Walaupun Harus Antri Cukup Lama, Akhirnya Bisa Juga Membersihkan Karang Gigi

Walaupun Harus Antri Cukup Lama, Akhirnya Bisa Juga Membersihkan Karang Gigi

Jika Dirasa Tulisan Ini Bermanfaat, Share Ya!

Keinginan untuk membersihkan karang gigi saya memang sudah cukup lama. Namun, terhalang oleh pandemi. Alhamdulillah, tadi malam, Kamis (22/04), saya berhasil juga.

Sudah pernah saya ceritakan di blog ini tentang perawatan gigi saya. Gigi taring yang tergerus dan akan makin tergerus jika tidak dilakukan perawatan.

Kalau makin dalam, gigi bisa patah. Padahal itu adalah gigi taring. Masa harimau kehilangan taring? Walah, saya kok disamakan harimau, memangnya Biskuat?

Gigi yang saya rawat di Dokter Rismanto, dokter gigi sekaligus kepala RSUD Bombana, sudah selesai. Biayanya mencapai 1,5 juta rupiah. Lumayan sih, tetapi hasilnya memuaskan. Sudah ditambal permanen. Insya Allah, akan lebih kuat daripada sebelumnya. Semoga saja.

Dari perawatan itu, rupanya saya ketagihan untuk perawatan gigi lainnya. Yang saya pikirkan adalah membersihkan karang gigi.

Ternyata, di klinik Dokter Rismanto, tidak bisa. Beliau tidak berani. Ya, sudah, saya coba mencari tempat lain. Rupanya, tempatnya tidak jauh di situ. Namanya Klinik Wila Farma.

membersihkan-karang-gigi-1

Sebelumnya Gagal

Pada hari Rabu (21/04), saya langsung meluncur ke sana habis sholat tarawih. Ketemu dengan petugasnya, saya lihat lumayan banyak antrian. Ditanya, “Mau apa, Pak?”

“Mau membersihkan karang gigi,” begitu jawab saya.

“Sudah daftar?” Tanyanya dengan lembut.

“Belum,” jawab saya juga dengan lembut, bahkan sutra saja bisa kalah lembut dibandingkan jawaban saya ini, mungkin lho ini.

“Harus daftar dulu, Pak.”

“Oh, oke.”

Baca Juga: 9 Motivasi untuk Rajin Menulis: Belajar dari Penulis Terkenal, Ustadz Cahyadi Takariawan

Saya pun menyebutkan nama, alamat, dengan nomor HP. Untungnya saya tidak tanya nomornya juga, dan tidak sampai bilang begini, “Jangan disebarkan nomorku ya, Mbak!”

Berarti saya harus pulang malam itu. Oke, deh, tidak apa-apa. Toh, masih ada pekerjaan menulis juga.

Baru bisa tadi malam, saya ke sana lagi, sebelumnya ditelepon untuk bisa ketemu dokter.

Berangkat! Semangat! Tarik, Sis, semongko! Eh, saya kan bro, ya, masa sis?

Menunggu Satu Jam Lebih

Saya datang kira-kira jam 9 malam lebih. Tidak sempat makan malam, karena antara maghrib-isya, saya sudah makan pisang ijo. Sangat mengenyangkan.

Duduk menunggu di sofa yang empuk. Ada dua ruangan ternyata, sepertinya dokter yang berbeda. Di sana, saya bertemu dengan teman. Dia ini kerja juga di klinik dokter, tetapi kliniknya sedang tutup, katanya masih corona. Lah, padahal klinik lain sudah buka, termasuk klinik yang saya datangi itu.

Dia mengeluh sering sakit perut. Makanya minta di USG. Dia dipanggil dokter lebih dulu daripada saya. Begitu ke luar, saya tanya, “Bagaimana?”

Apa jawabannya? Berapa pula poin pertanyaan saya ini? Dia berkata, “Ternyata ada batu empedu di dalam!”

Waduh, Subhanallah! Ada batu empedu di dalam? Hasil dari USG? Pantas dia sering mengeluh begitu. Saya tanya lagi, “Ada berapa batunya?”

“Cuma ada satu kok.” Oh, Alhamdulillah, berarti masih mending itu.

“Terus, selanjutnya?” Tanya saya selanjutnya.

“Ya, nanti bisa pakai obat, diminum teratur, selama tiga bulan, akan hilang sendiri.”

Oke, oke, saya mengangguk. Dia pamit dan pulang bersama seorang perempuan berjilbab panjang. Saya kurang tahu, itu pasangan pacaran atau sudah menikah ya? Seingat saya sih sudah menikah. Kalau pacaran, masa sampai jam 10, masih dibawa-bawa? Eh, tas kresek kali dibawa-bawa?

Dan Ini Dia, Mari Kita Tampil!

“Bapak Rizky!” Yes, saya dipanggil dan disuruh masuk juga ke ruangan yang tidak terlalu besar. Dokter di situ, laki-laki, mengenakan masker yang tidak biasa. Seperti di bawah ini:

Begitulah, jadi bukan masker bedah seperti yang sering saya pakai itu. Keren juga, Dok, maskernya begitu! Mirip pasukan perang Teluk yang menggunakan senjata biologi dan kimia.

Sebenarnya, kursi untuk pasien dokter gigi itu tidak jauh berbeda sih. Ada lampu dengan beberapa bohlam di atas. Cukup menyilaukan jika mata kita didekatkan sekali ke lampu itu. Ya, iyalah.

Ada meja kecil di bagian kiri kita. Untuk menampung alat-alat pertukangan. Ya, bukanlah, alat-alat perawatan gigi.

Kursi itu bisa diturunkan, bisa juga dinaikkan. Mudah. Tapi, setahu saya tidak bisa untuk menurunkan harga sembako atau menaikkan nilai raport siswa.

Baca Juga: Antara Aku, Kamu, dan Dia, serta Antara Manusia dan Bukan Manusia

Pada tahap awal, saya disuruh berkumur air dalam sebuah kemasan gelas mineral. Warnanya oranye kalau tidak salah. Sudah dikasih sedotan.

“Kumur selama 30 detik.” Begitu perintah dokter. Sebagai pasien yang baik dan cakep juga, walah, saya menurutinya.

Eh, ini air apa ya? Selesai kumur dan saya buang ke lubang di dekat situ, ada rasa yang lain daripada yang lain. Bukan rasa rindu yang memang dirasakan lain daripada yang lain itu.

“Baik, kalau sudah, kita mulai ya!”

Alat yang dipakai dokter itu mirip mesin bor, tetapi kecil. Ada satu asistennya yang memasukkan selang ke dalam mulut saya.

Oh, ya, dokter itu pakai juga faceshield. Menutupi kepala dengan peralatan medis. Mirip-mirip APD lapis tiga, lah. Hanya di bagian bawahnya, dia pakai sandal saja.

Sang asisten menjulurkan alat bulat dari plastik di depan muka saya. Mirip corong begitulah. Apa gunanya untuk menahan percikan ludah ya? Entahlah, yang penting, prosedurnya beres.

Gigi yang dibersihkan karang giginya di bagian bawah dulu. Ini sangat terlihat ketika saya bercermin. Terasa ada gumpalan-gumpalan warna kuning yang jatuh. Cukup lama membuka mulut. Baru diminta berkumur, itulah kesempatanku menutup mulut dan menelan ludah. Tahap pertama.

Pada tahap kedua, agak berat, karena ludah sudah terkumpul di bagian belakang mulut. Siap untuk ditelan. Namun, dokter masih juga membersihkan karang gigi saya.

Oleh karena tidak tahan, saya minta berkumur. Dokter mengizinkan. Wuah, saya khawatir menelan karang gigi yang sudah berhasil terlepas itu! Tahap kedua.

Tahap terakhir, tinggal yang belum saja. Beberapa bagian saya merasa sakit. Sepertinya, karang gigi yang lumayan menembus gusi. Pada bagian atas, sebelah kanan belakang, juga sakit. Dan, pertunjukan pun selesai, Saudara-saudara setelah dokter menyatakan, “Yak, sudah!”

Kain seperti celemek yang ada di bagian leher dan dada, serta kepala bagian belakang, diambil oleh si asisten. Saya berkumur, mengambil tisu.

Pas mau buang, lho, tempat sampahnya mana ini? Ternyata, si asisten tersebut yang akan membuangnya. Mantap, deh!

Sebelum saya meninggalkan ruangan itu, dokter memberikan petuah bijaknya, “Sudah tahu cara menyikat gigi yang benar belum?”

Setahu saya, kalau di depan naik dan turun, begitu.

“Kalau di bagian belakang, pakai gerakan memutar, naik turun. Ingat ya, membersihkan gigi itu dengan alat seperti itu.” Dia menunjuk alat tadi untuk membersihkan karang gigi. “Kalau gosok gigi, itu sikat sekadar mengoleskan odol ke gigi.”

Oh, jadi begitu, makanya menyikat gigi itu tidak boleh keras-keras, apalagi pakai kekerasan dalam rumah tangga. Hem, kenapa disangkut-pautkan ke sini?

Sudah ke luar dari ruangan, waktunya kita untuk membayar makanan yang sudah kita pesan. Membawa satu map yang isinya rekam medis saya, petugas menghitung-hitung biayanya. Pakai kalkulator pula.

“Semuanya 275 ribu.”

“Oke.” Saya mengeluarkan uang 300 ribu. Saya kira hanya 200 ribu, ada tambahan 75 ribu toh.

Hal yang Dirasakan

Sebelum ke situ, beberapa tahun yang lalu, cukup lama, waktu masih tinggal di rumah mertua, saya pernah juga dibersihkan karang gigi. Oleh seorang laki-laki yang bukan dokter, aktivis jamaah tabligh. Peralatannya ya mirip dengan dokter, entah dengan higienitasnya. Katanya, setelah dibersihkan karang gigi, akan enak perasaan.

Nah, itulah yang saya rasakan tadi malam. Ada rasa yang lain pas selesai membersihkan karang gigi. Perlu adaptasi dulu, karena karang gigi sudah menempel cukup lama di gusi.

Kalau sudah dibersihkan begitu, berarti langkah selanjutnya adalah menjaganya. Rutin gosok gigi setelah makan, jangan gosok gigi sambil makan. Begitu juga gosok gigi sebelum tidur, jangan ketika tidur, malah gosok gigi.

membersihkan-karang-gigi-3

Baca Juga: Tips Aman Pakai dan Lepas Masker di Restoran

Jika Dirasa Tulisan Ini Bermanfaat, Share Ya!

14 Comments

  1. Aakkk! Saya masih belum berani ini, Pak. Duh! Masak harus nunggu sampai tujuh purnama mengumpulkan keberanian ke dokter gigi, sih

  2. Ha ha ha…
    Gemes sendiri bacanya, jadi ingat sama urusan gigi bungsu februari lalu.
    Tapi untuk urusan karang gigi emang rasanya lain ya setelah di bersihkan, kayak saya suci kalian penuh noda :)))

    1. Iya, meskipun ada rasa lain-lain di dalam mulut karena gusi yang sebelumnya tertancap karang gigi menjadi berbekas.

Silakan tinggalkan komentar

Email aktif kamu tidak akan ditampilkan. Tapi ini mesti diisi dengan benar.

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.