Ibu yang Akan Selalu Dicintai Anaknya

Ibu yang Akan Selalu Dicintai Anaknya

Jika Dirasa Tulisan Ini Bermanfaat, Share Ya!

Meskipun dipanggil “ibu”, tetapi ada juga lho ibu yang suka makan ubi. Makanan tersebut dapat dijadikan pengganti nasi, bukan pisang. Sebab, makan pisang dua buah tentu tidak mengenyangkan. Apalagi yang dimakan malah kulitnya.

Secara kenyataan, betapa banyak perempuan yang ingin dipanggil “ibu”. Panggilan tersebut sebetulnya lebih pas muncul kalau perempuan itu sudah melahirkan anak. Lewat pernikahan yang legal, sah, dan berakhir basah, anak pun lahir diawali dengan darah.

Jika seorang perempuan dipanggil “ibu”, tetapi belum punya anak, kok rasanya nyesek dan lain-lain begitu ya? Dan, cukup banyak yang sudah menikah bertahun-tahun, justru belum dikaruniai anak. Namun, yang pacaran, cuma dikencingi saja, eh, hamil. Waduh!

Rasa Sakit

Kodrat perempuan yang menjadi “ibu” memang akan melalui rasa sakit. Tidak ada orang hamil dan melahirkan yang tidak sakit. Sejak gejala awal, sudah seperti itu. Makin besar kehamilan, justru makin meningkat.

Tidak hanya sakit fisik, tetapi juga berefek pada pikiran. Makanya, sering ada ibu-ibu yang suka marah. Terlebih jika Liverpool kalah misalnya. Lho, ini kok ibunya pecinta bola? Bukannya biasanya pecinta sinetron?

Rasa sakit dari hamil itu mencapai puncaknya saat melahirkan. Inilah momen yang berujung pada dua ujung. Lho kalimatnya?

Antara hidup dan mati. Manakah yang akan dipilih oleh ibu tersebut? Tentunya secara normal dan manusiawi, ibu akan memilih hidup. Anaknya pun harus hidup. Akan tetapi, jika kesempatannya cuma satu, maka ibu akan mendahulukan anaknya agar terus hidup. Masya Allah.

Sakitnya melahirkan diibaratkan beberapa tulang patah sekaligus. Ini sudah sangat luar biasa. Selama ini kita hanya mematahkan tulang ayam geprek. Yang belum terpatahkan pula adalah tulang kampung. Bisakah lebaran ini tulang kampung?

Namun, rasa sakit saat melahirkan yang super duper sakit itu, berganti menjadi cahaya cinta yang tidak kalah super dupernya. Cinta yang begitu besar dari seorang ibu kepada anaknya yang baru lahir. Menyaksikan bayinya menangis keras, masih berlumur darah, masih pula ada tali pusarnya. Warna merah dan bayi yang masih tampak kecil, menjadi perasaan tersendiri bagi ibu tersebut.

Padahal, kalau dipikir dengan logika, bayi tersebut yang menyebabkan sakit. Selama delapan atau sembilan bulan, selalu saja ada rasa sakit, perasaan tidak enak ketika tidur, nah, ini sudah keluar biangnya! Namun, begitulah kodrat perempuan. Ketika disakiti, justru melahirkan cinta. Makanya, bagi para suami, yang pernah menyakiti hati istrinya, belum tentu istrinya akan membenci. Paling-paling, dia minta pulang ke rumah orang tuanya! Halah..

Sebaliknya, bagi seorang anak, rasa cinta kepada ibunya juga muncul sejak bayi. Sering kebersamaan mereka, hanya berdua, baku tatap muka, si bayi menyedot ASI dari ibunya, merupakan kisah cinta yang termasuk paling dahsyat di dunia ini. Kadang anaknya bertingkah aneh waktu menyusui, maka itu sudah menjadi kenyataan yang dihadapi para ibu. Lagi dan lagi, para ibu itu bersabar. Terus tabah menghadapi anaknya, terus mendoakan, agar kelak menjadi orang yang berguna dan bermanfaat di kemudian hari.

Kisah dari Facebook

Ada sebuah kisah yang dikirimkan teman saya lewat Facebook. Oleh karena dikirimkan lewat Facebook, maka tidak perlu repot-repot pakai ekspedisi, potongan ongkir, atau malah COD. Dia mengirimkan sebuah cerita yang saya tidak tahu benar atau tidak. Yang saya tahu, pengirimnya adalah benar-benar teman saya.

Begini ceritanya, jreng-jreng! Ini malah seperti cerita misteri saja, Uka-uka. Lebih lengkapnya muncul Uka Kuka. Eh, itu mah Uya Kuya deng!

Ada seorang suami yang sudah bekerja cukup mapan. Namun, dari penghasilannya sebagai pekerja, dia termasuk pelit kepada istrinya. Masa hanya dikasih 20 ribu? Anehnya, tuntutan si suami, dengan uang tersebut, harus makan enak. Hem, enak gundulmu! Begitu mungkin batin si istri seharusnya, hehe..

Uang sebesar itu, lebih tepatnya uang sekecil itu, rupanya juga dibelikan susu. ASI yang dimilikinya sangat sedikit. Susu formula ‘kan harganya lumayan tuh. Lebih mahal memang Formula 1. Sampai miliaran rupiah harga satu buahnya.

Oleh karena sudah dibelikan susu, untuk makanan jelas kurang. Terus, apa yang dibeli? Istri tersebut membeli kerupuk. Ya, kerupuk saja. Saat suaminya pulang, membuka tutup meja makan, eh, kok tidak ada makanan? Marahlah dia. Membentak istrinya, “Kenapa tidak ada makanan ini?”

Istrinya menjawab, “Ada, Mas, ini kerupuk. Mau?”

Suaminya malah lebih marah lagi. Masa dihidangkan kerupuk? Suami itu merasa terhina. Akhirnya, dia keluar rumah untuk membeli makanan enak. Adapun istrinya dibiarkan makan nasi dengan kerupuk.

Besok-besoknya, anak yang dipunyai ibu tersebut sakit. Dia berusaha mencari obat. Dan tentu saja makanan. Plus susu juga. Uang yang didapatkan dari suami masih sedikit. Terpaksalah dia mengutang. Aneka warung diutangi. Ketika uang makin menipis, mau mengutang lagi, ditolak oleh si pemilik warung. “Bu, yang kemarin saja belum dibayar, kok mau mengutang lagi?”

Oh, ya, saya lupa. Anak ibu itu ada dua. Yang bungsu, perempuan, sementara sakit. Dia minta anak pertamanya, laki-laki, untuk menjaga si adik. Ibu itu akan pergi, pokoknya sampai dapat susu dan obat. Anak pertamanya jelas penurut dan siap menjaga adik tersayangnya.

Dari pagi, siang, sore, hingga malam, ibu itu terus mencari. Mencoba mengutang dari sana ke sini, hasilnya nihil. Dia pun pulang. Betapa kagetnya dia, waktu banyak orang datang ke rumahnya. Bukan untuk bertamu atau bikin pesta, melainkan karena anaknya yang kecil sudah meninggal dunia!

Suaminya, yang mengetahui istrinya sudah pulang, marah besar. Dia mendekati istrinya, menyemprotnya dengan kata-kata yang sangat kasar, mendorongnya dengan keras pula. Menghina, mencaci maki, dan semacam itulah.

Ibu itu mengetahui bahwa anaknya telah meninggal. Dia jelas sangat terpukul. Sangat-sangat terpukul. Menangis tidak cukup baginya. Pikirannya sedemikian kacau, stres berat, hingga gangguan jiwa pun muncul dalam dirinya!

Setelah itu, sang ibu punya kebiasaan untuk pergi ke warung atau toko untuk mengutang. Dia sering berkata begini, “Bu, saya ambil susunya ya? Nanti saya bayar.” Padahal orang-orang sudah tahu, bahwa anak keduanya sudah meninggal. Lalu, susu itu untuk siapa?

Beberapa tahun kemudian, seorang laki-laki dewasa keluar dari kantornya. Keluar bukan karena di PHK, melainkan karena ada urusan penting. Dia pulang begitu saja. Mencari-cari yang semestinya dicari. Akhirnya, ketemulah yang dicarinya.

Dia berkata kepada penjaga toko, “Biarlah susu ini saya yang bayar, Mbak.”

Penjaga toko itu mengangguk.

“Ayo, kita pulang, Bu.”

Ibu itu mau saja diajak pulang oleh si laki-laki. Mengendarai mobil yang biasa-biasa saja sih. Tidak seperti mobil mewah yang dibilang “Wah, murah banget!” itu. Waktu di mobil, ibu tersebut menatap wajah si laki-laki. Kok sepertinya kenal ya? Siapa ya? Begitu pertanyaan di dalam batinnya.

Laki-laki itu berkata kepada sang ibu, “Ibu, meskipun Ibu sudah tidak lagi kenal saya, tetapi saya akan tetap menjadi anak Ibu. Meskipun orang lain menganggap Ibu sudah gila, tetapi saya tidak akan menganggap seperti itu sama sekali. Dan, saya bangga menjadi anak dari seorang ibu yang begitu perhatian dan penuh perjuangan untuk membesarkan anak-anaknya. Terima kasih, Ibuku tersayang.”

Kenyataan Seperti Itu

Dari kisah di atas, seorang anak laki-laki akan selalu memiliki cinta yang spesial dengan ibunya. Sebab, dari awal, tatapan wajah mereka berdua sejak kecil, sudah sering dilakukan. Wajah ibu adalah yang terindah bagi anak, begitu pula sebaliknya. Dan, kunci dari itu semua, kebahagiaan ibu, kebahagiaan anak, adalah dari suami atau ayah sebagai kepala keluarga.

Hal itu yang sebenarnya berat, tetapi semoga saya dan para ayah lainnya bisa menjalankan tugas ini. Membahagiakan keluarga, mengajak mereka kepada kebaikan, bukan meninggalkan begitu saja, apalagi cuma dikasih uang 20 ribu rupiah. Pelit amat jadi suami ya! Jengkol, eh, jengkel deh!

kamis-menulis

Jika Dirasa Tulisan Ini Bermanfaat, Share Ya!

8 Comments

  1. Jengkol, eh jengkel.. Heheeh
    Selalu ada tawa setiap membaca tulisan Pak Rizky

    Terimaksih untuk ceritanya, sangat mengena di hati saya.

    Sehat selalu Pak

  2. Ibu …bagi kita sangat menunjang dlm segala hal, tanpa beliau kita bukan siapa2, tulisannya sangat menginspirasi sekali,mantap…

  3. Ya. Semoga kuta sebagai suami bisa berkaku bijak dan tidak peluit eh….pelit bagi isteri dan keluarhanya. Jangan menjadi suami yang bisa bikin jengkol eh….jengkel saja. Salam Bung Rizky. Saya sangat menyukai tulusannya yang khas. berbumbu kompor….eh humor. Maaf. Salam.

Silakan tinggalkan komentar

Email aktif kamu tidak akan ditampilkan. Tapi ini mesti diisi dengan benar.

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.