Paman saya di Kendari pernah mengatakan bahwa untuk mendapatkan seorang gadis Sulawesi perlu menjual mobil bapakku. Ini tentu ada kaitannya dengan uang panai Sulawesi yang katanya memang super mahal itu.
Ya, uang panai Sulawesi sekarang dalam nominal antara 30-40 juta. Di Bombana sendiri, sekitar 30 juta. Sementara teman saya di Makassar, mengatakan bahwa 40 juta itu sudah termasuk murah.
Alhamdulillah, saya berhasil menikahi gadis Sulawesi, suku Bugis, bahkan Bugis Bone lagi yang terkenal uang panainya tinggi sekali itu. Bahkan, saya juga menikah tanpa biaya dari orang tua sepeser pun. Tentunya ini juga karena karunia Allah, dong!
Cukup Mengherankan
Katanya, uang panai Sulawesi bisa mahal karena membutuhkan acara pernikahan yang tidak sederhana. Perbandingannya selalu dengan adat pernikahan di Jawa yang super sederhana itu. Hanya dengan dua juta rupiah saja mungkin, sudah bisa melangsungkan pernikahan. Di Sulawesi, jangan harap bisa sebesar itu, eh, sekecil itu.
Acaranya yang besar selalu dibarengi (kata yang kurang baku sebenarnya) dengan keluarga yang besar pula. Keluarga Bugis memang terkenal besar, tetapi dengan ikatan keluarga yang cukup kuat. Mungkin karena karakternya pedagang atau pebisnis ya? Jadi, ada semacam ikatan erat begitu, meski berbeda daerah dan tempat tinggal.
Baca Juga: Kaum Rebahan Tetap Butuh Perubahan?
Di atas, saya tulis “cukup mengherankan”, apanya yang mengherankan, Mas? Ini menyangkut uang panai Sulawesi yang terjadi pada keluarga dengan latar belakang agama Islam cukup kuat. Belum lama sekali terjadi memang pernikahan pada keluarga yang anaknya kuliah di sekolah Islam termasuk terbaik di negeri ini. Orang tuanya juga paham agama. Calon menantunya juga bukan orang sembarangan, ikhwan tulen. Nyatanya, uang panainya juga tinggi.
Ada yang berpendapat, itu mengherankan. Apakah benar begitu? Yang tidak mengherankan bagaimana? Ternyata, dianggap tidak mengherankan itu semestinya uang panainya rendah. Yah, di bawah 20 juta, lah. Kan mereka paham agama. Kok sama dengan keluarga awam yang tidak terlalu kenal agama? Apanya yang membedakan keluarga kenal agama banyak dengan yang sedikit? Uang panainya tetaplah sekitar 30 juta ke atas.
Ada yang mengatakan, sebenarnya akhwatnya yang mesti melobi orang tuanya agar uang panainya tetap rendah dan terjangkau. Dua kriteria terakhir ini, maunya berapa? 10 juta begitu? Ini sih zaman saya menikah tahun 2011, hehe..
Orang tuanya pun seharusnya juga mengerti bahwa pernikahan paling baik itu sederhana dan memudahkan. Jika dipatok tinggi, maka siapa yang sanggup? Ujung-ujungnya ‘kan yang mampu saja. Yang bisa membayar uang panai tersebut. Ya ‘kan?
Problem Pada Perempuan
Tingginya uang panai Sulawesi yang sudah diketahui bersama itu bisa menimbulkan korban. Apakah pada laki-lakinya atau perempuannya? Kalau menurut saya sih yang perempuan dong. Laki-laki mah bebas menikah pada usia berapapun juga. Sudah menikah, mau menikah lagi juga boleh, selama masih kuat dan mampu, hehe..
Sedangkan perempuan, akan cukup riskan jika hamil pertama pada usia di atas 30 tahun. Itu menurut sebagian orang. Ketika di atas 30 tahun, maka tingkat elastisitas rahimnya agak berkurang. Apalagi untuk hamil pertama yang menyebabkan rahim jadi melar. Jika sudah pernah hamil di bawah 30 tahun, maka untuk hamil selanjutnya akan menjadi terbiasa. Apalagi jika memang terbiasa dihamili suaminya. Ya, ya, ya.
Uang panai Sulawesi yang sejajar dengan jodoh itu bisa membuat galau luar biasa pada diri seorang gadis. Apalagi jika dia mengatakan ada semacam target untuk menikah pada umur tertentu, misalnya: 25 tahun. Dia bisa mengatakan ke teman-temannya, “Aku akan menikah pada umur 25 tahun!”
Kenyataannya, bicara tidak semanis kenyataan. Meskipun perempuan itu termasuk high quality jomblo, ternyata tidak setiap ada kumbang yang datang. Mungkin yang datang malah nyamuk atau lalat. Kalau ini sih, problem juga ya!
Melewati usia 25 tahun, ternyata kok tidak ada yang melamar? Lho, lho, bagaimanakah ini? Mungkin dia akan merasa malu karena sudah bertekad untuk menikah pada usia segitu. Rasa galaunya akan bertambah menjadi-jadi jika dia sering dibulli. Di tengah-tengah para emak yang sudah menikah dan punya anak, dia seperti menciut. Oh, jodoh, kapankah kamu akan datang?
Terlebih jika dia menetapkan standar yang cukup tinggi bagi yang ingin memiliki hati dan tubuhnya. Ada persyaratan-persyaratan khusus. Misalnya: harus dari lulusan kampus tertentu atau sebaliknya, tidak mau yang lulusan kampus tertentu. Ketika ada yang betul-betul datang dan tidak sesuai dengan kriteria, dia akan tolak.
Kebanyakan menolak, eh, sekarang jadi merana. Laki-laki yang ditolaknya dahulu, kini sudah menikah, sudah punya anak, sudah punya sebuah keluarga yang sangat berbahagia. Yang perempuan itupun akhirnya jadi nelongso. Waduh… Mengharapkan yang masih dalam mimpi-mimpinya.
Berhadapan dengan Mental Gratisan
Berlawanan uang panai Sulawesi adalah orang-orang yang mengharapkan agar jumlah uang panai bisa dikurangi. Janganlah sampai 30 juta, 20 juta saja, atau paling tinggi 5 juta saja. Whats?!
Itu bisa dianggap laki-laki yang bermental gratisan. Mengharapkan jodoh dengan biaya semurah-murahnya dengan kualitas sebaik-baiknya.
Baca Juga: Berbeda Karena Cinta, Bersatu Karena Cinta Pula (Resensi Novel Kambing dan Hujan)
Seorang ustadz pernah mengatakan, di Bone, sekitar tahun 2017, uang panainya sudah mencapai 30 juta. Di daerah tersebut, ormas Islam yang ada memang memberikan standar 30 juta. Ormas yang dimaksud adalah Wahdah Islamiyah. Kalau di Kabupaten Bone, berarti namanya DPD Wahdah Islamiyah Bone.
Mengapa ditetapkan standar 30 juta? Rupanya karena waktu itu, kadernya saja sudah mencapai 300 orang. Itu baru kader, lho, belum keluarga si perempuan. Uang 30 juta jika dikurangi dikhawatirkan tidak akan cukup. Mungkin akan tombok di sana-sini.
Tahun 2017 saja segitu, apalagi sekarang ya? Coba pantas tidak kalau sekarang justru lebih rendah? Apalagi di tengah harga-harga yang jelas lebih tinggi daripada di tahun 2017-an itu.
Sebetulnya, bisa saja sih jauh di bawah 30 juta, tetapi jangan cari suku Bugis. Seperti tadi yang sudah saya sebutkan, cari suku Jawa saja. Tapi, sejauh yang saya temukan, laki-laki Bugis juga mencari sesama suku. Kenapa harus begitu ya? Padahal kalau berbeda suku, ‘kan bisa semakin menambah silaturahim lebih luas lagi.
Mungkin sangat tidak tepat bila mengharapkan istri yang hafal Al-Qur’an misalnya, berasal dari kampus Islam terkenal, cantik pula, tetapi menghargainya dengan uang panai lima juta rupiah. Tapi, apakah itu benar-benar salah? Ya, tidak juga sih, tetapi perempuan berkualitas itu bisa didapatkan dengan uang panai Sulawesi yang berkualitas pula!
Melihat dari Sudut Lainnya
Apakah uang panai satu-satunya halangan untuk menikah? Bagi laki-laki yang bertipe pejuang sejati, uang panai Sulawesi yang terhitung tinggi jelas bukan masalah. Masih ada peluang untuk bisa melewatinya. Hah, yang benar?
Begini lho, Allah itu sudah menetapkan hamba-Nya berpasang-pasangan. Tanda antara laki-laki dan perempuan berpasangan adalah kemudahan dalam prosesnya, Insya Allah. Dari yang tadinya minta 40 juta misalnya, maka bisa saja turun sampai 4 juta rupiah. Halah, turun banget. Maksudnya turun sampai 30 juta atau di bawahnya lagi.
Hal itu bisa juga terjadi karena pesona dari si laki-laki. Jika keluarga si perempuan sudah suka pada pandangan pertama, maka langkah selanjutnya akan lebih mudah. Dan, uang panai pun dapat turun lagi.
Atau si laki-laki punya pekerjaan tetap dan mapan, sebagaimana dambaan bagi orang-orang di Sulawesi, yaitu: menjadi PNS. Wah, kalau dapat PNS semestinya keluarga perempuan senang dong! Sebab, Insya Allah, ada penghasilan rutinnya. Kesejahteraan bisa lebih terjamin. Kira-kira begitu. Beda dengan profesi lainnya, semacam pedagang, yang belum tentu mendapatkan penghasilan di hari itu, atau di bulan itu.
Menghindari Mental Gratisan
Mendengar istilahnya saja “mental gratisan” memang kurang bagus dan pas di telinga. Perasaan yang kurang bagus mesti dong dicarikan solusinya. Apa saja itu?
Pertama, meneladani Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam yang menikahi Khadijah Radhiyallahu ‘Anha dengan mahar yang sangat besar. Nilainya untuk saat ini bisa ratusan juta rupiah. Waktu itu, saya yakin tidak ada tradisi uang panai di tanah Arab, tetapi tetaplah besar.
Eh, tunggu! Apakah mahar dan uang panai itu sama? Sepertinya berbeda menurut saya. Mahar itu diminta oleh si perempuan, mempelai perempuan. Sedangkan uang panai lebih cocok untuk biaya pernikahan yang notabene akan habis dalam satu siang atau malamnya.
Cara menghindari kedua adalah dengan persiapan jauh-jauh hari sebelumnya. Menabung, lah, sejak masih sangat muda. Bisa dimulai dari SD kali ya! Ditanya orang, “Kamu menabung nanti mau buat apa, Nak?”
Jawabannya, “Mau buat uang panai, Pak!” Nah, bagaimana tuh?
Lebih pas kalau masih sementara kuliah ya?! Masih diberikan uang oleh orang tua, jangan semuanya habis dibelanjakan. Apalagi untuk gaya hidup mahasiswa yang meniru-niru hedonis itu. Nongkrong di kafe, jalan-jalan tanpa tujuan, ditambah merokok atau malah mabuk. Hadeh, parah banget sih!
Dan yang ketiga adalah tetaplah yakin dan tawakkal kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Yakinlah, kalau memang sudah ditakdirkan berjodoh, seberapa besar uang panainya dan seberapa kecil uang yang dipunya, hal itu mudah bagi Allah untuk membuatnya terjadi. Yang penting maju saja dulu. Perkara ditolak atau diusir itu perkara kesekian.
Mental gratisan bisa ada pada setiap kita. Termasuk anak muda yang masih jomblo, mengharapkan menikah, tetapi dihadapkan dengan uang panai Sulawesi yang tinggi. Untuk urusan uang panai ini bahkan sampai difilmkan segala. Cerita film sudah begitu adanya, tetapi berharap kisah cinta pada diri kita jadi lebih indah dong! Setuju ‘kan?
Jadi uang panai itu uang pinangan ya Kak? Diberikannya ke orangtuanya berarti?
Jika memberikan panai berarti masih memberikan mahar juga kan kepada mempelai wanita?
Ya, diberikan ke orang tua atau keluarga si perempuan. Kalau mahar beda dengan uang panai. Mahar palingan seperangkat alat sholat atau cincin emas. Tapi uang panai lebih besar daripada itu.
Hmm.. kalo di Jawa mahar tergantung kesepakatan, masalah biaya pernikahan beda lagi. Walau mahar mungkin hanya 2 juta biaya pernikahan tetap bisa diatas 50 juta itu mungkin perbedaan cara pandangnya.
Btw.. pengen banget liat pernikahan disana, pasti seru ya.. bangga dengan bangsa Indonesia yang memiliki kekayaan adat dan budaya yang luar biasa.
Sebenarnya tidak jauh beda sih di acara pernikahannya. Hanya di Sulawesi memang semacam ada patokannya begitu. Sekarang biaya minimal 30 juta, kira-kira begitulah.
aku baru tau tentang uantg ini, soalnya belum pernah denger. tapi beruntung sekali dapat membaca artikel ini, dan dapat wawasam lebih untuk saya.
Yap, sama-sama.
Apalah aku yang diserahkan cuma-cuma sama bapakku. Suami enggak disuruh ngasih apa-apa, cuma bapak pesen ke suami, dia suruh ngerawat aku seumur hidup dia, hehe. Kalau masalah adat memang enggak bisa dikatakan benar salah juga ya kak. Ya bismillah saja, semoga jodohnya kuat berusaha dan berdoa biar bisa bersanding dengan kekasih.
Aamiin…
Sebetulnya jatuhnya sama aja mas. Mahar kecil, tapi pestanya besar kalo di Jawa. Hehehe. Di Sumatra Barat juga sama, kurang lebih begitu. Namun, memang kalo anak sudah sama2 suka, harusnya hantaran begini gak jadi batu sandungan ya. Niatnya kan menikah untuk menyempurnakan ibadah.
Seharusnya begitu mbak, hehe..
Hmmm, memang saya selalu setuju dengan seseorang yang tidak punya mental gratisan. Cuma untuk urusan nikah menikah menurutku sebagai orang tua juga harus bijak, yang penting putra/inya menikah, jadi yang penting lancar aja tdak memberatkan..
Ada yang beranggapan orang tuanya sudah mendidik anaknya sejak kecil, makanya seakan-akan minta “balas budi” dengan memberikan syarat uang panai yang berat.
Mahal juga ya kak uang panainya. Saya sebenarnya lebih senang jika uang mahar itu menyesuaikan kemampuan mempelai. Jadi tidak memberatkan dan biaya nikah bisa dialihkan ke yg lain.
Hem, sepertinya sudah menjadi suatu konsekuensi untuk menikahi perempuan Sulawesi, terutama Bugis. Mesti siapkan uang sampai puluhan juta.
Uang panai ini kan untuk menunjukkan “kelas” dari keluarga pengantin perempuan di tengah masyarakat. Dan bagi sebagian masyarakat, hal ini masih dianggap hal yang sangat penting
Bener, makin tinggi, dianggap status soaialnya makin tinggi.
Uang panai tuh kira-kira biaya pernikahan yah. Kalau di Jawa dulu ditanggung pihak perempuan sih. Ya tergantung mau seberapa mevvah pestanya. Trus pihak laki ngasih yg namanya uang bumbu, ya mosok engga modal sih. Haha…Tapi zaman sekarang apalagi di kota-kota, calon pasangan bikin proposal lalu dibahas bersama dan biayanya ditanggung dua pihak.
Tapi ada juga terutama gen milenial or gen Z, anak-anak yg atur sendiri pernikahan, yg diundang teman-teman doang. Orang tua malah sebagai tamu yg merestui aja…
Zaman pandemi gini malah ada yg menikah di KUA aja, tamunya 30 orang sesuai peraturan…
Kalau pas masa pandemi, memang harusnya lebih hemat. Tapi, tidak selalunya begitu juga. Haha..
Dari uang panai ini juga saya belajar dg uang itu sebagai keseriusan laki-laki dalam mempersunting pihak perempuan. Tapi ada juga sisi lainnya yg perlu diperhatikan
Apa tuh sisi lainnya?
disulawesi emangg nikah tuh ribet sih menurutku, selain itu salah satu hal yang buat ribet karena terlalu memperhatikan pendapat orang lain, takut dibilangin ini dan itu, makanya jadinya harus benar2 sempurna padahal sudah banyak yang tidak seperti itu lebih praktis tapi juga modern
Begitulah maunya masing-masing keluarga. Mungkin bapak atau ibunya maunya yang sederhana saja, tapi keluarga besarnya tidak mau. Akhirnya, ya, mengikuti saja kemauan mereka.
Kalau di kalimantan ada yang namanya jujuran nih. Tapi saya sendiri ga tahu pastinya gimana akad pemberian jujuran itu. Setiap daerah pasti ada adat nya gitu ya mas
Baru tahu juga saya ada yang namanya jujuran, hehe… Tapi intinya mungkin sama saja ya? Ada uang yang harus dibayar sebelum menikah, di luar mahar.
Wew sampai 30jutaaa?
Menganga dong aku hahaha.
Jadi inget cerita Sahabat Nabi yang maharnya pakai cincin dari besi
Kalau bagi yang setuju dengan uang panai tinggi, dia contohkan saat muhammad, waktu itu belum jadi nabi, melamar Khadijah dengan mahar yang sangat banyak. Nah, itulah yang menjadi dasar bahwa uang panai itu mesti tinggi, hehe..
Bagus juga kalau menurut saya uang panai dipatok tinggi supaya kedua belah pihak baik sang calon pengantin dan keluarga besar serius dengan adanya ikatan pernikahan dan hubungan 2 keluarga besar ini. Jadi pernikahan yang dilangsungkan diharapkan samawa hingga maut memisahkan sesuai janji pernikahan yang akan setia sampai akhir hayat dengan satu pasangan saja di hadapan Allah SWT. Bukan sebuah pernikahan dengan tujuan sekadar melepas hasrat , masa lajang serta perubahan status.
Nah, ini komennya mantap! Hehe..
kalau di sunda, mahar gak seberapa tapi pestanya yang jadi berapa? hehehe. minimal 30 juta itu udah sederhana banget. ternyata tiap daerah punya adat istiadat pernikahan yang unik ya
Betul Kak, setiap daerah punya kebiasaan dan budaya yang berbeda, tentu harganya juga berbeda.
Di Jawa di daerah tertentu sebenarnya banyak yg ngasih maskawin motor atau mobil, Mas. Cuma ya memang gk ada patokan, terserah calon mempelai, biasanya karena berpatokan pada gengsi hihi
Bener juga. Mahar yang disebutkan itu bisa jadi riya plus ujub sekalian, karena menggambarkan harta apa yang diberikan kepada calon pengantin perempuan.
Sebaiknya pemahamannya tidak ketuker yah hehe… pihak pria mengusahakan memberi sebanyak2nya dan pihak wanita memahami hadits bahwa wanita yang paling baik ada yang paling murah maharnya. Murah bukan berarti murahan juga kan
Yah, tapi ada di sini seorang ustadz mengatakan bahwa uang panaik itu makin tinggi, makin bagus. Haha..
uang panai dengan uang mahar dibedakan, kemudian nanti ketika acara resepsi biasanya uang panai itu apakah digunakan ataukah menjadi tabungan untuk sang mempelai atau bagaimana? ini yang selalu menjadi pertanyaanku ketika mendengar kata uang panai sih
Uang panaik itu biasanya hanya habis dalam satu kali acara, misalnya dalam satu malam saja. Biaya buat pesta, lah. Meski ada juga sih, yang uang panaik tidak semuanya dikeluarkan, disimpan sama keluarga. Makanya, ada yang kabarnya uang panaik tinggi, kok acaranya sederhana, makanannya juga sederhana.