Kisah Nyata: Ucapan Berbalik Kepada Diri Sendiri

Kisah Nyata: Ucapan Berbalik Kepada Diri Sendiri

Jika Dirasa Tulisan Ini Bermanfaat, Share Ya!

Pagi ini, mendapatkan sebuah cerita tentang orang yang kena sendiri ucapannya. Makanya, dia memberikan intisari: ucapan berbalik kepada diri sendiri! Seperti apa kisahnya?

Cerita itu berasal dari seorang PNS. Teman saya di kantor. Awalnya sih bahas tentang penerimaan CPNS. Eh, by the way, tahu tidak, profesi CPNS ini termasuk unik lho?!

Apanya yang unik? Mungkin kita tahu, bahwa profesi PNS ini termasuk yang paling aman di masa pandemi ini. Mungkin hanya berkurang THR bagi golongan tinggi, tetapi untuk di bawahnya masih ada.

Biasanya, cukup banyak orang yang mencela pekerjaan PNS. Katanya, PNS ini pekerjaannya paling santai, datang terlambat, pulang cepat, gaji lancar, tunjangan rutin, ada pensiun, pergi dibayari negara dan lain sebagainya.

Mereka yang mencela itu memang bisa jadi orang yang pernah daftar PNS, tetapi tidak lolos. Bisa juga orang memang sudah sejahtera, meski tidak jadi PNS. Mungkin yang disebutkan terakhir ini adalah pengusaha. Atau artis.

Ternyata 1

Baru kali ini ada subjudul berseri. Ini yang pertama. Berkaitan dengan ucapan berbalik kepada diri sendiri, nyatanya banyak juga lho yang sudah mencela PNS, tetapi justru ikut mendaftar CPNS.

Baca Juga: Cerpen CPNS

Mungkin itu didorong oleh kebutuhan untuk mendapatkan penghasilan secara rutin, setelah gagal di sana-sini. Ada juga karena dorongan orang tua. Kalau orang tuanya PNS, maka memang besar kemungkinan, anaknya juga didorong seperti itu.

Kalau yang tadinya mencela PNS, terus ujung-ujungnya ikut daftar juga jadi abdi negara, berarti jelas ucapan berbalik kepada diri sendiri. Menjilat ludah sendiri.

Ternyata 2

Kali ini kita masuk ke inti cerita. Teman saya ini punya teman. Teman saya sebut saja namanya E, sedangkan temannya teman saya inisialnya H.

E waktu itu belum menjadi PNS. Perjalanan dinas ke sebuah kecamatan. Pakaiannya lengkap dengan atribut kantor. Pokoknya, kalau orang melihat, langsung orang tahu bahwa E dari kantor saya.

Nah, ketika ketemu dengan H, rupanya H ini mencibir. Dia bilang, “Kamu jadi pegawai honorer ya, E?”

E menjawab, “Iya, masih jadi pegawai honor.”

H melanjutkan, “Kalau saya tidak mau jadi pegawai honor. Saya tidak mau disuruh-suruh. Kesannya jadi pembantu begitu, lah.”

E sebenarnya tersinggung. Namun, dia tidak ungkapkan. Bagaimana tidak tersinggung, pekerjaannya yang baik-baik saja kok semacam dihina begitu? Dinyinyir begitu?

Selang beberapa tahun kemudian, E sudah diangkat PNS. Ini bukan berarti E jatuh pingsan, terus yang menolongnya adalah PNS, makanya diangkat PNS. Bukan.

E betul-betul menjadi PNS lewat jalur database. Jadi, tanpa tes lagi.

Dalam suatu penerimaan tenaga semacam tenaga kontrak begitu di kantor E, eh, si H muncul. Dia memakai baju kheki, baju khas dinas PNS.

Meskipun baju begitu, tetapi H tidak ada atributnya. E pun penasaran, dia tanya, “Kerja di mana H?

“Oh, saya di kantor sana.” Dia menyebutkan nama instansi daerah.

“Ohh, di sana? Sudah jadi PNS?”

“Belum.” H menggeleng. Sambil tersenyum agak kaku.

Tibalah kesempatan bagi E untuk mengembalikan ucapan H dulu.

“Katanya dulu nggak mau jadi pegawai honor. Kok sekarang jadi pegawai honor juga?”

Mendengar itu, H langsung ingat dengan ucapannya dulu. Dia merasa malu, lalu tertunduk.

Saking tidak enaknya, dia bicara ke E, “Saya minta maaf ya, E. Dulu itu saya salah. Ternyata saya telan sendiri ucapanku.”

Lebih Luas Lagi

Tentang ucapan berbalik kepada diri sendiri, juga pernah terjadi, kaitannya dengan agama Islam. Ada sebuah kelompok yang mengaku ahlus sunnah alias pengikut sunnah Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam.

Cara kerja kelompok tersebut adalah menyerang kelompok atau organisasi lain. Contohnya dulu, mereka mengharamkan foto. Katanya, foto itu terlarang, dosa dan semacamnya.

Eh, ujung-ujungnya, mereka mulai tertarik juga buat foto, bahkan video. Dan, sampai sekarang, cukup banyak video mereka yang tersebar di internet.

Dari yang awalnya melarang foto dan video, ucapan berbalik kepada diri sendiri, hingga jadi seperti ini.

Kita juga melihat dalam skala rumah tangga. Antara pasangan suami dan istri. Tidak jarang, suami memarahi istri, menuduhnya dengan sebutan yang tidak-tidak, ternyata malah suami yang melakukannya sendiri.

Contohnya, suami mencela istri yang sholatnya terlambat. Suami tersebut merasa mulia karena bisa sholat tepat waktu berjamaah di masjid. Sementara istrinya tidak bisa sholat dengan tepat waktu.

Suatu saat, bisa jadi suami terkena penyakit malas. Ah, kok sholat berjamaah terus di masjid sih? Sekali-kali, sholat di rumah, ah. Akhirnya, ucapan berbalik kepada diri sendiri. Dia pun sholat di rumah.

Istrinya tertawa dalam hati. Tapi, mau mengkritik suami, takutnya malah marah. Nanti bisa berabe itu!

Apa Penyebabnya?

Seringkali, ada orang yang lebih penting bicara dulu, pikir belakangan. Yang penting terlihat mengeluarkan pendapat, padahal sejatinya itu omong kosong belaka.

Baca Juga: Narsis dan Eksistensi Kita

Pelaku ucapan berbalik kepada diri sendiri sebenarnya merasa diri lebih tinggi, unggul, baik dan mulia dibandingkan orang lain. Ada noda kesombongan pada dirinya.

Dari cerita E, H meremehkan bahwa pegawai honorer itu cuma pesuruh-suruh. Eits, belum tentu juga jadi pesuruh itu jelek. Bukankah banyak pula orang sukses di dunia ini dahulunya adalah pesuruh juga? Bawahan juga?

Sampai akhirnya, mungkin karena kebutuhan hidup, H menjadi pegawai honor juga. Padahal, dari segi honor, minim sekali lho! Sekitar 500 ribu perbulan. Hem, apakah cukup dengan jumlah seperti itu?

Ingat yang Ini?

Untuk menguatkan tulisan ini, perlulah kita tengok hadits Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam.

“Tidaklah seseorang melemparkan tuduhan kepada yang lain dengan kefasikan, dan tidak pula kekafiran, melainkan hal itu akan kembali kepadanya apabila yang dituduh ternyata tidak demikian”. (HR. Bukhari).

Ada sebuah kisah lagi tentang ucapan berbalik kepada diri sendiri. Terjadi zaman dahulu. Tentang seorang ulama generasi Tabi’in yang bernama Ibnu Sirrin. Profesi sebagai pengusaha membuatnya kaya raya.

Hal yang aneh, justru di masa tua, beliau pernah bangkrut dan dililit hutang. Tidak cuma itu, bahkan sampai dimasukkan ke dalam penjara. Salah seorang anaknya mengeluarkan beliau dari penjara.

Orang-orang bertanya, kok bisa sampai tercekik hutang dan masuk penjara? Kan awalnya pedagang kaya raya.

Ibnu Sirrin adalah seorang saleh. Oleh karena itu, beliau bisa tahu hikmah dan penyebab masuk penjara tersebut.

Ternyata, beliau pernah mengejek seseorang yang sedang bangkrut. Justru, beliaulah yang bangkrut.

Versi atau riwayat lain, Ibnu Sirrin pernah mengatakan kepada seseorang, “Wahai orang yang bangkrut!”

Ucapan berbalik kepada diri sendiri. Tidak lama, beliau dipenjara karena bangkrut dan tidak dapat melunasi utang.” (Sumber: Tarikh Baghdad : 5/334, Al-Khatib-al Baghdadi; Siyar A’lam an-Nubala : 4/616, adz-Dzahabi; Al-Adab asy-Syar’iyyah : 1/341, Ibnu Muflih)

Abu Sulaiman ad-Darani memberikan komentar, “Dosanya sedikit, sehingga dia bisa mendeteksi dosa mana yang menyebabkan musibah ini terjadi. Sedangkan, dosa kita banyak, sehingga tidak tahu lagi, dosa mana yang mendatangkan musibah?”

Dari Video

Kemarin, saya menonton sebuah video yang muncul di internet. Si pembicaranya bilang begini, “Ketika kita sedang macet di jalan, apa yang kita katakan?”

Lanjutnya, “Kalau kita mengatakan, wah, lagi kena macet!” Maka, yang ada dalam benaknya adalah macet, macet dan macet. Hal itu bisa berimbas ke rezeki. Yah, rezekinya bisa macet pula, karena pola pikir tadi.

Lalu, yang bagus bagaimana? Kata “macet” itu semestinya diganti dengan penuh. Dengan demikian, harapannya, rezekinya penuh, amal kebaikannya penuh, ikhlasnya penuh dan lain sebagainya.

Kesimpulan

Mungkin lho ini, hikmah dari Allah memberikan “hukuman” kepada orang untuk merasakan hal yang dikatakannya kepada orang lain adalah agar orang tersebut tidak semena-mena. Karena, sesuatu yang dipandang jelek olehnya, belum tentu benar-benar jelek.

Seorang pegawai honorer mungkin awalnya disuruh-suruh. Namun, dari situlah dia belajar. Dia jadi tahu pekerjaan, dia jadi tahu hal mana saja yang menjadi tugasnya. Dia juga belajar menjadi pemimpin yang baik, dari cara atasan menyuruhnya.

Menjadi pesuruh dulu juga tetap berguna bagi kantor kok. Coba kalau tidak ada pesuruh dalam satu kantor, masa bos yang melakukan semuanya sendiri?

Pegawai honorer jangan juga dipandang di bawah PNS. Okelah, dari segi honor, gaji atau tunjangan, mereka di bawah PNS. Akan tetapi, banyak juga lho yang kemampuan kerjanya di atas PNS.

Nah, masih mau meremehkan orang? Contoh ucapan berbalik kepada diri sendiri adalah ketika kita mendoakan orang lain. Maka, malaikat akan mendoakan kita. Tahu ‘kan malaikat itu makhluk suci, tidak pernah berbuat dosa, doanya jelas makbul.

Baca Juga: Mencari Recehan Dunia, Aduhai Asyiknya

Jika Dirasa Tulisan Ini Bermanfaat, Share Ya!

Silakan tinggalkan komentar

Email aktif kamu tidak akan ditampilkan. Tapi ini mesti diisi dengan benar.

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.