan salat.

Menurut Syekh bin Baz rahimahullah, keberadaan anak-anak di dalam shaf tidaklah memutus shaf tersebut. Itu diibaratkan ada penghalang di antara dua shaf, atau bisa juga diibaratkan seperti tiang dalam masjid. Bila menganggap tiang masjid itu menghalangi atau memutus shaf, masa tiangnya mau dipindahkan begitu saja?

Anak-anak memang perlu dipahamkan juga bahwa shaf yang utama itu memang di depan bagi anak laki-laki. Itulah tempat VIP.

Tempat yang paling dekat dengan imam, keutamaannya lebih besar daripada shaf berikutnya atau bahkan shaf di teras masjid. Jika anak-anak nyaman di situ, maka besok-besoknya dia akan incar posisi itu lagi.

Nah, kalau sudah di depan, ada jamaah-jamaah dewasa di belakangnya, maka dia tidak akan banyak berkutik. Mau ribut, pasti dia akan mikir-mikir. Jangan sampai dimarahi. Beda halnya dengan anak-anak ditaruh di belakang sendiri, apalagi dikumpulkan jadi satu. Waduh, peluang ributnya lebih besar dan justru akan makin mengganggu!

Ini yang Seharusnya Dimarahi

mengajak-anak-ke-masjid-3
Jangan sampai masjid makin sepi!

Menurut dr. Aisah, memarahi anak sekarang itu perlu dipikirkan lebih jauh. Sebab, kondisinya beda dengan saat orang tua kita menjadi anak-anak. Kalau dulu, anak-anak dimarahi, maka dia akan menurut. Kalau sekarang, dimarahi, maka anak-anak akan mudah mencari tempat pelampiasan. Apalagi sarananya sangatlah banyak.

Makanya, jangan heran jika lebih banyak anak yang nongkrong di rental PS, warnet (kalau masih ada), mall, bioskop, maupun tempat umum lainnya daripada di masjid.

Soalnya, mereka memang lebih nyaman di sana. Pelayanannya menyenangkan, ditambah dengan senyum dari pegawainya yang cantik, banyak bonus, hadiahnya, suasana gembira terus, makanya mereka akan selalu kembali dan terus kembali.

Beda dengan di masjid. Sudah isinya banyak orang tua yang sudah jompo, yang orang tua jomblo pun ada, eh, mukanya serem-serem pula.

Berkali-kali saya menemukan yang begitu, anak-anak berlarian dimarahi, padahal sudah bukan waktunya salat. Padahal dia sedang sendiri berdzikir di masjid, kok masih tetap dimarahi?

Bayangkan saja, jika anak-anak yang mau dekat dengan masjid, ingin mengenal masjid, tetapi terus dimarahi, dibentak, bahkan dipukul oleh orang masjid sendiri, maka seperti apa ke depannya?

Tentunya, mereka bisa semakin tidak mengenal masjid. Mereka akan jadi orang dewasa yang tidak akrab dengan masjid. Hatinya tidak terpaut dengan rumah Allah tersebut. Kalau sudah kondisi demikian, siapa yang mau bertanggung jawab hayo?

Oh, ya, orang-orang masjid itu perlu merenung, jangan-jangan waktu kecil dulu lebih nakal dan beringas daripada anak-anak yang dimarahinya sekarang. Mungkin anak-anak sekarang hanya berlarian, bercanda biasa, tertawa, dan teriak biasa, tetapi dulu orang-orang masjid itu lebih parah. Mungkin sampai menginjak kepala orang yang sedang sujud, memindahkan mikropon, mencuri sandal, dan kenakalan parah lainnya.

Orang-orang tua atau yang sering memarahi anak-anak di masjid mestinya paham, bahwa seharusnya bukan anak-anak itu yang selalu dimarahi. Mereka sudah hadir di masjid, sudah datang di masjid, tinggal diarahkan saja untuk lebih tertib. Jika bukan anak-anak yang dimarahi, lalu siapa dong?

Tentu saja yang dimaksud adalah orang-orang dewasa yang sehat, kuat, masih muda, tidak ada pekerjaan yang menghalangi, rumahnya dekat masjid, tetapi tidak mau ke masjid.

Saat mendengar adzan pura-pura tuli, pura-pura ada kerjaan yang harus diselesaikan, mereka itulah yang mesti dimarahi.

Bahkan, ironisnya, masih banyak pegawai yang menyatakan siap untuk menjalankan tugas dan pekerjaan saat bosnya tanya, tetapi untuk panggilan salat, mereka selalu bilang tidak siap. Sampai salam pun, mereka tidak beranjak salat. Untuk diri sendiri saja mereka berat, apalagi mengajak orang lain?

Kaitannya dengan hadits yang mengatakan anak-anak mulai salat umur 7 tahun, umur 10 tahun dipukul jika masih tidak mau salat, lha terus yang umur 30, 40, 45 tahun tidak mau salat, bagusnya diapakan? Dipukul juga? Atau lebih dari itu?

Sumber: 

https://muslim.or.id/54818-fikih-ringkas-membawa-anak-ke-masjid.html

https://rumaysho.com/16156-5-kiat-meredam-marah.html

Jika Dirasa Tulisan Ini Bermanfaat, Share Ya!

Silakan tinggalkan komentar

Email aktif kamu tidak akan ditampilkan. Tapi ini mesti diisi dengan benar.

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.