Cerpen: Penanda Dosa

Cerpen: Penanda Dosa

Jika Dirasa Tulisan Ini Bermanfaat, Share Ya!

Bunga itu seakan telah layu. Sari-sarinya telah mulai rapuh dihisap oleh serut waktu. Tangis telah membatu, tetapi masih terus bersemarak dalam qolbu. Kenangan yang terus diputar seakan terus membius dalam pusaran masa yang akan terus terasa.

Arini memang sudah cukup merasa sesak dengan kisahnya. Sebuah kisah yang menggores dinding hatinya dengan pisau cinta yang menipu. Dia ingin rajut harapan, tetapi harapan itu sendiri telah terajut dalam isapan jempol yang dibungkus dengan kalut. Betapa. Rasa itu mau hilang. Namun, lukisan detik-detik menghentakkannya kembali.

Ketika masih berada dalam rona menyala, Arini adalah seorang aktivis dakwah. Seorang perempuan yang membalut dirinya dengan busana muslimah. Menutupi aurat, longgar, tidak berwarna yang mencolok, tidak transparan dan tidak menyerupai pakaian orang di luar Islam. Akhwat istilah seringnya. Dan, pakaian seperti itu tidak seperti pakaianmu yang ketat dan merangsang, meskipun itu kau anggap sudah berjilbab!

Arini menceburkan diri dalam organisasi yang menyuarakan kebenaran berdasarkan Al-Qur`an dan sunnah. Lidahnya merangkaikan baris-baris simfoni yang menghanyutkan orang untuk kembali kepada jalan yang lurus menuju surga firdaus. Dia sulam perjuangan itu bersama teman-temannya melalui kalimat-kalimat lugas dalam buletin kampus, menjahit di udara pada suasana taklim sampai menyeruak di deretan anak-anak maya yang bisanya dan biasanya hanya bergalau-galau!

Gadis muda itu seperti tidak kenal lelah dan lelahpun memang tidak terlalu mengenalnya. Hari-harinya yang ceria sungguh ditaburi dengan rasa syukur kepada Ilahi Robbi. Umurnya mau dia habiskan untuk meniti jalan yang sukar dan mendaki menuju ridho Alloh Ta`ala. Oh, Alloh, surgaMu sangat dirindukan gadis cantik seperti Arini itu.

Baca Juga: CPNS

Kampusnya yang selalu membiusnya dengan tugas-tugas tidak lantas membuatnya lalai untuk belajar agama. Arini selalu mengatur pusaran waktunya untuk dirangkaikan dalam alunan hari yang indah. Dia bersama ustadzahnya. Bersama murabbiyahnya. Seorang guru yang membantu Arini mengatur langkah-langkah surgawinya.

***

Bau pesona Arini mulai semerbak di arena kampus. Arini dikenal sebagai gadis muslimah yang sholihah, santun, berakhlak luhur, pintar dan mempesona. Busana muslimahnya tetap mendatangkan rasa hormat, baik bagi kaum laki-laki maupun perempuan. Jauh lebih terhormat dibandingkan teman-teman kampusnya yang berpakaian minim dan sembarangan. Aurat yang semestinya dijaga secara terhormat, malah banyak yang diumbar dengan sangar. Arini pun terhindarkan dari lalat-lalat maut yang bermatakan syetan dalam bingkai laki-laki rupawan. Itu pun berkat balutan muslimahnya.

Sudah banyak laki-laki yang berusaha untuk menggenggam nama Arini. Menggenggam untuk ditempatkan dalam jantung hatinya. Termasuk juga kalangan ikhwan yang juga berusaha menjaga gagah muslimnya dengan jenggot, baju gamis atau baju biasa saja, tidak lupa dengan bawahan di atas mata kaki. Masih tetap terkesan rapi dan tidak melanggar aturan syar`i.

Dari berbagai macam ikhwan, terpatrilah pada seorang nama bernama Hasan. Seorang mahasiswa yang ditelurkan dari kalangan keluarga kaya. Sosoknya gagah, rapi, dermawan dan termasuk aktivis dakwah kampus. Sama seperti Arini. Hasan ketika melirik dan menjahit matanya dengan nama Arini, mulai terpikir untuk meminangnya. Menjadikan Arini sebagai bagian dari tulang rusuk Hasan yang – seperti laki-laki lain – masih terasa hilang. Hasan adalah keluarga berada, dia jelas mampu untuk membiayai pesta kebahagiaan. Tentunya, tidak sembarang pesta, tetapi tetap berada dalam batas agama. Tidak ada musik, campur baur laki-laki dan perempuan, acara-acara yang tidak sesuai dengan agama dan lain-lain. Arini dan Hasan lebih tahu tentang hal itu. Apakah kau tahu juga?

Rasa saling tertarik dan merindukan untuk disatukan dalam kebersamaan halalan thoyyiban tumbuh juga pada diri Arini. Laki-laki atau ikhwan seperti Hasan dianggap pantas untuk menjadi imamnya dalam dunia rumah tangganya nanti sampai bertemu di akhirat kelak. Oh, sweet, romantis. Kisah cintanya akan dirangkai dengan sajak-sajak indah melalui doa kaum muslimin. Nantinya. Ya, itu rencananya.

***

Geliat pernikahan makin berteriak tatkala Hasan dan Arini lulus dari kampus. Hasan langsung bekerja dengan penghasilan yang sangat lumayan. Dia pun mulai sibuk dengan napas-napas keduniawiannya. Namun, dia tetap tidak lupa dengan Arini dan harapannya. Hasan telah membeli sebuah rumah yang akan digunakan untuk menyemaikan kisah kasih rumah tangganya. Namun, dia ingin membawa rumah itu ke mata Arini alias memperlihatkannya. Dia tidak bisa sembarangan. Dia sudah tahu hukumnya. Makanya, dia mengajak ibu dan adiknya. Hasan akan pergi ke tempat kost Arini.

Takdir sungguh tidak dapat ditolak.

“Maaf, Ukhti, ibu dan adik ana tidak dapat menemani kita. Adakah teman Ukhti yang sudi untuk menemani?” Pinta Hasan.

“Oh, begitu, ya?” Arini merangkai kecewa di wajah cantiknya. “Wah, sebentar! Ana carikan dulu di kost.”

Mereka paham. Tidak boleh berduaan sebelum tali haram itu diputus oleh ijab qabul.

“Ya, ada, Akhi. Ini teman ana mau menemani.” Ujar Arini dengan sedikit lega.

Mobil yang memang tidak bisa berbicara itu menurut saja saat diperintah oleh Hasan. Mobil yang membawa ke rumah idaman Hasan dan semoga juga menjadi idaman Arini.

Sewaktu perjalanan masih menyisakan napas beberapa helai lagi, temannya Arini mendapat telepon. Ada sebuah pemberitahuan mendadak! Dia tidak bisa melanjutkan perjalanan bersama Hasan dan Arini. Sungguh disesalkan.

“Afwan ya semua. Ana sungguh tidak bisa menemani sampai ke sana.” Ujar sangi gadis itu.

Hasan dan Arini mencoba untuk memaklumi, meskipun dirasa sangat berat. Kini mereka tinggal berdua setelah menurunkan teman Arini itu di jalan yang dipilihnya. Apakah melihat rumah itu harus sekarang? Apa tidak bisa ditunda? Begitu dalam pikiran Arini tadi? Namun, Hasan tetap ingin meneruskan langkahnya untuk memperlihatkan rumah itu. Hasan akan pergi ke luar kota. Hal itu akan membuat harapan untuk mempertemukan Arini dengan rumah itu terhalangi. Sudah terlanjur berjalan, tetap harus diteruskan.

Walaupun berada dalam ruang dan waktu yang sama, mereka tetap mencoba menjaga jarak sesyar`i mungkin. Arini di kursi belakang, sementara Hasan – ya, kau pasti tahu sendirilah – ada di kursi pengemudi. Berlembar-lembar detik, sampailah di rumah itu.

Rumah yang indah. Rumah yang nyaman. Rumah yang asri. Rumah yang memang tepat untuk membina rumah tangga. Rumah yang cukup cocok untuk dipakai mencetak generasi penerus yang Islami kelak.

Baca Juga: Sepeda Cinta [Terinspirasi Dari Kisah Nyata]

Arini lebih tertarik untuk ke kamar mandi karena rasa seperti itu memang tidak pernah bohong seperti iklan mi instan di televisi. Arini meminta izin untuk sekadar melepas lelah. Ya, melepas lelah dari rasa yang menyiksa dan tidak pernah bohong itu.

Akan tetapi, sesosok makhluk kecil, tidak diundang, tidak dipanggil ataupun tidak dipersilakan, malah hadir di saat yang sangat tidak tepat. Seekor kecoa muncul di kamar mandi dengan tiba-tiba. Hadir dengan penampilan yang cukup menyeramkan. Mengagetkan Arini sekaget-kagetnya. Hasan berusaha untuk menolong. Dia menuju ke kamar mandi. Dalam riak waktu berikutnya, sungguh tidak tepat untuk diceritakan.

***

Arini dan Hasan menyesali perbuatannya. Mengapa mereka sudi untuk diperlakukan syetan dengan sangat tidak hormat? Syetan sungguh pintar memanfaatkan situasi. Waktu yang tadinya mengalir dengan tenang, diguncangkan dengan godaan yang busuk. Arini menyesal. Hasan kecewa. Dalam kendali kemudinya, Hasan dibebani pikiran yang sangat berat. Arini terus saja menangis. Ketika rasa galau – yang sering menjadi sahabat anak muda zaman sekarang itu – terus menari ngawur dalam benak mereka, mobil itu membenamkan ketenangannya pada sebuah pohon! Kecelakaan cukup hebat menyobek. Tabrakan keras mengiris. Lalu, sampailah mereka di tempat yang lain, tidak di situ lagi.

Arini koma selama empat bulan. Sungguh berada dalam kondisi yang antara iya dan tidak. Begitu bangun, sungguh terkejut dan benar-benar membuat terkejut, Arini hamil! Dia mencoba untuk mencari calon pasangan sahnya – Hasan. Namun, takdir memang tidak dapat ditolak, Hasan sudah meninggal dunia di tempat kejadian.

Gadis yang bukan lagi gadis itu berusaha untuk mengadukan kepada keluarga Hasan. Hasilnya, memang di luar perkiraan. Keluarga Hasan malah menyalahkan Arini. Mereka menganggap Arini adalah perempuan penggoda yang sebenarnya sudah hamil dengan orang lain, tetapi meminta Hasan menjadi calon suaminya. Fitnah yang sangat keji. Arini semakin terluka, terlebih hatinya yang sangat hancur ditusuk-tusuk. Anak yang dikandungnya mau diapakan? Arini berat untuk mengambil keputusan, dia tidak mau menggugurkannya. Anak itu akan dilahirkannya dan dirawatnya.

Bayi itu sudah mulai tumbuh agak besar. Berada dalam pangkuan adik laki-lakinya. Arini menceritakan kisah ini dengan berlinang air mata dan terus berlinang air mata. Anak perempuannya menjadi penanda dosa baginya. Biarlah. Anak itu tetap akan disayangi oleh Arini.

Dimuat di Kendari Pos, tanggal 14 September 2013

Baca Juga: Apakah Hidup Anda Seperti Kecoa Terbalik?

Jika Dirasa Tulisan Ini Bermanfaat, Share Ya!

Silakan tinggalkan komentar

Email aktif kamu tidak akan ditampilkan. Tapi ini mesti diisi dengan benar.

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.