Belajar Tentang Kesehatan Mental Pada Keluarga Bersama Silmi K. Risman

Belajar Tentang Kesehatan Mental Pada Keluarga Bersama Silmi K. Risman

Jika Dirasa Tulisan Ini Bermanfaat, Share Ya!

Kosongkan bejana! Kosongkan gelas! Alihkan dulu pekerjaan, jabatan, status, dan lain sebagainya. Mari kita belajar tentang kesehatan mental pada keluarga!

Begitulah pembuka dari webinar tadi malam bersama Silmi K. Risman, S.Psi, MIRKH (pakar psikologi dan parenting), Ahad (12/03/2023). Dimulai seperti biasa pada pukul 21.00 WITA, di tempat saya memang WITA karena di daerah Kabupaten Bombana, Sulawesi Tenggara. Diselenggarakan seperti biasa juga oleh Masjid Nurul Ashri, Deresan, Jogja. Berikut profil pembicara:

kesehatan-mental-pada-keluarga-1

Saya mengikuti materi tentang kesehatan mental pada keluarga ini melalui Zoom. Soalnya lebih gampang menyebarluaskan link website saya ini. Selain itu, memang lebih asyik saja di Zoom daripada di YouTube privat. Lebih nyaman berinteraksi, lebih bisa melihat ekspresi para peserta lainnya.

Perumpamaan HP

kesehatan-mental-pada-keluarga-2

Siapa sih di sini yang tidak punya HP? Kalau HP dengan model sekarang, layar sentuh semuanya lah yauw! Pada awal webinar, sebelum membahas kesehatan mental pada keluarga, Silmi mengajukan pertanyaan, “HP apa yang paling kalian inginkan?”

Kebanyakan yang saya baca, mereka menginginkan iPhone. Saya sendiri cukup dengan Vivo saja, karena merek inilah yang saya pakai sekarang. Saya merasa, kalau semakin mahal HP, peluang maksiatnya semakin besar. Bagaimana dengan kamu sendiri?

Silmi bisa menyediakan HP yang diinginkan para peserta tersebut. Ibaratnya begitu, tapi pertanyaan selanjutnya, “Oke, saya berikan, tetapi HP tersebut tiap 5 menit mati. Bagaimana masih mau?”

Nah, ini yang tidak diduga-duga oleh para peserta. Tadinya, disangka asal HP bagus saja mau diberikan. Ternyata, ada kekurangannya. Ada kelemahannya. Lah, kalau tiap 5 menit mati, apa bagusnya? Tentu akan sangat mengganggu dan tidak keren sama sekali, ya ‘kan?

Itulah perumpamaan diri manusia yang tidak punya kesehatan mental. Dari luar terlihat ganteng, cakep, maupun cantik, tetapi kalau bicara suka pedas, gampang baper (bawa perasaan), mudah menyalahkan diri sendiri, termasuk mudah menyalahkan orang lain. Banyak orang yang terlihat baik, tetapi mau bicara saja malas. Pas keluar bicara, malah menyakiti.

Kesehatan mental ini menurut Silmi mempengaruhi fisik, sosial, berkomunikasi dengan orang lain. Mempengaruhi bagaimana merasa sedih, marah, overthinking, tidak bisa menerima kesalahan, dan gampang ngegas.

Menjaga Kesehatan Mental

kesehatan-mental-pada-keluarga-3

Pada dasarnya, menjaga kesehatan mental itu memang susah. Berat. Namun, semestinya kita memfokuskan pada hal tersebut. Bagaimana agar kesehatan mental kita bisa terus terjaga? Harus ada investasi diri untuk melakukannya.

Meskipun susah, tetapi bukan berarti kita tidak bisa memperbaiki diri. Lalu, pertanyaannya sekarang, mengapa kita susah menjaga kesehatan mental? Ternyata, jawabannya adalah karena diwariskan dari orang-orang di atas kita dalam keluarga. Dari faktor keturunan. Dari sononya, kesehatan mental sudah terganggu, sampai di kita, tetap seperti itu. Tetap begitu.

Akibatnya, terganggunya kesehatan mental pada keluarga membuat pernikahan jadi tidak hangat, hidup jadi tidak tenang, dan lain sebagainya. Terus, mau sampai kapan? Mau dipertahankan yang seperti itu? Tentunya secara normal, tidak dong ah!

Silmi berbicara kepada para peserta, dikumpulkan dalam satu webinar ini memang bukan tanpa sengaja. Namun, setelah mempelajari kesehatan mental pada keluarga, selanjutnya apa?

kesehatan-mental-pada-keluarga-4

Ada memang beberapa faktor yang mempengaruhi kesehatan mental pada keluarga. Mulai dari keluarga asal, lingkungan sosial, makanan, kesehatan fisik orang tua. Termasuk, yang tidak kalah pentingnya adalah ekonomi keluarga. Misalnya begini, kalau kita lapar, yang dicari makanan atau pelukan? Pasti makanan yang lebih diutamakan. Mau dipeluk berapapun, kalau tanpa makan, pasti akan tetap merasa lapar.

Kesehatan mental pada keluarga juga menyangkut anak. Perlu diketahui, anak ini adalah refleksi diri orang tua. Jika mengeluh tentang anak, maka orang tuanya perlu berkaca terlebih dahulu. Setiap anak yang terlahir fitrah, orang tuanya ‘kan yang mewarnai.

Penyakit Fisik yang Dialami Kita

kesehatan-mental-pada-keluarga-5

Pernah batuk? Pastinya pernah dong. Selama hidup, kamu sudah pernah batuk berapa kali? Waduh, sangat susah dong menjawabnya, hehe..

Kalau kita batuk selama tiga bulan, belum sembuh-sembuh, maka kita akan pergi ke dokter. Mungkin malah sebelum tiga bulan, sudah mengadu ke dokter. Nah, ini tentang kesehatan mental pada keluarga. Selama mungkin 30 tahun kita mengalami gangguan kesehatan mental, kok tidak pernah ke psikolog? Kok dibiarkan saja? Inilah yang banyak dialami kita. Membiarkan gangguan kesehatan mental tersebut dan membuat hidup jadi sangat terganggu.

Ciri-ciri Orang yang Sehat Mental dan yang Tidak Optimal

kesehatan-mental-pada-keluarga-6

Ada beberapa ciri orang yang sehat mental menurut Silmi, yaitu:

  1. Kenal dengan diri sendiri, tahu identitas, tahu perasaan-perasaannya.
  2. Melihat masa depan yang cerah karena mereka telah investasi ilmu tentang kesehatan mental.
  3. Tangguh terhadap stres.
  4. Melihat kenyataan tanpa emosi.
  5. Berempati, mampu memberikan kasih sayang.
  6. Bekerja dan bermain dengan baik.
  7. Mampu menjadi pemecah masalah yang baik.
  8. Mampu bersikap dengan tenang.

Sementara ciri-ciri kesehatan mental yang buruk atau yang tidak optimal, yaitu:

  1. Waktu makan dan tidur tidak teratur.
  2. Terperangkap di masa lalu, merasa hidup masih di masa lalu.
  3. Terpikir untuk bunuh diri.
  4. Gampang capek dan merasa hidup tidak bermakna atau berharga.

Orang yang memiliki kesehatan mental yang tidak optimal ini akan membuat belajar parenting seperti ini jadi tidak terlalu berefek. Satu atau dua hari belajar, kembali lagi. Pokoknya, ilmu parenting yang telah dipelajari jadi menguap begitu saja.

Ciri-ciri Kesehatan Mental Pada Keluarga yang Optimal

Sementara itu, ciri-ciri kesehatan mental pada keluarga yang baik itu adalah anggota keluarga memiliki komunikasi yang terbuka. Selain itu, orang tua mampu berkomunikasi baik dengan anak-anak. Tidak ada kebohongan orang tua terhadap anak. Misalnya, anak tidak mau makan, orang tua akan memanggilkan polisi. Ini ‘kan bentuk kebohongan. Dan, banyak orang tua yang melakukannya berulang-ulang.

Ingat tidak, dengan lagu Nina Bobo? Kata Silmi, lagu itu mengandung unsur ancaman. Kalau tidak bobok, digigit nyamuk. Silmi menganjurkan untuk selalu berkata benar kepada anak.

Kesehatan mental pada keluarga ada hubungannya pula dengan anak bandel. Tentang anak bandel ini adalah anak yang tidak terpenuhi kebutuhannya oleh orang tua. Apabila ada anak bandel dan nakal, maka yang harus disalahkan adalah orang tuanya.

Anak yang menjadi seperti itu, jangankan mau dipeluk, disapa saja tidak. Memang kasihan anak-anak sekarang yang harus menjalani perannya dengan berat. Namun, orang tua tetap jangan pernah berhenti berkaca dan memperbaiki diri ya!

Terakhir, sebelum sesi diskusi atau pertanyaan dibuka, hal-hal yang mempengaruhi kesehatan mental pada keluarga, yaitu:

  1. Parents as role model.
  2. Self care yang sehat. Agar bisa mendukung dalam poin kedua ini adalah dengan mencari komunitas yang nyaman untuk bisa bercerita.
  3. Aktivitas bersama. Tujuannya adalah meningkatkan bonding orang tua dan anak.
  4. Akses bantuan ahli.

Sesi Diskusi dan Pertanyaan

kesehatan-mental-pada-keluarga-8

Ada yang sedikit berbeda pada webinar ini, yaitu: pembicara secara tegas akan menolak setiap pertanyaan yang tidak sesuai dengan tema.

Korbannya adalah penanya pertama. Terlalu bertele-tele pembukaannya, langsung ditegur oleh Silmi. Ketika ditanya, hubungannya dengan tema apa? Penanya tersebut tidak tahu. Nah, langsung deh dihentikan oleh narasumber berjilbab ini.

Sebelum membuka kesempatan untuk penanya selanjutnya, Silmi memberikan arahan bahwa masalah yang dihadapi memang sangat berat. Sudah jungkir balik untuk mengatasinya, tetapi tetap tidak bisa, justru efeknya semakin parah. Apalagi sampai mau mati rasanya, maka harus datang konseling. Datang ke psikolog klinis dewasa, bukan psikiater.

Ada pertanyaan yang menarik, datang dari Sri Mulyati di Bali, bagaimana kriteria psikolog yang tepat? Silmi menjawab, kriterianya adalah dari latar belakang pendidikan dan pelatihan. S1 dan S2 menempuh jurusan psikologi. Kalau S2 psikologi, S1 jurusan apa? Harus yang nyambung.

Selain itu, yang perlu diperhatikan selanjutnya adalah harus yang bisa membuat nyaman. Banyak orang ganti psikolog, dari psikolog satu ke yang lain, ini wajar dan normal-normal saja. Cari psikolog yang tidak menjudge. Bisa ditambah dengan mengambil saran dari orang lain yang pernah datang di psikolog.

Pertanyaan terakhir, seorang ibu yang disarankan untuk menambah anak lagi, karena anaknya tunggal. Kata temannya, jika cuma anak tunggal, maka nanti ketika orang tuanya semakin tua, anak tersebut akan sendirian merawat.

kesehatan-mental-pada-keluarga-7

Kata Silmi dengan cukup tegas, siapa yang bisa menjamin? Sementara penolong terbaik adalah Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Beliau juga menyarankan jangan selalu mengikuti kata orang. Hal yang lebih baik adalah kesiapan untuk memiliki anak. Kesiapan untuk mempersiapkan otak, bisakah mengelola emosi nantinya? Ini yang lebih penting daripada mempersiapkan keuangan.

Pada sesi penutupan, Silmi memberikan kesempatan bagi para peserta untuk curhat online. Caranya dengan klik .

kesehatan-mental-pada-keluarga-9

Jika Dirasa Tulisan Ini Bermanfaat, Share Ya!

17 Comments

  1. Dulu belum anak 3, sehat mental, sekarang nambah sehat LOL. Tapi aku setuju banget, pertolongan Allah yg bikin kuat dan sehat, udah nggak ada yg lain.

    1. Sama , udah anak tiga juga, hehe. Setuju. Pertolongan Allah yang bikin kita kuat ya, laa hawla walaa quwwata illaah billaah

  2. beda ya antara pskiater dengan psikolog dewasa, bedanya apa ya? saya pernah mengikuti webinar serupa namun terkait inner child yang saya rasa akar permasalahan mental health di keluarga karena berimbas pada trauma berkepanjangan dan si korban menjadi parenting ghost warisan orangtuanya. saat webinar memang kita jadi mengenali permasalah tapi ujungnya, tetep ya harus ke pskikolog untuk terapi hingga pulih.

    1. Saya juga tidak terlalu paham apa perbedaannya, tapi narasumber mengatakan lebih baik ke psikolog klinis dewasa saja.

    2. Psikiater setahuku dokter ahli jiwa, jadi pendidikannya harus dokter lalu spesialisasi ahli jiwa. Kalau psikiater bisa meresepkan obat mengatasi depresi.
      Kalau psikolog, pendidikannya psikologi. Lebih ke konsultasi ya…Engga bisa kasih resep obat…

  3. Dengan karakteristik lingkungan yang kadang support minim seringkali pikiran terdistraksi, untuk berpikir dan berbuat dengan kondisi yang ada. Kadang tanpa kita sadari ikut terbawa suasana, dan akhirnya terjebak pada kesehatan mental yang down. Pernah sih ngalamin gini, karena menurut saya gak gampang juga konsisten jaga kesehatan mental yang kadang naik turun. Tapi kita tetap. bisa menjalaninya.

  4. Kajian seperti ini emang harus sering-sering diadakan deh. Makin ke sini kesehatan mental anak-anak itu semakin mengkhawatirkan. Jadi orang tua harus banget aware dengan kesehatan mental keluarganya. Terlebih belajar langsung dengan pakarnya, seperti ibunya bu Silmi, Ibu Elly Risman.

  5. Kesehatan mental dan fisik padahal sama-sama harus diperhatikan, tapi kadang karena mental ini tidak kelihatan dar iuar, kita malah tidak memperhatikan dan membiarkan saja padahal kalau ada yang tidak sehat harus tetap diperiksa dan diobati

    1. Itulah makanya banyak orang yang merasa sehat-sehat saja, padahal aslinya sedang sakit mental yang lumayan parah.

  6. Kesehatan mental sama pentingnya dengan kesehatan fisik. Jujur kadang stress juga mengurus ini itu di rumah dan ada omongan negatif yang menerpa. Tapi perlahan mencoba menerima, bersyukur, dan jalani sebisa saya. Itu lebih baik ketimbang terus merasa tersakiti.

  7. alhamdulillah memang lingkungan sangat berpengaruh terhadap kesehatan mental, beruntung banget berada di lingkaran orang-orang baik dan positif

  8. Saya pun saat ini sangat suka dengan tema kesehatan mental. Entah kenapa, perkembangan zaman dan adanya media sosial sedikit banyak mempengaruhi kesehatan mental saya juga. Tidak mudah terdistraksi oleh media sosial merupakan salah satu cara agar kesehatan mental dapat terjaga untuk saya saat ini

  9. Kesehatan mental baru saya perhatikan penting saat menjalani kehidupan seperti penanganan masalah, motivasi diri dan semacamnya. Kesehatan mental penting.

  10. Menarik nih bahasannya tentang kesehatan mental pada keluarga yang emang perlu dijaga banget ya. Apalagi masalah dalam keuarga memang banyak banget, kalau gak memiliki mental yang sehat ya dampaknya pasti buruk dan patut diwaspadai ya. Oh ya ternyata ada kriteria tertentu ya kalau mau datang ke psikolog

  11. Aku juga sukaa banget baca2 soal kesehatan mental, kayak seru aja gituu dan jadi ngga overthinking bahkan sampe self diagnose

Silakan tinggalkan komentar

Email aktif kamu tidak akan ditampilkan. Tapi ini mesti diisi dengan benar.

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.