Ada sebuah organisasi yang berada di luar pemerintah. Meskipun begitu, organisasi atau lembaga tersebut tetap mendapatkan anggaran negara setiap tahun. Kali ini, membahas pakaian dinas di lembaga itu.
Sebut saja, lembaga itu adalah lembaga X. Jelas, ini tidak ada kaitannya dengan X atau Twitter yang dimiliki Elon Musk itu. Elon Musk dibaca Elon Mas. Memang dia berada di luar negeri, kalau dia di Indonesia, namanya jadi Mas Elon!
Berbeda Pakaian Dinas
Lembaga X dahulunya tidak mensyaratkan para pegawainya untuk memakai pakaian dinas ketika perjalanan dinas. Jadi, mau itu yang PNS atau bukan, bisa memakai pakaian batik ketika acara berlangsung. Namun, kini, setelah berganti pucuk pimpinan, maka aturan itu diubah. Setiap pegawainya diwajibkan untuk memakai pakaian dinas ketika kegiatan dilaksanakan. Mau itu di dalam kota atau di luar kota, tetap pakaian dinas harus wajib.
Sebenarnya, ada sisi kelebihan dan kekurangannya sih. Kalau dahulu, pakai baju batik untuk semua PNS, itu lebih praktis dan nyaman juga. Para PNS di lembaga X tidak perlu repot mengingat hari dan membawa pakaian dinas apa yang sesuai hari tersebut. Baju batik bisa dipakai tiap hari, modelnya pun sangat beragam.
Kini, aturan tersebut ditegakkan, pakaian dinas menjadi organizational branding yang cukup luar biasa. Ketika pegawai lembaga X berada di hotel atau tempat kegiatan, citra lembaga sangat kelihatan. Dengan logo di sebelah kiri, keterangan lembaga di sebelah kanan. Ditambah dengan pin KORPRI, dan nama si pegawai. Tidak lupa dicantumkan ID card. Pokoknya, ada kesan gagah dan betul-betul menunjukkan identitas.
Antara Suami dan Istri
Dalam kehidupan suami istri di dunia ini, pastilah banyak kondisi yang berbeda. Ada yang suaminya bekerja di luar rumah, istrinya ibu rumah tangga. Sebaliknya, ada yang istrinya keluar rumah bekerja, bahkan di luar negeri, sementara suaminya di rumah, jaga anak, karena menganggur.
Ada pula yang suami dan istri tidak bekerja lagi. Ini bisa terjadi karena suami korban PHK. Atau memang karena sudah kaya raya, jadi tidak perlu bekerja lagi, seperti Robert T. Kiyosaki dan istrinya di buku yang lawas itu.
Nah, bekerja suami itu sebagai apa? Apakah sebagai PNS seperti yang saya sebutkan di atas? Kalau suami PNS, maka wajib mengenakan pakaian dinas tiap kali ke kantor. Ini sudah aturan yang wajib, jika tidak, bisa terkena sanksi. PNS masuk kantor tidak mungkin pakai celana pendek, apalagi tidak pakai celana sama sekali.
Pakaian dinas suami harus dijaga dan dirawat baik-baik. Soalnya, pengadaannya sering menggunakan anggaran negara, uang kantor. Yang namanya anggaran negara, satu rupiah saja harus bisa dipertanggungjawabkan kemana larinya? Kalau tidak bisa, maka akan jadi temuan. Nah, temuan itu yang sering bikin pusing. Apalagi jika sudah pensiun, masih ada temuannya. Lebih pusing lagi.
Kalau istrinya baik hati, dia yang mencucikan pakaian dinas suami. Namun, ada juga sih, suami yang mencuci sendiri bajunya. Itu tidak masalah juga, tergantung kemauan dan kesepakatan saja.
Jika istri bukan PNS atau pegawai pemerintah, apakah dia tidak punya pakaian dinas? Oh, ternyata ada! Akan tetapi, pada kata “dinas” mesti diberikan tanda kutip. Sebab, pakaian di situ maksudnya bukan untuk berkantor, melainkan untuk khusus di depan suami.
Maksudnya bagaimana? Ya, begitulah. Antara suami dan istri, mereka memang memiliki rahasia yang tidak boleh tersebar. Yah, namanya juga rahasia, mana bisa tersebar? Termasuk pakaian “dinas” itu contohnya: lingerie, BH, celana dalam, gaun seksi yang merah menerawang, gaun yang terbuka di bagian dada, dan lain sebagainya. Tergantung selera dan kemauan suami dan istri tersebut.
Dan, antara pakaian dinas suami dan istri memang berbeda. Kalau pakaian dinas itu dipakai suami untuk bekerja keras di kantor demi mencukupi nafkah istri, sedangkan pakaian “dinas” istri itu dipakai agar suami keras dulu, baru bekerja. Mengerti maksudnya?