Dulu, ketika saya masih tinggal di kota kelahiran, Jogja, saya diceritakan oleh salah satu teman. Dia adalah seorang pengusaha yang berfokus pada produk pertanian karena memang jurusan kuliahnya di bidang tersebut. Teman saya itu bicara dengan teman yang lain lagi. Tentang gerakan boikot produk Israel di Indonesia. Terkait dengan penyerangan terhadap Palestina, seperti yang terjadi saat ini.
Teman saya yang pengusaha pertanian itu sebut saja namanya Yudi. Sedangkan yang satunya boleh dipanggil Wahyu. Jadi kalau ada konspirasi Yahudi, maka juga akan ada konspirasi Wahyudi. Bagaimana sih lengkapnya? Yuk, ganti paragraf dulu!
Wahyu beranggapan bahwa produk-produk Israel yang kita beli itu menyumbangkan senjata bagi mereka. Bila kita cari di Google, dan kebiasaan keseharian kita, maka produk Israel sangatlah banyak. Bahkan terlalu banyak. Produk rumah tangga, alat mandi (bagi yang mau mandi saja), makanan, minuman, pakaian dan tentu media sosial yang sering dijadikan tempat galau kamu itu, Facebook. Semuanya dari orang Israel. Makanya, cocok gerakan boikot produk Israel menurut Wahyu.
Dari kaidah ini, ada yang mengatakan bahwa Facebook itu haram, karena itu produk Israel. Mengatakan seperti itu, terserah dia sendiri. Tapi gantinya apa? Sementara saat ini, belum ada ganti yang pas. Dan, Facebook ini ‘kan cuma alat. Tergantung kita mau dipakai untuk apa? Apakah untuk dakwah? Untuk sharing seputar nikah terus dari seorang jomblo yang hingga kini belum nikah-nikah? Atau digunakan untuk cari mangsa. Atau untuk jualan? Diorder ya Sist… Misalnya begitu.
Wahyu kembali mengatakan bahwa tidak sepantasnya orang Islam membeli produk Israel karena keuntungannya akan mengalir ke sana. Lalu, dibuat senjata yang kembali kepada orang Islam, tapi dalam bentuk kekerasan dan penyerangan. Bom atau peluru dari Israel itu karena keuntungan dari bisnis orang-orang Yahudi sendiri.
Sebenarnya, tentang gerakan boikot produk Israel ini, Indonesia pernah menyampaikannya Konferensi Tingkat Tinggi Organisasi Kerjasama Islam (OKI) di Istanbul, Turki, pada Jum’at (18/5/2018). Nah, sekarang bagaimana? Apakah ada kemajuan dari rencana gerakan boikot produk Israel tersebut? Hem, silakan dijawab sendiri ya?
Menanggapi pendapat dari Wahyu itu, lalu apa yang dikatakan Yudi? Bukan menjawab dengan “Ya, saya setuju!”, tapi dia mengatakan dengan pendapat yang berbeda jauh dan sama sekali tidak terduga oleh Wahyu.
“Bagaimana kalau kita jadi pengusaha besar, tidak cuma di Indonesia, tapi juga dunia?! Lalu, dari hasil usaha kita itu, beli saham-sahamnya perusahaan Yahudi, nanti keuntungan dari perusahaan yang sudah kita miliki itu, dipakai untuk membantu Palestina!”
Nah, smash itu telah mendarat di pikiran Wahyu. Apa jawabannya? Ini juga termasuk smash, tapi smash yang sangat lemah.
“Wah, susah kalau begitu! Gimana caranya kita bisa beli sahamnya perusahaan Yahudi? Pasti mahal banget dan rasanya tidak mungkin!”
Sepengetahuan saya, Yudi, sudah menjadi pengusaha rempah yang luar biasa. Sekali kirim rempah atau produk pertanian sudah dalam kapasitas kontainer. Saya memang lama sekali tidak ketemu dengannya karena saya sudah merantau ke Sulawesi Tenggara, menyeberang lautan. Sedangkan Wahyu, juga tidak diketahui keberadaannya. Mungkin di antara kamu, ada yang tahu dia di mana sekarang? Hehe…
Kalau dilihat dari sekilas percakapan itu, apakah solusi membeli saham produk perusahaan Israel itu tepat? Jelas tepat sekali bagi orang yang luar biasa optimis. Kenapa tidak? Bukankah potensi seorang muslim itu juga tidak kalah dengan Israel? Bahkan Israel yang dikatakan kafir saja bisa sukses di dunia, masa muslim yang punya Allah, tidak bisa? Yahudi atau Israel saja bisa kaya, kok orang Islam tidak?
Salah satunya karena rasa pesimis yang masih kurang di antara generasi muda Islam. Melihat kemegahan Israel dengan gurita bisnisnya, langsung ciut dan tidak punya semangat untuk mencontoh (tentunya bidang usaha bisnis yang positif) atau menyaingi. Bahkan, berpikir mau seperti itu saja belum tentu ada. Padahal punya impian itu gratis lho! Tidak perlu harus ikut MLM dulu baru punya impian.
Memang, memulai bisnis itu tidak mudah. Bahkan sangat tidak mudah. Kalau yang mudah itu bukan bisnis, tapi roti kismis. Tinggal makan, lep, enak. Namun, jika tidak dimulai, bagaimana mau tahu berhasil atau tidak?
Dan, masih membahas gerakan boikot produk Israel di Indonesia. Kira-kira apakah akan sanggup? Bukankah produk mereka sudah sedemikian membanjiri kehidupan kita? Apakah kita mampu hidup tanpa produk Israel itu dan melakukan gerakan boikot kepada mereka?
Bagaimanapun, krisis kemanusiaan yang terjadi di Palestina memang masih terjadi dan kemungkinan akan terus begitu sampai hari kiamat. Impian sangat besar untuk membeli perusahaan Israel, sangat patut diacungi jempol. Ketika ada yang ingin mencapainya, maka itu bisa dikatakan langkah luar biasa.
Namun, bagi yang belum bisa, bisa bantu dengan dana atau kemampuan yang ada. Boleh juga dengan terus mengkampanyekan gerakan boikot produk Israel di Indonesia. Dari beberapa rupiah yang kita sisihkan itu, Insya Allah bisa membantu saudara-saudara kita di Palestina. Jika toh belum sanggup juga, bantulah dengan doa. Karena doa itu gratis, maka perbanyak saja berdoa. Sebarkan pula informasi valid tentang keadaan di sana agar saudara-saudara kita ikut mendoakan.
Kalau impian untuk jadi kaya melebihi Israel tidak ada, dana tidak punya, doa tidak sempat, lalu apa yang bisa diharapkan dari manusia macam itu? Mengakunya sih muslim, tapi kepedulian sama sekali tidak ada. Memang, untuk peduli dengan nasib orang Palestina, tidak harus menjadi muslim, tapi cukuplah menjadi manusia.