Tentang Masa Kecil

Tentang Masa Kecil

Jika Dirasa Tulisan Ini Bermanfaat, Share Ya!

Berbicara tentang masa kecil, selalu ada kaitannya dengan kenangan yang telah berlalu. Entah itu menyenangkan maupun tidak menyenangkan. Namun, masa kecil jangan disalahtafsirkan dengan “masa punyamu kecil?”

Kita bisa mengira bahwa masa kecil itu dimulai dari waktu balita hingga hampir baligh. Berarti sejak sekitar empat tahun, di bawah itu, hingga lulus SD. Mungkin begitulah.

Kalau kenangan masa kecil indah, dipenuhi dengan beraneka ragam permainan, pergaulan dengan banyak anak lain, hubungan dengan orang tua yang harmonis, dan tentunya nilai pelajaran sekolah yang juga membanggakan.

Penyebab Masa Kecil Tidak Bahagia

Memang tidak semua orang mengalami masa kecil yang indah dan bahagia seperti itu. Mereka yang mengalami masa kecil suram bisa jadi karena faktor keluarga. Mungkin miskin atau kedua orang tuanya bercerai.

Kalau miskin, cenderung mengalami penderitaan dari segi materi. Untuk makan saja sulit, membeli kebutuhan lain juga sulit. Jangankan untuk sekolah, kalau kebutuhan hidup seperti makan saja tidak gampang, maka susah diharapkan bisa mengikuti pelajaran dengan baik sehari-harinya.

Tentang kemiskinan ini, ada seorang pelawak Jogja yang mengeluarkan banyolannya. Katanya, ada program dari calon yang maju dalam politik untuk meningkatkan taraf hidup kemiskinan. Dari yang awalnya di bawah garis kemiskinan, menjadi pas di garis kemiskinan. Nah, meningkat bukan? Tentunya itu cuma cerita fiksi semata.

Sedangkan faktor lain penyebab masa kecil kurang bahagia adalah perpisahan kedua orang tuanya. Perceraian ini bisa menghinggapi keluarga yang miskin maupun kaya. Aneka penyebab perceraian bisa terjadi. Ada yang karena selingkuh, KDRT, suami tidak lagi menafkahi istri, salah satunya melarikan diri, perbedaan keyakinan dalam agama, dan lain sebagainya.

Pasti perceraian itu akan memakan korban. Dan, korban paling berat dialami oleh anak-anak. Apalagi anak-anak masih kecil. Sandaran dua sayapnya jadi rapuh. Hilang separuh. Bagaimana bisa terbang dengan lancar kalau salah satunya tidak ada?

Jika sudah bercerai, pastilah tidak lagi satu rumah. Terus, anak-anak mau ikut siapa? Bila masih kecil, akan ikut ibunya. Namun, jika rindu dengan bapaknya, bagaimana hayo? Jadi repot ‘kan?

Seandainya dengan perceraian itu masalah jadi selesai, maka mungkin bisa ditempuh cara tersebut. Namun, jika gara-gara urusan sepele, terus cerai seperti para artis itu, lebih baik jangan diikuti deh! Pertama, karena kita bukan artis. Kedua, mereka yang artis itu tidak peduli dengan kita jika sudah bercerai. Mau jadi viral juga? Idih! Yang ada malah terpental.

Ada juga sih, orang yang mengalami masa kecil tidak menyenangkan, saat dewasa menjadi orang sukses. Akan tetapi, persentasenya pastilah sedikit. Tidak setiap orang bisa sukses bukan? Padahal sudah makan Mie Suksess isi 2, belum tentu langsung sukses. Betul ‘kan?

Cita-cita Masa Kecil

Sebuah video di TikTok pernah saya tonton. Sebuah tayangan komedi yang tayang di stasiun televisi swasta. Judulnya “Lapor Pak!”

Cak Lontong diinterogasi oleh Andre, Wendy, dan Andika. Dia mengatakan, “Waktu kecil cita-cita saya ingin menjadi astronot.”

Andre bertanya, “Terus kenapa sekarang tidak jadi astronot?”

Jawaban Cak Lontong yang bertubuh tinggi besar itu, “Lho, kan saya jadi besar. Waktu kecil jadi astronot, sekarang tidak jadi astronot karena sudah besar.”

Saya jelas tertawa mendengar gurauan itu. Lucu memang, tetapi benar juga. Waktu kecil ingin jadi astronot, sekarang tidak bisa lagi jadi astronot. Berarti yang dimaksud adalah astronot kecil, haha, ada-ada saja.

Tentang cita-cita masa kecil, apa sih yang biasa diungkapkan? Paling banyak sih ingin jadi presiden, dokter, pilot, tentara, PNS, dan semacamnya. Ada pula yang ingin jadi pahlawan super, macam Iron Man, Batman, Superman, Avengers, atau bahkan ingin jadi robot! Wajar saja, tidak perlu disalahkan, namanya juga anak-anak.

Meskipun begitu, ada juga orang tua yang terlalu mengintervensi. Contohnya ada anak ingin jadi polisi. Orang tua mungkin ada yang mengatakan begini, “Aduh, jangan jadi polisi, Nak! Gajinya kecil. Jadi pegawai BUMN saja! Gajinya besar, tunjangannya tinggi.”

Lho, lho, sebentar, memang anak tahu apa itu BUMN? Tahu apa itu gaji? Apa lagi tunjangan? Saya yakin mereka akan bertanya ke orang tuanya tentang semua itu. Hanya sekadar cita-cita belaka, kok dikaitkan dengan gaji dan tunjangan?

Saat ada anak ingin jadi Iron Man, orang tuanya mungkin akan mengkritik, “Yah, kok jadi Iron Man sih? Nanti pakai bajunya itu panas lho, Nak! Kan dari besi, berat!” Lah..

Atau ada yang ingin jadi Batman, eh, orang tuanya menyindir lagi, “Aduh, malah jadi Batman! Kamu nanti akan sering begadang malam, Nak. Tidak bagus buat anak seperti kamu begadang malam-malam. Ingat kata Bang Haji Rhoma Irama, begadang jangan begadang kalau tiada artinya. Begadang boleh saja, kalau ada perlunya.” Lah lagi, memangnya anak zaman sekarang kenal Rhoma Irama?

Mestinya tidak perlu terlalu diarahkan seperti itu. Mereka sekadar suka saja, sekadar menggemari saja. Saking seringnya nonton Iron Man, ingin jadi yang sama. Namun, lihat orang tuanya. Ibunya terlalu sering nonton gosip artis, eh, ingin jadi artis juga. Terlalu sering menonton Syahrini, ingin kulitnya semulus artis itu. Padahal, sudah banyak keriput di sana-sini.

Saya sendiri pernah punya cita-cita ingin menjadi sopir bus. Pakai tutup makanan yang besar dan dibalik, pura-puranya menyetir di bawah meja makan. Waktu itu, paman saya juga menyindir, “Cita-cita kok pengin jadi sopir bus?” Saya cuma diam. Tidak berkomentar apa-apa saat itu, seingat saya. Dan, akhirnya sekarang? Apakah saya berhasil menjadi sopir bus? Bukan sopir sih, melainkan tetaplah nyupir. Lebih tepatnya adalah nyuci piring!

Belajar dari Masa Kecil

Antara generasi tahun 80-90-an memang berbeda dengan sekarang. Kalau generasi dahulu itu masih memiliki permainan yang banyak mengandalkan fisik. Main petak umpet, kasti, renang di sungai, lompat tali, dan sebagainya. Sekarang, lebih banyak lewat HP alias gadget. Tentunya, perbedaan tersebut juga akan memunculkan kenangan yang berbeda.

Namun, ada sifat-sifat anak kecil yang bisa kita pelajari sebagai orang dewasa. Sifat mereka yang mulia adalah suka memaafkan. Dimarahi orang tuanya dengan cukup keras, besoknya Masya Allah, mereka kembali memeluk dan mencium kedua orang tuanya. Cepat sekali mereka memaafkan. Cepat sekali mereka kembali ke pelukan dan pangkuan kita.

Teman kantor saya pernah mengatakan bahwa dia merasa menyesal saat malam hari. Siang hari memarahi anaknya, tetapi muncul rasa penyesalan waktu anaknya sudah tidur. “Kenapa ya tadi dimarahi?” Begitulah kata pikirannya.

Anak-anak berbuat masalah itu biasa, namanya juga anak-anak. Tinggal dilihat, masalahnya apa dulu nih? Berat atau tidak? Kalau sekadar menumpahkan mainan, mengotori lantai, mencorat-coret tembok, itu masih wajar. Tinggal dibersihkan dan dirapikan saja. Orang tua dapat mengajak mereka untuk membantu membersihkan.

Jika orang tuanya sekarang berbuat baik kepada anak-anak, itu akan menimbulkan kenangan masa kecil yang indah. Anak-anak akan mengenang akhlak mulia orang tuanya. Masa kecil itu tidak lama, hanya sebentar. Tahu-tahu anak sudah gedhe, sudah masuk SMP, sudah masuk kuliah, bahkan sudah mau menikah. Kok rasanya cepet banget ya?

Bila sudah terjadi seperti itu, orang tua akan merindukan anak-anak kecil mereka. Akan tetapi, sudah tidak bisa lagi. Masa kecil anak-anak sudah lewat. Anak-anak sudah menjadi dewasa dan mereka siap untuk menjalani kehidupannya sendiri.

kamis-menulis

Jika Dirasa Tulisan Ini Bermanfaat, Share Ya!

9 Comments

  1. Bisa saya bayangkan ketika anak-anak kita bercanda hingga sampai bertngar di rumah, mereka tak sedikitpun merasa bahwa esok kan berpisah tinggal di tempat berbeda dan tidak bersama lagi. Saat itulah sebagai orang tua kita kan merasa kesepian dan merindukan mereka.🥲

  2. Ahhh… saya jadi masuk mesin waktu ketika membaca tulisan Pak Rizki.
    Yang pertama, Waktu kecil saya juga ingin sekali jadi supir bus, bedanya saya mengilustrasikan tempat tidur tingkat menjadi busnya. Adik saya, saya tugaskan menjadi kondekturnya. seru juga saat itu….. hehehehhee

    Yang kedua, Saya setuju sekali dengan cepatnya anak memaafkan ortunya. Padahal suka marah, namun beberapa saat kemudian sudah dipeluk lagi.

    Seperti biasa tulisannya renyah dan mengundang senyum.
    Sehat selalu Pak Rizki

  3. Keren…tulisannya sangat menginspirasi . Betul sekali masa kecil kurang bahagia banyak faktor penyebabnya

  4. Selalu suka tulisan Mas Rizky. Kocak menghibur, tp bnyk pesan berharga juga.
    Ambu suka kalau suami mau nyupir, nyuci piring. Istilah yg keren Mas🤗

Silakan tinggalkan komentar

Email aktif kamu tidak akan ditampilkan. Tapi ini mesti diisi dengan benar.

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.