Hari Santri: Antara Harapan Kanan dan Godaan Sebelah Kiri

Hari Santri: Antara Harapan Kanan dan Godaan Sebelah Kiri

Jika Dirasa Tulisan Ini Bermanfaat, Share Ya!

Pagi tadi, sebelum berangkat ke kantor, di depan kantor Kementerian Agama Kabupaten Bombana, tampak cukup banyak orang bersiap berbaris. Baru tahu dan ingat, rupanya hari ini adalah Hari Santri.

Saya buka Google, Hari Santri memang setiap tanggal 22 Oktober. Asalnya adalah dari Resolusi Jihad yang dilontarkan oleh KH. Hasyim Asy’ari kepada para ulama, kiai, dan santri untuk melawan penjajah pada tanggal yang sama. Dari situlah, tercetus Hari Santri hingga sekarang.

Orientasi dari Orang Tua

Seorang anak yang masuk menjadi santri memang awalnya dari keinginan orang tua. Berhak dong orang tua menentukan anaknya mau ke mana? Apakah ke sekolah umum, sekolah berbasis agama, seperti MTs maupun Aliyah, atau langsung saja ke pesantren. Orang tua yang punya uang, maka anaknya harus menurut.

Ketika memilih sekolah ini, tidak jarang anak juga punya keinginan sendiri. Mungkin orang tua ingin anak ke pesantren, tetapi anak maunya di sekolah umum. Bisa jadi, faktor anak di sekolah umum karena teman-teman akrabnya juga di sana. Atau, boleh jadi, ada anggapan negatif tentang dunia pesantren itu sendiri.

Kalau sudah seperti ini, tinggal dialog yang sehat antara orang tua dengan anak saja. Meskipun, ya, jika sama-sama ngotot, maka anak tidak bisa berbuat apa-apa. Ada yang orang tuanya sampai marah karena anaknya tidak mau masuk ke pesantren. Sampai orang tuanya mengancam, “Kalau tidak mau masuk pesantren, nikah saja!” Si anak jelas kaget, akhirnya menurut juga.

Orang tua yang ingin anaknya jadi santri bisa juga karena masa lalu orang tua, atau bahkan kehidupan yang sekarang. Orang tua mungkin kurang dalam belajar agama. Dulunya orang tua nakal, sekarang ingin berubah dengan cara menginginkan anak jauh lebih baik. Bisa juga orang tua yang paham tentang masa depan anaknya. Tidak cuma di dunia, tetapi juga di akhirat.

Berbagai Tantangan di Pesantren

Banyak memang kondisi yang khusus terjadi di pesantren. Jika di sekolah umum, para muridnya bebas bergaul denagn lawan jenis. Satu kelas, laki-laki dan perempuan jadi satu. Bahkan, dalam satu bangku saja, bisa kok laki-laki dan perempuan duduk bersama.

Sedangkan di pesantren, terpisah lokasinya. Hubungan antara santri laki-laki dan perempuan dihindari semaksimal mungkin. Caranya dengan menempatkan mereka di lokasi masing-masing yang jauh, atau dalam satu lokasi, tetapi disekat ketat. Ada juga caranya di kelas, di tengahnya dipasang kayu dan tripleks.

Itu bagian dari ikhtiar. Memang harus begitu, meskipun masih ada juga yang kecolongan. Mereka, santri laki-laki dan perempuan dapat saling mengirim kode, ataupun komunikasi khusus sehingga tercipta hubungan yang khusus pula.

Faktor yang mendorong terjadi seperti itu karena faktor biologis. Santri yang notabene masih remaja mengalami gejolak jiwa yang seperti itulah, kamu tahu sendiri ‘kan karena pernah muda. Apalagi lokasi yang sesama jenis saja, membuat mereka ingin variasi, ingin suasana baru. Dan, kalau sudah begitu, maka yang disasar adalah lawan jenis.

Rasa penasaran juga menghinggapi mereka. Melihat santri perempuan dengan jilbab yang lebar, tertutup rapat, bahkan pakai cadar, membuat santri laki-laki tertarik dan ingin menyelidiki lebih jauh.

Sebaliknya, santri perempuan juga punya keinginan yang sama. Bahkan, bisa saja, mereka yang memancing duluan. Pura-pura jalan di depan santri laki-laki demi menarik perhatian. Atau dengan suara mereka yang ribut di dalam masjid. Ah, namanya hasrat, memang susah untuk ditahan dengan kuat.

Meskipun lingkungan pesantren terbilang cukup kondusif, tetapi pengaruh buruk tetaplah bisa masuk. Contoh sederhananya adalah merokok. Ini memang biasanya dialami oleh santri laki-laki. Apakah ada santri perempuan yang juga merokok? Entahlah, setahu saya belum pernah ada.

Selain merokok, mabuk, ngelem, atau pakai narkoba dapat terjadi. Mungkin hal itu karena dibantu oleh orang luar. Mereka menyusup ke dalam pesantren atau mencari waktu-waktu yang sesuai untuk melancarkan pengaruh buruknya.

Setelahnya

Tantangan bagi santri laki-laki dan perempuan tidak hanya terjadi di dalam pesantren, tetapi juga akan jauh lebih banyak setelah lulus, keluar, atau dikeluarkan. Betapa banyak saya lihat, begitu keluar pesantren, eh, kembali jadi anak yang seakan-akan tidak mengenal dunia pesantren. Yang perempuan upload foto, plus jogat-joget ala-ala TikTok. Yang laki-laki membahas seputar game online yang notabene sangatlah buang-buang waktu.

Jangankan setelah lulus, waktu liburan saja, bisa kok muncul kelakuan aslinya. Begitu mereka menggenggam HP lagi, sudah deh, jadi anak biasa lagi, anak gaul lagi, dan seolah-olah bukan santri lagi.

Meskipun begitu, tidak ada tempat pendidikan yang sempurna sekali. Pondok pesantren juga masih ada kelemahan dan kekurangan. Sarana dan prasarana perlu juga diperbaiki dan ditingkatkan. Namun, kendala utamanya adalah dana. Apalagi pondok pesantren swasta yang tidak penuh dibantu dana dari pemerintah atau negara.

Persepsi pendidikan juga perlu diperhatikan. Hal ini karena setiap santri pastilah punya potensi masing-masing. Tidak semuanya toh harus jadi ustadz dan ustadzah. Ada peluang dan kesempatan lain untuk membantu umat ini.

Hal yang jelas, yang membuat pesantren itu eksis adalah kepeduliannya yang luar biasa terhadap Al-Qur’an. Tiap hari selalu saja ada taman-taman surga untuk mengkaji firman-firman Allah tersebut. Ditambah dengan hadits Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam. Itulah yang tidak didapatkan di sekolah umum, karena mungkin pendidikan agama di sana hanya tambahan atau mirip dengan sekadar formalitas.

Selamat Hari Santri 2021 kepada seluruh santri di seluruh Indonesia. Bagaimanapun, tiap pondok punya cakrawala dalam memandang agama Islam ini. Banyak pondok masih mengadakan Yasinan, maulid, barzanji, maupun aktivitas lain yang dianggap bid’ah oleh pondok pesantren yang lain. Yang lebih penting sebenarnya persatuan ummat. Asalkan tauhidnya masih satu dan sesuai dengan Al-Qur’an, sunnah, dan sesuai dengan pemahaman para sahabat Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam, itu dulu yang harus didahulukan.

Selamat Hari Santri, meskipun hari ini tidak hanya ditujukan untuk para santri sebenarnya, tetapi juga para pembina. Masih banyak yang belum menikah dan perlu untuk diselamatkan. Kamu mau menyelamatkan mereka?

Jika Dirasa Tulisan Ini Bermanfaat, Share Ya!

Silakan tinggalkan komentar

Email aktif kamu tidak akan ditampilkan. Tapi ini mesti diisi dengan benar.

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.