Alhamdulillah, ini kesempatan pertama kita bertemu secara online dengan kalian, santri Ponpes Al-Wahdah, Bombana. Sebelum melangkah lebih jauh, entah jauhnya berapa meter, terlebih dahulu kita akan berbicara tentang mengenal diri sendiri.
Biasanya, dalam suatu permulaan kelas, setiap murid diminta guru untuk maju ke depan memperkenalkan diri. Dia diminta untuk menyebutkan nama, asal sekolah sebelumnya, mungkin juga hobi atau minatnya.
Demam Panggung
Jika disuruh maju begitu, biasanya ada yang mengalami demam panggung. Ini bukan berarti, si murid itu menggigil, badannya panas, terus dikompres di depan kelas lho ya! Tapi berupa rasa takut, khawatir, ragu sampai dengan malu kalau harus diminta maju ke depan kelas.
Saya pernah membaca sebuah survei, bahwa ketika orang Amerika ditanya tentang hal yang paling menakutkan bagi mereka. Ternyata, yang pertama adalah takut mati, keduanya adalah takut bicara di depan umum. Kalau takut mati sih, ya, wajar juga. Apalagi kita sebagai muslim yang merasa amalnya masih belum cukup, masih terlalu banyak dosa, khawatir tidak bisa masuk surga dan cemas kalau sampai masuk neraka. Tapi kalau bicara di depan umum?
Beruntunglah kalian yang sekarang ini masih berada di dalam kelas online. Karena pertemuan secara fisik kita masih belum terjadi. Dan, entah kapan sekolah atau pesantren kita dibuka lagi. Kalau Masjid An-Nur di kompleks ponpes putri sih, dibuka terus, untuk sholat berjamaah lima waktu maupun sholat Jum’at.
Baca Juga: Bahaya Sifat Tergesa-gesa dan Perbandingan yang Pas
Ya, kita berharap pandemi corona ini segera berlalu. Agar kita bisa ke luar rumah dengan kondisi seperti dahulu. Tanpa harus pakai masker, tanpa harus khawatir ketika bicara dekat dengan orang lain. Meskipun untuk urusan memakai masker ini tetap harus dipakai sebenarnya, mau ada corona atau tidak. Sebab, Bombana kan banyak debu. Menghindari debu masuk ke hidung dan mulut dengan masker. Hehe…
Mengenai corona ini tunggu dulu ya! Nanti di akhir tulisan, akan diulas lagi. Tahu artinya corona tidak? Ada yang mengatakan bahwa corona itu dibaca korona yang artinya komunitas remaja jomblo merana. Ups!
Sebutkan Nama
Kemarin, seorang kerabat dari keluarga istri menghubungi saya. Dia bertanya tentang nama anaknya yang belum lama lahir, alias belum bisa sekolah, benar ‘kan? Dia sebutkan nama anaknya menggunakan kata “bin”. Saya tanya, itu nama bin dimasukkan di nama lengkapnya atau tidak? Ternyata dimasukkan. Wah, saya jadi merasa itu nama yang asing dan cukup aneh. Setahu saya, nama kita disebutkan dengan bin atau binti ketika akad nikah saja.
Kalau dalam proses mengenal diri sendiri, pastilah bermula dari nama kita sendiri. Saya menasehati ke kerabat saya tersebut bahwa nama kepada anak itu perlu mempertimbangkan sebagai berikut:
Doa dan harapan dari orang tua kepada si anak.
Makanya itu, memberi nama ke anak memang tidak boleh main-main. Sebenarnya, mesti ada arti dari nama anak tersebut. Kalau orang zaman dahulu, memberi nama anak bisa sembarangan saja. Disesuaikan saja dengan waktu lahirnya.
Contohnya, orang Jawa. Ada hari pasaran, atau waktu-waktu khusus yang dipunyai orang Jawa. Pon, Wage, Legi, Kliwon, Pahing. Makanya, kalau kalian lihat di kalender, masih ada hari yang namanya Rabu Legi, Kamis Pahing, Senin Wage, dan lain sebagainya.
Mengacu dari situ, anak yang lahir di hari Jum’at Pon misalnya, akan diberi nama Ponidi, Ponimin, Ponirah dan semacamnya. Yang lahir Senin Wage, namanya jadi Wagiyo, Wagimin, Wagiyah dan juga semacamnya. Sebenarnya, tidak ada yang salah sih dengan nama-nama itu. Bukankah hak orang tua untuk memberi nama anak, terlebih bapaknya? Sebab, setiap anak memang dinasabkan kepada ayahnya, kecuali yang sudah hamil duluan, maka dinasabkan kepada ibunya.
Setiap nama adalah doa. Jika diberikan nama-nama orang sholeh, harapannya memang si anak bisa jadi seperti orang sholeh tersebut. Contoh: nama Yusuf. Bagus sekali bukan? Meniru dari nama Nabi Yusuf Alaihissalam. Meskipun namanya bagus, karena terbawa pergaulan, eh, namanya malah jadi Ucup. Waduh, ini bagaimana?
Melihat Langsung Si Bayi
Masih kaitannya dengan mengenal diri sendiri dan masih pula membahas tentang nama, memberi nama itu bisa muncul juga ketika kita melihat si bayi. Dari bentuk badan, kepala, tangan dan kakinya. Oh, kalau bayinya seperti itu, cocoknya nama ini. Kalau nama yang lain, tidak akan cocok.
Baca Juga: Mengatasi Kecanduan Gadget Pada Remaja di Tengah Pandemi Corona
Selain kondisi fisik si bayi, keadaan pada saat kelahiran itu juga bisa menjadi inspirasi nama. Contohnya saya sendiri ya. Diberikan nama Rizky, karena ketika itu keadaan orang tua sedang diliputi kegembiraan karena kecukupan rezeki. Alhamdulillah. Berarti pada poin ini, masih berkaitan dengan yang pertama tadi.
Bangga dengan Namanya
Memberikan nama untuk anak mestinya mempertimbangkan bahwa si anak nanti yang akan menyandangnya seumur hidup. Jadi, sangat perlu dipikirkan anak itu mesti merasa bangga dengan namanya. Ada yang diberikan nama nabi, nama sahabat Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam, nama ulama, nama ustadz dan lain sebagainya.
Ketika anak itu memiliki ghirah agama yang tinggi, plus nama yang disandangnya, maka paling tidak dia jadi merasa punya tanggung jawab untuk menjaga namanya sendiri. Contoh: namanya Umar. Dari nama sahabat yang mulia. Namanya Umar, kok orangnya perokok berat? Ini kan terasa aneh. Nama sahabat yang dijamin masuk surga, tetapi si penyandang dana, eh, penyandang nama itu malah justru menanam modal buat masuk neraka?
Bangga dengan nama itu termasuk ketika dia dipanggil oleh teman-temannya. Namanya bagus, akhlaknya bagus, pintar, baik hati dan tidak sombong. Wah, jelas termasuk anak yang spesial itu! Apakah kamu termasuk di antaranya? Semoga ya!
Proses Mengenal
Mungkin dalam usia kita sampai dengan detik ini, kita sudah mengenal berbagai macam karakter orang. Si Fulan, misalnya, orangnya baik sih, tapi kok mandi saja jarang? Katanya, kalau di kamar mandi, airnya cuma diam, dianggap ada masalah dengan dia. Diam-diaman saja, tidak baku bicara. Hadeh…
Teman yang lain, Si Fulanah, ini untuk sesama perempuan lho ya, murah senyum sih, tapi kalau tidur sama-sama, ngoroknya kok paling kencang? Mirip kereta api yang sedang lewat. Padahal naik kereta api saja belum pernah, ya ‘kan? Di Sulawesi belum ada kereta api. Kalau kopi kapal api, banyak sekali.
Setiap Anak Terlahir Unik
Ini yang perlu kita ketahui bersama, bahwa siapapun, yang lahir ke dunia ini, pastilah unik. Lho, bukannya bayi yang lahir itu pastilah menangis? Kalau unik, berarti ada yang lahir tertawa dong? Wah, bukan seperti ini maksudnya! Unik itu maksudnya adalah tidak ada seorang pun yang sama persis dengan diri kita.
Coba lihat sidik jari kita, apakah ada yang sama? Ternyata, anak kembar pun tidak ada yang memiliki sidik jari sama persis. Kalau tidak percaya, silakan buktikan saja!
Keunikan kita itu juga dari sel sperma yang masuk menembus sel telur. Konon, sampai ratusan juta sel sperma itu, dan hanya satu yang tembus. Itu adalah kita. Jadi, unik bukan?
Tapi Masalahnya?
Nah, apa masalahnya atau masalahnya apa? Ternyata, keunikan tersebut belum tentu dijaga sampai dewasa. Karena mungkin masih banyak yang menyamakan kita dengan orang lain. Eh, Si Anu itu pintar Matematika, kok kamu tidak? Padahal kesukaan kita bukan di Matematika, melainkan di Bahasa Indonesia. Apalagi gurunya seperti saya. Haha…
Keunikan pada diri setiap anak memang mesti untuk diberdayakan, artinya difasilitasi agar makin tumbuh dan menemukan suksesnya nanti di masa depan. Meskipun hal tersebut tidak mudah, karena untuk menuju ke sana, ternyata tidak cuma sekadar bakat lho! Tapi juga harus dengan kerja keras, plus ditambah dengan doa yang kuat.
Pemain bola saja tidak langsung jadi pemain hebat kok. Banyak kegagalan yang dialami terlebih dahulu. Kalau langsung jadi pemain bola terkenal, wah, pastinya tidak asyik tuh!
Kini Saatnya Melakukan!
Untuk belajar mengenal diri sendiri, sesuai motto dari website ini, yaitu: Jadilah Be Yourself, maka saya akan memberikan kalian tugas. Gampang kok. Tidak perlu pusing, apalagi pakai hitung-hitungan angka. Cukup menuliskan saja. Sekaligus ini akan menjadi penutup dalam tulisan ini. Aduh, tidak perlu juga, lah, pakai acara penutupan segala.
Ada beberapa pertanyaan:
- Apa pendapat kalian tentang virus corona alias covid-19 ini? Sejauh apa pengetahuan kalian tentang virus tersebut, termasuk tuliskan juga tentang solusi untuk mencegahnya! Misalnya, cuci tangan, jaga jarak dan lain sebagainya.
- Ceritakan kepada saya tentang diri kalian! Apa saja tentang diri kalian? Boleh dari fisik, kepribadian, minat, hobi, keluarga, cita-cita, kampung halaman atau apapun.
- Apa harapan kalian terhadap pelajaran Bahasa Indonesia ini? Cantumkan pula kondisi kelas online seperti ini. Apa kelebihan dan kekurangannya? Oh, ya, kaitannya dengan pelajaran Bahasa Indonesia ini, yang kalian inginkan itu apa di masa depan nanti? Termasuk saran-sarannya untuk pembelajaran kita juga boleh.
Cara mengerjakannya bagaimana? Kalian cukup masuk saja ke link berikut ini: TUGAS BAHASA INDONESIA KELAS VII A. Link tersebut memakai Google Form, bagi yang tidak bisa login, silakan hubungi saya langsung ya! Sedangkan untuk tugas yang sama, kelas XI yang saya ajar, baik ikhwah maupun akhwat, masuk ke link ini: TUGAS BAHASA INDONESIA KELAS XI.
Agar nilai kalian bisa lebih baik, menulisnya jangan terlalu sedikit dong. Misalnya pertanyaan, apa itu virus corona? Kalian hanya jawab: virus dari China. Selesai. Kemukakan saja sesuai pengetahuan kalian tentang virus tersebut, termasuk bagaimana pengaruhnya terhadap negara kita atau apapun.
Jangan kaget ya, kok dirasa banyak sekali tugasnya? Menulis semua, esai semua. Sebenarnya saya ingin melatih kalian dari sekarang untuk belajar menulis. Yah, meskipun menulis ini adalah kemampuan dasar yang diajarkan di sekolah dasar, tetapi kemampuan ini tidak setiap orang mengasahnya.
Berkaitan dengan menulis ini, coba saya tanya kepada kalian! Kalian mengenal para ulama terdahulu dari mana? Apakah dari fotonya? Wah, mana ada fotonya?
Apakah dari status media sosialnya? Hem, zaman dahulu mana ada medsos? Kalau ustadz-ustadz yang sekarang, bisa jadi, ada akun medsosnya, jadi kita bisa lebih mengenal, termasuk dengan video-video mereka yang Masya Allah, berlimpah ilmu.
Apakah kita mengenal para ulama terdahulu dari keluarga mereka? Hey, dari mana kita kenal dengan keluarganya pula? Kita kan tidak pernah bertetangga juga dengan mereka.
Jawaban yang paling tepat adalah melalui karya-karya mereka. Kita mengenal Imam Bukhari rahimahullah melalui karya agungnya, yaitu: Shahih Bukhari. Kitab hadits tersebut adalah yang paling shohih setelah Al-Qur’anul Karim. Bahkan, para ulama pun mengakui keagungan dari karya tersebut.
Dari karya para ulama, kita jadi mengenal yang namanya hidup kedua kalinya. Para ulama sudah lama meninggal, tetapi seakan-akan mereka masih hidup, karena buku-bukunya masih segar di tangan kita. Termasuk dalam hal ini adalah pendapat atau fatwa-fatwa mereka yang masih bisa relevan dengan kondisi sekarang.
Bersemangatlah untuk menulis ya, para santriku! Tulis apapun yang kalian mau, asal bermanfaat. Insya Allah itu akan menjadi jalan kebaikan bagi kalian.
Ingatlah, jika kita tidak menulis, maka eksistensi kita di dunia ini masih terasa kurang lengkap. Ketika kita nanti sudah kakek-kakek, para cucu kita akan lebih mengenal kita melalui tulisan-tulisan yang kita buat. Jangan pernah lelah untuk menulis, terlebih di pelajaran Bahasa Indonesia ini.
Silakan komentar juga boleh di bawah tulisan ini! Bagi yang ingin mengenal lebih dalam tentang saya, boleh masuk ke bagian website ini paling bawah, di menu Tentang Saya. Oke?
Penutup
Menurut sebuah buku motivasi yang pernah saya baca, diri kita adalah yang paling menarik di dunia ini, bagi kita sendiri. Nama kita akan terdengar paling menyenangkan di telinga dibandingkan nama orang lain. Pada hakikatnya, manusia itu memang lebih peduli kepada dirinya sendiri. Namun, jangan sampai berlebihan, nantinya jadi egois.
Itu saja untuk pengantar pelajaran Bahasa Indonesia pada kesempatan pertama ini, tentang mengenal diri sendiri! Intinya, saya ingin mengenal kalian pada kesempatan ini. Oke? Dalam waktu-waktu mendatang, Insya Allah kita akan bertemu lagi.
Wassalam…