Bencana Banjir Bandang di Masamba, Luwu Utara dan Sesuatu Spesial yang Sebelumnya Ada

Bencana Banjir Bandang di Masamba, Luwu Utara dan Sesuatu Spesial yang Sebelumnya Ada

Jika Dirasa Tulisan Ini Bermanfaat, Share Ya!

Namanya saja bencana, siapa sih manusia yang bisa menduga? Salah satunya adalah bencana banjir bandang di Masamba, Luwu Utara. Yang mengerikan adalah serangan lumpur sampai ke perkampungan penduduk.

Rasa-rasanya negeri ini kok dihantam dengan bencana terus ya? Bencana nonalam berupa Covid-19 masih saja terus terjadi. Bahkan, grafiknya terus naik dan naik. Sehari selalu lebih dari seribu orang yang terkena. Bagaimaan nasib tenaga kesehatan? Bagaimana pula nasib pasien lain yang juga butuh berobat ke rumah sakit, meskipun bukan terkena Corona?

Penyebab Bencana Banjir Bandang di Masamba, Luwu Utara

Kalau jadi judulnya banjir, apalagi banjir bandang, maka penyebabnya adalah air yang meluap. Air tersebut bisa berasal dari curah hujan yang tinggi. Bisa juga karena hutan yang gundul. Yang disebutkan terakhir ini pernah disebutkan di pelajaran-pelajaran sekolah dasar maupun menengah kita. Masih ingat ‘kan?

Kini setelah bertahun-tahun kita tidak sekolah lagi, bencana yang sebenarnya muncul. Teorinya sudah diajarkan waktu sekolah, jangan dibilang ini prakteknya lho ya! Sebab, namanya bencana, pastilah merugikan. Itu di satu sisi, keuntungan juga ada. Pahala sabar, jadi banyak berdoa kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan tentu saja rasa ukhuwah atau persaudaraan makin menguat dengan mengalirnya banyak bantuan.

Baca Juga: Mencari Recehan Dunia, Aduhai Asyiknya

Kalau dilihat dari penyebab bencana banjir bandang di Masamba, Luwu Utara, menurut BPBD (Badan Penanggulangan Bencana Daerah) Kabupaten Luwu Utara, salah satu penyebab banjir adalah hujan dengan intensitas tinggi yang terjadi dalam dua hari terakhir. Air hujan yang sangat tinggi tersebut menyebabkan Sungai Masamba, Rongkang dan Sungai Rada meluap.

Lalu, ketika akan muncul penanganan terhadap bencana banjir bandang di Masamba ini, bagaimana caranya? Bukankah akan dihadapkan pula dengan pandemi Covid-19? Apakah daerah Masamba termasuk zona merah juga?

Menurut BPBD Luwu Utara, daerah Masamba termasuk kategori resiko rendah alias zona kuning. Itu artinya bantuan-bantuan dan para relawannya masih bisa bertugas dengan baik untuk membantu para korban. Tentunya, tetap harus diperhatikan protokol kesehatan juga lah, yauw!

Sedangkan pendapat dari seorang prakirawan dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Makassar, Nur Asia Utami, banjir bandang terjadi karena hujan lebat yang dipengaruhi oleh suhu muka laut yang hangat di Teluk Bone.

Lanjut Nur, banjir juga terjadi karena ada daerah belokan angin atau yang disebut konvergensi di wilayah Sulawesi bagian tengah. Hal tersebut memicu pertumbuhan awan konvektif atau cumulonimbus yang menimbulkan hujan lebar.

Sesuai analisis citra satelit BMKG, pertumbuhan awan konvektif tersebut berada di wilayah Sulawesi Tengah dan bergerak ke Luwu Timur dan Luwu Utara. Daerah yang mendapatkan konsentrasi curah hujan yang cukup tinggi adalah di wilayah hulu Luwu Timur. Begitu ujar Nur Asia.

Bagaimana sih Kondisi Geografis Daerah Masamba Itu?

Sejenak kita belajar Geografi dulu ya! Dilihat secara topografis, Luwu Utara, Luwu Timur, sebagian Toraja hingga ke wilayah Sulawesi Tengah adalah perpaduan geologis antara wilayah dataran tinggi Verbeek dengan dataran-dataran rendah dengan tanahnya yang subur.

Namanya saja tanah subur, otomatis umumnya gembur. Oleh karena itu, mesti tetap diikat atau ditancapkan tumbuhan atau pepohonan. Hal yang jadi masalah adalah saat hutan dibuka untuk orientasi perkebunan atau pertanian, termasuk industri ekstraktif berupa tambang, maka jelas akan merusak daya dukung ekologis kawasan tanah-tanah yang subur itu.

Menurut Direktur Eksekutif Junal Celebes Mustam Arif yang menjadi pimpinan lembaga yang fokus pada isu lingkungan ini, kondisi rusaknya daya dukung ekologis tersebut menciptakan kerentanan tinggi di wilayah-wilayah dataran rendah seperti di Masamba.

Boleh dibilang lho, kalau Masamba itu dikelilingi sungai. Pada bagian selatan ada sungai Rongkong yang besar. Pada bagian tengah Kota Masamba sendiri berada di dataran rendah. Kecamatan di sekitarnya juga dilalui oleh beberapa sungai.

Kondisi-kondisi tersebut membuat Masamba dan sekitarnya termasuk daerah yang rentan bencana banjir. Secara topografis, saat curah hujan melebihi batas ideal, maka Masamba dan sekitarnya akan berada di titik terendah yang akan menjadi limpahan air.

Sesuai pelajaran Geografi, daerah atas yang kritis, maka daerah bawah akan menerima risikonya. Nah, itulah pemicu banjir bandang di Lutra pada Senin (13/7) lalu. Jika dilihat dari satelit, wilayah hulu DAS Rongkong tampak kritis. Kalau kondisinya seperti itu terus, bukan tidak mungkin bencana akan kembali terjadi. Ya ‘kan?

Baca Juga: Apakah Hidup Anda Seperti Kecoa Terbalik?

Menurut Mustam, ada kejadian di tahun 2017 bencana longsor di Maliwowo, Kecamatan Angkona Luwu Timur. Penyebabnya sama, curah hujan yang tinggi. Tanah rentan di bukit tidak mampu menahan beban. Terjadilah longsor yang menimpa rumah warga satu dusun sepanjang jalan trans Sulawesi. Oleh karena itu, semestinya Pemerintah Luwu Utara maupun Luwu Timur dan wilayah sekitar, melihat kembali tata ruang wilayah. Harapannya bisa memulihkan degradasi lingkungan.

Selain itu, merevisi kembali perencanaan pembangunan. Revisi tersebut mesti mengakomodasi perbaikan dan keberlanjutan daya dukung lingkungan dan mitigasi bencana. Masyarakat yang tinggal di wilayah rentan bencana, juga seharusnya punya daya adaptasi secara sosilogis dan rencana kedaruratan (kontigensi). Dengan demikian diharapkan bisa meminimalisir dampak saat ada bencana.

Informasi Tentang Korban

Bencana banjir bandang di Masamba, Luwu Utara, menimbulkan korban yang tidak sedikit. Dampak bencana banjir tersebut sudah diketahui berada di enam kecamatan, yaitu: Kecamatan Masamba, Sabbang, Baebunta, Baebunta Selatan, Malangke dan Malangke Barat. Subhanallah, lebih dari 1.500 warga berhasil diselamatkan oleh petugas. Sementara korban luka sudah dirawat di beberapa rumah sakit.

Berdasarkan laporan BPBD setempat, sebanyak 156 KK atau sebanyak 655 jiwa sudah mengungsi. 4.202 KK atau 15.994 jiwa ikut terdampak. Bagaimana dengan kerugian material atau harta bendanya?

Oh, tercatat sebanyak 4.930 unit rumah terendam, 10 unit rumah hanyut, 213 unit rumah kena pasir bercampur lumpur, 1 Kantor Koramil 1403-11 terendam air dan lumpur dengan ketinggian mencapai 1 meter. Masih ada lagi, jembatan antardesa terputus. Jalan lintas provinsi juga tertimbun lumpur dengan tinggi 1 sampai 4 meter.

Bantuan yang Diperlukan

Ini bukan banjir bandang biasa lho, sebab yang paling banyak adalah lumpur. Bagi Anda yang perempuan, pasti pernah mendengar mandi lumpur ya? Itu dilihat dari segi kesehatan, ternyata ada manfaatnya lho!

Meskipun mandi lumpur itu mendatangkan manfaat, sekarang banjir bandang di Masamba juga mendatangkan lumpur dalam jumlah yang sangat-sangat banyak.

Para korban bencana banjir bandang sangat membutuhkan bantuan dan uluran tangan kita. Namun, tidak gampang menyalurkan bantuan tersebut. Menurut sebuah sumber dari akun Twitter, akses jalan luar biasa padat. Waktu normal untuk perjalanan sekitar 1,5 jam. Ternyata, berangkat jam 8 pagi, lalu tiba di rumah jam 10 malam.

Berikut kondisi yang memang harus disentuh bantuan secepat dan setepat mungkin:

Lumpur Kering

Awalnya memang lumpur tersebut datang dalam keadaan basah. Terbawa oleh banjir bandang. Akan tetapi, tidak ada jaminan lumpur tersebut akan terus basah. Bagaimana jika hujan tidak lagi turun? Maka, kondisi berikutnya akan berubah, yaitu: menjadi panas.

Nah, lumpur akan menjadi debu-debu yang beterbangan. Kalau sudah dalam kondisi begitu, maka tantangan berikutnya adalah ISPA alias infeksi saluran pernapasan atas. Jadi, bantuan yang lebih tepat adalah masker dengan jumlah sangat banyak ya.

Lumpur Basah

Tadi di bagian sebelumnya, tentang lumpur kering. Ternyata, masih ada ancaman dari lumpur basah. Hujan yang turun dan menyatu dengan lumpur di jalan atau rumah tersebut akan mendatangkan penyakit, seperti kolera. Kok bisa? Ya, dong, sebab bercampur dengan kotoran manusia, juga masuk urin manusia. Masih ada lagi, yaitu: mayat yang membusuk dan belum bisa dievakuasi.

Menurut beberapa relawan di sana, bahwa di beberapa titik sudah tercium bau yang sangat busuk. Jadi, bantuan yang lebih pas adalah sepatu bot dan sarung tangan karet.

Sanitasi dan Kebersihan Tubuh

Pakaian luar maupun dalam, laki-laki dan perempuan jelas masih diperlukan. Tidak luput adalah pakaian anak-anak, sampai dengan bayi maupun balita. Untuk mencari bantuan apa yang cocok, terutama bagi anak-anak, boleh masuk ke sini saja.

Makanan, minuman, selimut, sabun mandi, sampo, peralatan mandi lainnya, sampai dengan hand sanitizer, masih sangat diperlukan. Ini jelas relawan atau pihak pengelola bantuan di sana lebih tahu kebutuhan di tempat. Kita tinggal berdonasi saja sesuai kemampuan kita. Mampunya lima juta, bolehlah menyumbang segitu.

Sesuatu yang Tersembunyi dari Masamba

Ada satu hal yang ingin saya ceritakan kaitannya dengan Masamba. Ini kondisi sebelum ada bencana banjir bandang lho ya!

Sebelum ada bencana banjir bandang di Masamba, daerah tersebut termasuk memiliki jumlah pengikut jamaah tabligh (JT) yang besar. Bahkan sangat besar. Teman saya yang aktif di JT merasa sangat bangga dengan jumlah pengikut gerakan tersebut. Beberapa kali dia pernah berbicara kepada saya bahwa Masamba adalah daerahnya JT.

Kata teman saya lagi, ketika waktu sholat, ada seorang JT yang menyetop atau menyegat kendaraan yang lewat. Pengemudinya disuruh untuk minggir, diminta untuk sholat berjamaah di masjid. Padahal, menurut saya, ‘kan belum tentu itu orang Islam yang menyetir. Tapi, sepertinya menurut mereka, yang penting berhenti dulu. Urusan agamanya apa, itu urusan nanti.

Baca Juga: Tong Kosong Nyaring Bunyinya [Ternyata Ada Hubungannya dengan Ayam dan Kura-kura]

Cerita lain lagi, tetapi bukan di Masamba. Satu kelompok kecil, rombongan JT, masuk ke rumah orang. Biasanya ada empat orang. Satu penunjuk jalan, sering dipegang oleh orang lokal. Satu orang yang diam saja, kerjanya cuma berdzikir. Satunya yang mengajak si tuan rumah ke masjid, plus dengan dalil-dalilnya untuk ajakan tersebut. Satu lagi, saya lupa untuk apa jobdesknya? Mungkin cadangan saja.

Ternyata, ada hal yang termasuk lucu dan unik juga, karena si pendzikir tadi baru memberitahu si penceramah atau pengajak tuan rumah, bahwa rumah tersebut sejatinya adalah milik seorang Nasrani. Buktinya, ada salib yang tergantung di dindingnya. Cuma, dia tidak mau memberitahu dulu, karena ‘kan tadi disuruh diam saja. Dan, lebih terlihat lucu lagi, karena si tuan rumah juga hanya mengangguk-angguk. Dia tidak bilang bahwa dia nonmuslim.

Nah, tentang banjir bandang di Masamba ini apakah termasuk azab ataukah ujian saja? Berdasarkan sejarah atau kejadian di masa lampau, kejadian bencana itu disebut azab jika datang di waktu malam hari atau saat waktu dhuha, ketika itu orang-orang sedang lalai. Berdasarkan informasi yang ada, bahwa banjir bandang Masamba menghantam di waktu malam. Apakah termasuk azab dari Allah? Wa’allahu alam.

Saya teringat lagi dengan JT. Ketika saya mengikuti semacam pertemuan kecil-kecilan sehabis sholat Subuh, masing-masing jamaah duduk melingkar. Oh, ya, namanya musyawarah! Mereka menceritakan amal masing-masing, kemarin atau tadi malam. Ada yang bilang, Alhamdulillah, tadi malam saya sholat Tahajjud 11 rakaat. Perasaan sungguh enak dan tenang.

Ada juga yang mungkin berkata bahwa dia sudah membantu orang. Pokoknya, cerita yang baik-baik saja, karena lingkupnya memang musyawarah agama. Jangan cerita bahwa kemarin saya chat si ini, si itu, diblokir si anu, diremove si dia. Halah, itu malah pengakuan dosa, hehe…

Padahal itu ‘kan sebenarnya malah mengungkapkan ibadah yang seharusnya ditutupi saja lho! Khawatirnya jadi riya nanti. Tapi begitulah cara mereka dalam beragama. Kata sebagian orang, mereka termasuk sufi. Bukan suka film atau suka tifi, tapi mirip dengan orang-orang yang lebih mementingkan urusan hati dibandingkan dalil. Bahkan, Syekh Nashiruddin Al-Albani rahimahullah, mengatakan mereka sebagai sufi gaya baru.

Hakikat Musyawarah

Menurut mereka, musyawarah adalah hal yang sangat dipentingkan sebelum melakukan kegiatan. Ketika akan ke luar tiga hari, mereka musyawarah dulu. Saat sudah sampai di tempat orang, biasa dengan istilah khuruj, mereka juga musyawarah lagi, ke rumah siapa, siapa saja personilnya, siapa yang tinggal di masjid (tugasnya mendoakan rombongan jamaah yang datang ke rumah-rumah dan lain sebagainya.

Kata mereka, daerah yang rutin melakukan musyawarah, maka akan terhindar dari azab. Jika ada azab, maka akan dipindahkan ke daerah yang tidak ada musyawarahnya. Itu yang masih saya ingat sampai sekarang. Jadi, di daerah saya tersebut, JT rutin mengadakan musyawarah berdasarkan keyakinannya.

Nah, Masamba bagaimana? Daerah tersebut termasuk pusat dari JT atau JT menjadi sangat besar di sana. Tapi kok kena kejadian begitu? Munculnya malam hari, lho! Jangan-jangan itu ada azab? Jadi, apa yang membuat sampai terjadi begitu? Bukankah mereka rutin musyawarah? Bahkan, sudah jamak di sana, kalau JT bisa bebas naik motor tanpa helm, cuma pakai surban. Waow…!

Teman saya di sini juga ada yang begitu. Helm jarang dipakai, hanya pakai surban. Padahal bukan waktunya sholat, tetapi ke mana-mana pakai surban. Padahal ya semestinya mematuhi aturan yang berlaku dong! Masa hanya aturan agama atau arahan dari imam atau amir mereka saja yang ditaati? Aturan lalu lintas yang notabene dari pemerintah yang sah malah tidak? Iki piye?

Salah seorang ustadz mengatakan bahwa bencana tersebut perlu untuk muhasabah bagi mereka bahwa janganlah menampakkan kesombongan atau merasa sombong dengan jumlah mereka yang sangat besar. Pada akhirnya, kelompok lain menjadi tersisihkan oleh mereka.

Kejadian nyata lho, di Masamba, organisasi dakwah lain dilarang untuk ta’lim di masjid, bahkan diusir! Kalau JT menjadi besar, maka kawan saya mengatakan bahwa mereka akan menjadi keras dan kasar, terlebih kepada kelompok lain. Kalau kepada orang awam sih, mereka ramah luar biasa. Pijat-pijatan sering kita temukan jika ada mereka yang khuruj di masjid. Sekali lagi, itu kepada orang awam, tetapi untuk kelompok dakwah lain? Hem, belum pernah saya temukan!

Kesimpulan

Kejadian bencana banjir bandang di Masamba memang sudah dialami masyarakat di sana. Namun, sebenarnya kita semua yang ikut mengalami. Kita yang tidak terkena bencana yang sama memang mesti meringankan beban mereka. Mungkin dengan harta. Mungkin pula dengan tenaga, caranya menjadi relawan di sana. Tidak bisa keduanya, pakai doa saja. Mudah-mudahan terkabul. Tidak bisa juga? Hem, saya tidak tahu mau berkata apalagi?

Tidak perlu menyalahkan memang, siapa yang salah atau menjadi penyebab dari bencana tersebut? Faktor kerusakan alam sehingga air hujan dari atas mengalir mulus ke bawah mesti jadi perhatian pemerintah dan masyarakat juga dong.

Lalu, bagaimana dengan JT yang disinggung di tulisan ini? Apapun kesalahan atau pemahaman mereka, tetaplah mereka juga menampakkan kebaikan. Mengajak orang sholat ke masjid itu tidak sembarang orang bisa melakukan. Atau mengajak preman yang nongkrong di pinggir jalan, sebagian besar orang akan malu untuk menyambangi mereka. Atau justru takut? Tapi, JT mampu. Dan, terbukti banyak preman yang bertaubat mengikuti langkah mereka.

Nah, jika isinya sebagian preman yang bertaubat, maka janganlah watak aslinya muncul di saat menghadapi organisasi dakwah lainnya. Melarang ini dan itu, apalagi sama-sama di masjid, rumah Allah. Hendaknya sesama kaum muslimin bersaudara, meski beda bendera, kelompok apalagi organisasi.

Kalau Masamba saja bisa kena begitu, semoga daerah lain jangan sampai terkena ya! Apakah itu berupa azab ataukah ujian semata bagi orang-orang beriman? Solusinya adalah kita tetap perlu berdoa kepada Allah Ta’ala.

Baca Juga: Sepertinya Masuk Surga Lebih Mudah Daripada Masuk PNS

Jika Dirasa Tulisan Ini Bermanfaat, Share Ya!

Silakan tinggalkan komentar

Email aktif kamu tidak akan ditampilkan. Tapi ini mesti diisi dengan benar.

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.