Cerita Inovasi dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia Kepada Murid atau Santri

Cerita Inovasi dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia Kepada Murid atau Santri

Jika Dirasa Tulisan Ini Bermanfaat, Share Ya!

Berbicara tentang inovasi, tidak selalu kaitannya dengan mobil. Kalau dengan mobil, maka itu namanya Innova. Sementara si-nya bisa diikutkan, bisa juga tidak. Jika diikutkan, maka berarti, “Kamu pakainya Innova, sih!”

Pada dasarnya, inovasi itu adalah sesuatu yang mesti dilakukan dalam segala hal. Tujuannya agar tidak membosankan.

Dalam hubungan pernikahan misalnya. Cak Nun pernah mengatakan, suami istri itu tiap hari selalu ketemu. Nah, agar tidak bosan, bisa istri pakai kacamata misalnya.

Atau cara lainnya, suami cukur gundul itu juga boleh. Asal bukan istrinya yang dicukur gundul. Nanti dikira tokoh kiper perempuan dalam film Shaolin Soccer lagi.

Bukti Pikiran Manusia

Manusia memang dibekali akal budi. Itulah yang membedakan antara manusia dengan hewan. Namun, ada kalanya hewan jadi terasa punya akal. Contohnya lumba-lumba.

Dalam pertunjukan sirkus, kita bisa menyaksikan lumba-lumba dapat menghitung, melompati lingkaran yang dikelilingi api, menolong manusia, dan lain sebagainya. Itulah lumba-lumba yang ternyata bisa baik hati. Sementara yang membuat sakit hati adalah kita mengikuti lumba-lumba, ternyata tidak pernah menang. Betul bukan?

Nah, dengan akal yang ada pada manusia itu, inovasi dapat muncul dengan bentuk yang beraneka ragam. Salah satunya dalam dunia pendidikan. Dunia jenis ini butuh inovasi baru dalam metode, teknik, sistem, baik pada guru maupun muridnya.

Namun, kita lihat, sebenarnya dunia pendidikan tidak terlalu ada inovasi lho. Coba lihat posisi duduknya. Selalunya murid menghadap guru dengan formasi semacam itu. Kalau dengan formasi semacam itu, dibandingkan dengan formasi saat Indonesia melawan Thailand kira-kira bagaimana ya?

Saya pernah kursus Bahasa Inggris di lembaga bernama LIA. Waktu itu saya masih tinggal di Jogja, belum menikah, dan tentu saja belum punya cucu!

Saya lihat di sana, metode duduknya berbeda dengan sekolah biasa. Posisinya membentuk huruf U. Guru tetap ada di tengah, tetapi muridnya ada yang menyamping ke kiri, ke kanan, dan posisi klasik, ke depan.

Metode semacam itu menghindarkan murid atau siswa dari tidak terlihat oleh guru atau tentor, kecuali kalau muridnya memang tidak masuk, ya, mana mungkin terlihat ‘kan? Posisi U yang semuanya mepet dengan tembok, otomatis bisa dikatakan duduk paling depan. Dan, tentor pun bisa melihat semua peserta. Sedangkan peserta bisa melihat semua tentor. Eh, semua tentor?

Bagaimana dengan Diri Sendiri?

Kalau saya juga berusaha untuk berinovasi dalam pembelajaran Bahasa Indonesia. Saya mengajar Bahasa Indonesia khusus hari Sabtu di SMA IT Al-Wahdah Bombana.

Kalau hari Senin hingga Jum’at, saya berkantor di tempat lain. Makanya, waktu kosongnya hari Sabtu pagi sampai siang. Sedangkan dompet kosongnya tebak sendiri hari apa hayo?

Ketika pandemi melanda, saya melakukan inovasi pembelajaran melalui website ini. Memberikan soal dan mengulas jawabannya dengan tulisan. Mereka membuka linknya melalui grup Whatsapp kelas. Namun, tentu saja ada kendalanya. Wilayah Bombana tidak semuanya terselimuti sinyal. Wuih, cieh-cieh, terselimuti!

Akhirnya, ada beberapa murid yang beralasan tidak bisa mengerjakan soal karena tidak ada sinyal. Hem, heran juga ya! Kenapa beli HP Android dulu tidak dengan sinyalnya sih?

Setelah pembelajaran tatap muka, sebetulnya, membaca buku pelajaran Bahasa Indonesia, saya kok bosan dengan materinya ya? Itu-itu saja.

Saya ingin memberikan pencerahan kepada para murid saya yang notabene juga santri dari Ponpes Al-Wahdah Bombana tersebut. Mereka adalah murid yang menginap 24 jam di asrama pesantren. Berpisah dengan orang tuanya untuk sementara dan semoga orang tuanya pun tidak sampai pisah.

Saya berusaha untuk mencari materi lain dalam inovasi pembelajaran. Misalnya, saya mengajarkan mereka delapan kecerdasan dari Howard Gardner. Harapannya mereka menjadi lebih paham bahwa kecerdasan itu tidak cuma Matematika, Fisika, maupun pelajaran eksakta lainnya. Pelajaran-pelajaran tersebut dikatakan ilmu pasti, meskipun lebih banyak pasti salah, apalagi kalau murid tidak pernah belajar!

Selain itu, saya juga membuka cakrawala pemikiran mereka bahwa profesi menulis itu sangatlah luas. Apalagi di era teknologi semacam sekarang. Penerapan profesi tersebut bisa dengan menjadi copywriter. Itu lho yang suka menulis untuk bisnis, seperti: iklan atau penawaran suatu produk. Tidak setiap pebisnis online mampu menulis bahasa iklannya bukan?

Tidak tertinggal adalah tentang menulis di blog pribadi. Saya memberikan semangat kepada mereka untuk suatu saat nanti punya blog sendiri dan menuangkan ide atau pemikiran di situ, asalkan laptop yang dipakai jangan sampai tertuang air lho ya. Mereka sih mengangguk-angguk saja, semoga saja bisa mengerti.

Penyegaran

Ada kalanya, saya memberikan game-game kepada para murid sebelum pelajaran berakhir. Game yang ini tentu saja tidak pakai game online, seperti PUBG yang artinya Permainan Untuk Bikin Gob**k (Ups!).

Atau Free Fire. Nah, Free Fire itu dapat muncul pada diri orang dewasa lho. Maksudnya api gratis. Itu terlihat pada orang yang mau merokok, tetapi dia tidak membawa korek. Makanya, dia minta korek ke temannya, meskipun sering koreknya pun terbawa atau malah sengaja dibawa?

Game-game yang saya berikan tentu ada kaitannya dengan Bahasa Indonesia. Misalnya: TTS. Agar lebih menarik dan menimbulkan tawa, saya ambil TTS dari Cak Lontong yang ada di acara WIB (Waktu Indonesia Bercanda). Bukankah teka-teki yang ada di sana sungguh sangat sulit ditebak? Kalaupun ada jawabannya, sangat di luar dugaan.

Murid-murid saya tertawa mengetahui jawabannya sangat tidak logis. Namun, mereka tetap senang meskipun tidak bisa menebaknya. Saya adu saja antara santri laki-laki dengan perempuan. Pernah yang menang adalah santri perempuan. Saya memberikan hadiah uang tunai.

Jika memberikan hadiah ini, saya teringat dengan suatu pelatihan guru di kompleks sekolah tempat saya mengajar. Narasumbernya memberikan tips, hadiah itu perlu diberikan kepada semua orang dalam kelas tersebut.

Jadi, jika yang menang kelompok perempuan diberikan hadiah uang senilai 100 ribu, maka kelompok laki-laki 50 ribu.

Diberikan semacam itu agar tidak ada yang terlalu kecewa. Selain itu, lebih adil. Sebab, yang kalah pun berusaha untuk menang. Prosesnya yang kita hargai. Protesnya juga yang kita nikmati.

Masih Butuh Banyak Inovasi

Sebetulnya masih banyak yang bisa dilakukan kaitannya dengan inovasi di sekolah tempat saya mengabdi. Namun, terkendala dengan aturan sekolah yang tidak sembarangan memberikan izin keluar kepada murid atau santri. Seandainya gampang, maka lokasi belajarnya tidak harus di kelas. Bisa di alam, di gedung lain, maupun di jalanan.

Yah, saya ikuti saja aturan yang ada, sebab saya bukan pemimpin dari sekolah tersebut. Cukuplah saya menjadi pemimpin rumah tangga. Saya punya rumah, tetapi tangga alumunium yang bisa dilipat itu tidak ada.

Yang penting, murid tetap belajar dengan giat. Tetap belajar dengan semangat. Tetap semangat dalam belajar. Tetap semangat dengan giat. Dan, tetap dibolak-balik saja terus kalimatnya!

kamis-menulis

Jika Dirasa Tulisan Ini Bermanfaat, Share Ya!

9 Comments

  1. Semangat dengan inovasi-inovasi .. selalu renyah dan guriih tulisan Pak Rizky… Belahar bersanaPak guru Rizky tentu mengasyikkan ..

  2. Wah Bung Rizky ini terlalu banyak inovasi……awas nanti disenangi KS dan siswanya….lho? Maksudnya terus dilanjut saja jangan bosan tuh kayak iklan sebelah …. inovasi tiada henti….. Salam Bung Rizky

  3. Saya setuju dengan PUBG nya Pak Rizky… heheheh

    saya sempat mendapatkan kesempatan memberikan pembelajaran di lokasi yang diinginkan siswa (masih dilingkungan sekolah). Saya pernah memberikan pembelajaran di alam terbuka (lapangan), saya juga pernah bertukar kelas (beserta murid-muridnya) dengan rekan sejawat ketika mengajar. Ohh.. iya kelas yang saya ajarkan pernah belajar di ruang kepala sekolah (sebelumnya sudah meminta izin terlebih dahulu). Namun sekarang tidak bisa lagi, karena lingkungan sekolah dan kebiasaan sekolah negeri berbeda.

    Tulisan Pak Rizky mengingatkan memori saya.
    Terimakasih

Silakan tinggalkan komentar

Email aktif kamu tidak akan ditampilkan. Tapi ini mesti diisi dengan benar.

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.