Fenomena Anak Kecanduan Game Online, Masihkah Terus Bertambah?

Fenomena Anak Kecanduan Game Online, Masihkah Terus Bertambah?

Jika Dirasa Tulisan Ini Bermanfaat, Share Ya!

Waduh, anak kecanduan game online? Apakah anak Anda seperti itu? Atau sudah mulai ada gejala ke sana? Boleh dong, simak kisah nyata berikut ini!

Rumah Sakit Jiwa. Ketika mendengar namanya, tentulah digunakan untuk orang-orang yang sedang sakit jiwa. Kesannya, tempat orang-orang “gila”. Meskipun gila itu bisa macam-macam jenisnya. Ada gila harta, gila jabatan, gila wanita, bahkan gila dunia. Wah, kalau yang tipe gila seperti ini, lebih parah daripada anak kecanduan game online!

Suasana Rumah Sakit Jiwa

Bagi orang yang belum pernah masuk dan cuma lihat di film-film, mungkin terlihat ada kesan lebaynya di situ. Ada orang yang diikat di ranjang, terus berontak. Memang ada sih yang begitu, tapi tidak semua juga keles…

Terus, yang jadi obyek lucu-lucuan adalah orang gila yang menyamar jadi dokter. Ada orang datang, eh, si orang gila itu yang memeriksa, terus disuntik segala macam. Akhirnya, dokter yang asli datang, kaget, kok ada orang gila menyamar jadi dokter asli. Kagetnya mirip yang pernah jadi berita itu, apa-apa kaget. Hehe…

Namun, ini kondisi yang sebenarnya dari sebuah Rumah Sakit Jiwa Dr Soeharto Heerdjan yang berlokasi di Jakarta. Justru kondisinya sedang ramai dengan anak-anak yang berceloteh. Tunggu, kok cukup banyak anak? Ada apa ini? Apakah mengacu pada judul tulisan ini tentang anak kecanduan game online?

Tidak juga ternyata, karena ada belasan orang tua yang membawa buah hatinya dengan berbagai macam keluhan. Ada yang autisme sampai dengan kecanduan gawai atau gadget. Jadi, nama gawai itu adalah nama Bahasa Indonesia untuk gadget. Nah, ambil contoh satu anak, namanya Budi (bukan nama sebenarnya). Ini tidak ada kaitannya dengan Budi Setiawan lho, yang ternyata jutaan orang sudah membuktikan bahwa Binomo itu palsu. Haha…

Baca Juga: Menciptakan Masjid Ramah Anak: Dua Kisah Nyata

Budi telah diberikan diagnosis sedang mengalami kecanduan game online. Ketika datang, dia terus menggenggam telepon seluler milik ibunya pakai kedua tangan. Adakah menggenggam tidak pakai tangan? Matanya, ya, matanya, tetap terus fokus menatap layar ponsel. Jari-jarinya si anak terampil memencet layar sentuh atau touchscreen.

Menurut ibu Budi, Susilo (ini bukan nama sebenarnya juga), sudah terjadi selama beberapa tahun. Tunggu, kok nama ibunya Susilo. LGBT kah? Wah, sory saja! Maksudnya di situ Susilowati. Jadi, namanya ibunya Wati. Begitu saja. Maaf, maaf.. Toh, juga bukan nama sebenarnya ‘kan?

Kisah Awal Anak Kecanduan Game Online

Bagaimana sih Budi kok bisa jadi anak kecanduan game online? Bisa masuk rumah sakit jiwa begitu? Oh, ternyata, kata Wati, semenjak anaknya masih balita, sudah diberikan gawai oleh penjaga atau pengasuhnya. Ibunya sendiri sulit sekali mengatur durasi Budi dalam bermain gawai dalam sehari. Alasannya, dia dan suaminya memang sibuk bekerja. Sepertinya keduanya berkarier menjadi pegawai kantoran.

“Sekitar umur lima tahun, anak saya sudah nonton Youtube. Dia putar video, kemudian bernyanyi-nyanyi. Semakin tambah usia, dia makin sering main gadget,” kata Wati.

Wati menambahkan, anaknya bisa main gawai dalam delapan jam sehari! Whats?! Kok kayak orang bekerja saja ya? Mungkin kalau dia sudah jadi anak muda, akan lebih senang, karena bisa jadi pengangguran yang digaji. Kerjanya main gawai, gaji mengalir pasti. Benar begitu kah?

Saking seringnya main benda itu, Budi tampak agresif waktu disuruh tidak main.

“Dia mukul-mukul [saya]. Mungkin karena saking marahnya, dia pegang pisau dan berteriak ‘Marah ya!’ Saya takut, sempat shock juga. Secara perlahan saya ambil pisau itu,” ujar Wati.

Menangani Anak Kecanduan Game Online

Menghadapi anak kecanduan game online macam Budi, seorang dokter sekaligus psikiater anak dan remaja di RSJ Dr Soeharto Heerdjan, dr Isa Multazzam Noor, mengaku pernah ada anak yang jadi galak hanya gara-gara kuota data internet di ponselnya habis.

“Gawainya habis pulsanya. Kemudian dia minta untuk dipenuhi, tapi keluarga nggak memberikan. Dia langsung lempar gawainya dan memukul wajah ibunya,” dokter Isa menuturkan.

Tambah dokter, anak itu sudah tidak lagi dikontrol oleh orang tuanya. Solusinya, dimasukkanlah ke rawat inap. Pada kasus tersebut, memang berbeda dengan Budi yang bisa dirawat jalan karena masih bisa dapat pengertian oleh orang tuanya.

Pada RSJ tersebut, ada dua pintu perawatan. Satu, lewat poliklinik, ini yang disebut dengan rawat jalan. Pintu lainnya, lewat ruang emergency. Pada ruang kedua inilah, biasanya memang pada kondisi yang sudah membahayakan pihak keluarga. Oleh karena itu, butuh rawat inap. Emosi dan perilaku anak sudah tidak lagi ditoleransi oleh keluarga.

Durasi Main Game Online

Mungkin ada yang mengatakan bahwa perilaku agresif merupakan indikator seorang anak menjadi anak kecanduan game online. Namun, durasi main game itu sendiri yang juga menjadi salah satu kriteria.

Durasi yang parah sudah mencapai 7-8 jam sehari, baik itu terus-terusan atau akumulasi alias cicilan. Anda sudah bayar cicilan bulan ini belum? Lho, kok malah bahas ini?

Ada sebuah data dari laporan HootSuite dan We Are Social pada bulan Januari 2019 yang lalu. Laporan itu mengatakan bahwa penduduk Indonesia “berhasil” menempati peringkat lima dunia dalam daftar durasi pemakaian internet paling lama per hari. Angkanya mencapai delapan jam dan 36 menit. Berikut infografisnya:

pemakaian internet terlama dalam sehari
Jangan Lihat Desainnya yang Mungkin Bagus, Tapi Hasilnya Cukup Mengerikan!

Macam Kecanduan Internet Pada Anak

Kecanduan game online seperti pada Budi memang makin banyak terjadi di antara anak dan remaja di Jakarta. Ada empat jenis kecanduan internet yang biasa dialami:

1. Media Sosial.

2. Cybersex dan Cyberporn, Tidak Sampai Cybertron Lho!

3. Belanja Online dan Judi.

4. Game Online. 

Ada sebuah aplikasi yang intinya adalah kuesioner yang dibuat oleh dr. Kristiana Siste Kurniasanti. Beliau adalah psikiater spesialis adiksi dari Departemen Psikiatri Rumah Sakit Cipto Mangunkusomo. Jabatannya yang lain adalah Kepala Departemen Psikiatri Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Aplikasinya adalah Kuesioner Diagnostik Adiksi Internet (KDAI).

Dokter Siste menguji 643 remaja di Jakarta. Caranya dengan memberikan 44 pernyataan yang telah dirumuskan oleh 14 pakar. Terdiri dari psikiater anak dan remaja, psikiater bidang perilaku adiksi, psikiater bidang neuropsikiatri dan tentu dokter spesialis anak.

Hasilnya dengan melibatkan beberapa sekolah adalah punya prevalensi sebesar 31,4% alias anak dan remaja kecanduan internet. Dari prevalensi ini, berarti menjadi masalah yang cukup bernilai bagi remaja, meskipun ya bukan nilai yang positif-positif amat.

Baca Juga: Mendidik Versi Kurikulum Para Binatang

Pada angka tersebut perlu dicek lebih dalam dan jauh dengan mengadakan wawancara klinis oleh tenaga kesehatan yang memang pakar dalam hal tersebut.

Itu dari penelitian di Jakarta. Sampai saat ini, belum ada deteksi yang serupa pada tingkat nasional. Akan tetapi, dari laporan berbagai media, sejumlah rumah sakit jiwa di berbagai wilayah di Indonesia justru secara reguler menerima cukup banyak anak kecanduan game online dan internet sebagai pasien.

Pada RSJ Dr Soeharto Heerdjan, Jakarta, angkanya telah meningkat. Dari yang awalnya per bulan satu pasien yang dirawat dengan masalah kecanduan gawai, sekarang ini trennya malah dua pasien dalam sebulan. Begitu kira-kira kata dokter Isa Multazzam Noor.

Peran Orang Tua Pada Otak Anak Kecanduan Game Online

Bagaimana peran orang tua dalam kasus anak yang sudah kecanduan game online? Menurut Dokter Kristiana Siste Kurniasanti, psikiater spesialis adiksi dari Departemen Psikiater RSCM Jakarta, memberikan pendapatnya tentang peran ini. Mesti ada supervisi orang tua. Dan, akan lebih bagus lagi kalau orang tua yang mengenalkan teknologi kepada anak. Bukan teman si anak.

Pembatasan waktu bermain gawai dan pendampingan ketika anak membuka layar juga perlu, agar anak lebih terjaga.

Orang tua boleh juga menggunakan aplikasi-aplikasi tertentu yang bisa melihat durasi pemakaian internet oleh anak. Selain itu bisa memblok jika ternyata sudah lama pakai internet.

Sebagai orang tua juga, janganlah merasa gaptek atau newbie dalam era teknologi seperti sekarang ini. Orang tua mesti paham juga dan berusaha untuk mengikuti seputar teknologi tersebut. Memang bisa jadi sulit bagi orang tua, apalagi yang merasa sudah tidak muda lagi. Ya, dong, yang muda ‘kan anaknya!

Menurut pengakuan dari Dokter Isa Multazzam Noor, ada beberapa anak yang tadinya sembuh dari kecanduan gadget, eh, malah masuk lagi ke RSJ. Ini biasanya terjadi karena orang tuanya memang tidak ada waktu cukup untuk mengawasi anak. Akhirnya, gawai pun dipakai lagi. Masuk lagi deh!

Semoga anak-anak kita terhindar dari kecanduan game online, medsos, belanja online, judi atau apapun itu yang menggunakan internet lewat gawai atau HP. Bagaimana pun, peranan pendidikan agama Islam dalam keluarga sangatlah penting. Orang tua dan anak mesti terus berusaha untuk belajar agama Islam karena di situlah solusi terbaiknya untuk kasus anak kecanduan game online ini. Doakan mereka juga. Bukankah doa yang paling mujarab itu salah satunya doa orang tua kepada anaknya?

Bagaimana kalau mau pakai HP? Boleh saja pakai, tapi HP tersebut jangan dinyalakan! Lho, terus? Ya, HP itu dijadikan saja mobil-mobilan di lantai. Ngeng, ngengg…. Asyik juga lho! Hehe…

Baca Juga: Seperti SCTV: Satu Untuk Semua!

Jika Dirasa Tulisan Ini Bermanfaat, Share Ya!

Silakan tinggalkan komentar

Email aktif kamu tidak akan ditampilkan. Tapi ini mesti diisi dengan benar.

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.