Ketika Mulai Muncul New Normal di Pesantren, Apa Saja yang Perlu Dilakukan

Ketika Mulai Muncul New Normal di Pesantren, Apa Saja yang Perlu Dilakukan

Jika Dirasa Tulisan Ini Bermanfaat, Share Ya!

Alhamdulillah, sampai saat ini, masih cukup tinggi kecenderungan orang tua untuk menyekolahkan anaknya di pesantren. Namun, kaitannya dengan pandemi Covid-19 ini, tentang kehidupan new normal di pesantren. Sudah siapkah keluarga kita?

Di tempat atau daerah saya tinggal, ada sebuah pesantren yang bernama Al-Wahdah Bombana. Terletak di Kelurahan Lauru dan Poea, Kecamatan Rumbia Tengah.

Alhamdulillah, mulai tahun lalu, antara santri putra dan putri sudah dipisah tempatnya. Dahulu, masih jadi satu kompleks di Kelurahan Lauru itu. Memakai masjid yang sama, An-Nur.

Aneka Rupa Kehidupan Pesantren

Mungkin segala macam yang terjadi di pesantren tersebut hampir sama dengan di tempat lain. Begitu pula dengan hukuman yang ada.

Paling berat untuk hukuman bagi santri adalah berpacaran! Apabila ada santri ikhwan dan akhwat ketahuan berpacaran, maka bisa dikeluarkan.

Jangankan pacaran, ketemuan saja sudah termasuk pelanggaran yang tidak ringan. Padahal termasuk berat juga lho! Ketika gairah masa muda mereka bergejolak, maka hasrat untuk saling tertarik itu juga tinggi.

Contohnya, main mata ketika di pesantren. Misalnya, ada santri akhwat menjemur pakaian. Lalu, ada santri ikhwan yang sedang kerja bakti di sekitar itu. Akhirnya jadi baku pandang.

Atau lewat surat-menyurat. Ini juga jamak terjadi di kalangan santri. Aneka pula caranya.

Bisa dengan titip ke teman, wah, mencelakakan teman sendiri! Bisa juga lewat meja belajar. Misalnya, ditaruh di laci si santri akhwat, lalu dia nanti akan mengambilnya.

Termasuk tradisional ya? Padahal di sekolah umum, sudah baku ketemu di kafe misalnya, baku tukar foto, atau sampai pacaran yang sebenarnya, hingga meniru perilaku orang dewasa. Naudzubillah min dzalik.

Bagaimana Seharusnya Perlakuan Guru Atau Ustadznya?

Hukuman yang dikenakan kepada santri itu biasanya terbagi menjadi dua. Ada yang halus, ada pula yang kasar. Kita mulai dulu dari yang kedua.

Kasar dapat diartikan hukuman fisik. Membersihkan WC itu termasuk fisik. Tidak mungkin ‘kan membersihkan WC tanpa badan yang bergerak?

Berikutnya yang termasuk fisik lagi adalah rambut yang digunduli. Nah, ini menimpa santri ikhwan. Apakah santri akhwat ada? Seharusnya sih tidak ada. Sebab di situ pesantren, bukan kuil.

Masih ada lagi hukuman push up. Dua puluh kali misalnya. Atau sit up. Boleh juga diganti dengan gerakan rukuk selama 15 menit. Pegal lho itu!

Santri yang kena hukuman fisik, mungkin akan terasa pegal dan sakit. Oh, ya, ada juga lho ustadz yang memukul betis para santrinya.

Apa kesalahan mereka?

Rupanya karena banyak santri yang tidak berbahasa Arab dengan temannya. Padahal disuruh oleh ustadz tersebut untuk bercakap-cakap pakai Bahasa Arab. Ngeyel sih mereka.

Hukuman yang Menyentuh Hati

Nah, saya mau cerita tentang kisah sebuah sekolah. Sebenarnya bukan juga pesantren karena para muridnya masih tetap tinggal di rumah, kecuali yang rumahnya jauh, tinggal bersama dengan ustadznya di rumah dekat sekolah.

Baca Juga: Resensi Buku Novel HAMKA

Ada beberapa orang murid di sekolah Islam tersebut yang ketahuan bertemu di sebuah kafe. Murid laki-laki dan perempuan.

Awalnya memang tidak ketahuan oleh gurunya. Namun, karena ada yang ungguh di medsos, tragedi itu mulai terkuak dan tersibak.

Foto pertemuan itu diunggah oleh murid perempuan. Guru melihat, kok seperti muridnya? Nyatanya, memang betul setelah diamati cukup lama. Yah, lamanya tidak sampai 10 tahun, lah.

Guru tersebut mengetahui ada dua murid laki-lakinya yang melakukan kesalahan. Apakah langsung marah? Langsung emosi? Eits, tunggu dulu! Saya melihat guru tersebut melakukan pendekatan yang berbeda.

Dua murid, katakanlah bernama Budi dan Sitorus, dipanggil oleh guru tersebut. Katakanlah juga Ustadz Malik.

“Budi sama Sitorus hari Minggu kemarin ke mana saja?”

Wah, serangan pembuka sudah langsung menyosor begini? Mereka tentu saja mulai kaget. Ada apa ini kok tanya macam begini?

Namun, untuk tahap awal, mereka masih berusaha untuk menutupi kesalahan. Mereka jawab di rumah saja.

Ohh, Ustadz Malik tersenyum saja. Dalam hatinya, anak-anak mulai sedikit berbohong. Oke, serangan berikutnya.

“Bukannya pergi ke mana gitu?”

Di sinilah kebohongan mesti ditutupi dengan kebohongan selanjutnya. Tadi mereka berdua sudah bilang di rumah saja. Maka, untuk yang ini, juga mestinya begitu.

“Iya, Ustadz, di rumah saja.” Mereka menjawab hampir bersamaan.

Ustadz Malik kembali tersenyum.

“Ohh, gak pergi ke kafe ya?”

Mereka menggeleng. Kebohongan yang ketiga ini.

Sebagai serangan pamungkas, Ustadz Malik menyodorkan hapenya. “Terus, kalau di rumah saja, ini apa?”

Sebuah foto menampar mereka berdua. Sebuah kenyataan yang tidak dapat dipungkiri, apalagi dipungkanan. Sudah terbukti bahwa mereka bertemu dengan santri akhwat di sebuah kafe.

Mereka terdiam. Lalu, menangis. Meminta maaf, meminta ampun dari Ustadz Malik.

“Ampun, Ustadz, maafkan saya, Ustadz, tolong jangan hukum saja, Ustadz!”

“Maaf, Ustadz, saya salah, Ustadz. Iya, memang ketemuan dengan dia, Ustadz.”

Sebagai bentuk permintaan maaf kepada gurunya, mereka imbangi dengan tangisan. Ya, meskipun mereka remaja laki-laki yang harusnya terlihat kuat dan tegar, tetapi untuk urusan begini, tetaplah menangis.

Mereka takut dan khawatir akan diketahui oleh orang tuanya. Apalagi sekolah tersebut termasuk favorit. Jangan sampai dikeluarkan atau di-DO dari sekolah.

Mereka terus menangis. Ustadz Malik tetap tersenyum. Tidak ada pembawaan mau bentak-bentak mereka. Toh, mereka berdua sudah mengakui kesalahan.

Namun, yang namanya kesalahan, masa mau dibiarkan begitu saja? Apalagi ini termasuk pelanggaran berat.

Ustadz Malik tetap memberikan mereka hukuman. Kedua anak itu diskors selama beberapa hari. Tidak sampai dikeluarkan dari sekolah. Alhamdulillah.

Ketika Muncul Pandemi Corona

Nah, sesuai dengan panduan dari pemerintah dan arahan dari para ulama, maka untuk pesantren, semua santrinya dipulangkan ke rumah masing-masing. Seperti di tempat saya ini, sepinya luar biasa.

Biasanya, di masjid ramai sekali dengan santri akhwat yang menghafal Al-Qur’an di balik hijab masjid. Suara-suara mereka cukup nyaring melantunkan perkataan Allah tersebut antara Maghrib sampai Isya.

Begitu juga dengan santri ikhwan yang dengan tingkah polahnya datang ke kelas, hem, mirip dengan remaja sekolah umum sih. Ada yang pakaiannya dikeluarkan, ada yang jalannya sok gaya, ada yang suka ribut, ada juga yang suka tidur.

Sekarang, sepi, sepi dan sepi. Masjid sepi, guru-guru yang ada juga tidak banyak bermunculan. Semuanya mendekam di rumah masing-masing, ke luar jika ada keperluan.

Bagaimana dengan New Normal?

Alhamdulillah, Masjid An-Nur, Ponpes Al-Wahdah Bombana, sudah mulai menjalankan sholat berjamaah lima waktu lagi. Meskipun tidak sebanyak jamaah di masjid lain, cuma itu-itu orangnya, tetapi sudah lumayan, sebelumnya ditutup total mulai sejak sebelum Ramadhan.

Ketika ada wacana new normal di pesantren, maka perlu ada langkah-langkah yang perlu dipersiapkan, baik orang tua maupun santri itu sendiri. Apa sajakah itu?

Persiapan dari Rumah 

1. Sebelum berangkat, santri memang harus memastikan fisiknya dalam kondisi prima. Jika dirasa sakit, lebih baik memang ditunda dulu.
2. Peralatan makan minum mesti dibawa sendiri. Untuk sendok mesti lebih dari satu dan diberi nama. Tentu namanya sendiri, bukan nama kucingnya di rumah. Meeongg…
3. Untuk menjaga daya tahan para santri, maka mesti membawa vitamin C, madu, nutrisi maupun herbal. Jangan lupa, masker dan hand sanitizer juga perlu dibawa.
4. Meskipun masjid memang bersih, tetapi tetap mesti dengan sajadah tipis yang ringan dan gampang dicuci.
5. Kendaraan umum lebih baik dihindari, kareana itu bercampur dengan penumpang lain. Usahakan pakai kendaraan pribadi/khusus. Atau kalau ada santri punya mobil sendiri, itu juga lebih bagus. Halah..
6. Begitu sampai di pesantren, eits, jangan dulu masuk asrama kah yauw!

Ketika Di Pondok Pesantren 

1. Santri mesti dites PCR/rapid test. Santri akan dimasukkan di ruang isolasi atau tempat yang sudah disediakan. Persoalannya, apakah setiap pesantren memiliki ruangan seperti ini?
2. Meskipun banyak santri yang beranggapan bahwa bersalaman itu menggugurkan dosa dan menambah keberkahan, tetapi selama pandemi Corona ini, jangan dulu bersalaman dengan pengasuh, guru, dan teman sesama santri.
3. Tidak cuma jaga jarak ketika berinteraksi, untuk sholat berjamaah atau mengaji, belajar, termasuk tidur pun tetap harus begitu.
4. Seperti yang sering disampaikan ketika ada pengumuman pasien Corona, maka solusi pencegahannya adalah; selalu pakai masker, sering cuci tangan pakai sabun dan selalu membawa hand sanitizer.
5. Seperti tadi yang sudah saya tulis di atas, sering mengkonsumsi vitamin C, vitamin E, ditambah dengan madu maupun herbal lainnya, serta makanan/minuman bergizi setiap hari untuk menjaga imunitas tubuh.
6. Kebiasaan santri yang sering pinjam-meminjam barang, maka jangan lagi seperti itu. Wadah makan dan minum masing-masing.
7. Tadi adalah alat makan dan minum, sekarang pakaian, handuk, peralatan mandi, dan kasur sendiri.
8. Kalau aturan yang ini biar ada Corona maupun tidak tetaplah sama, yaitu: tidak ke luar lingkungan pondok. Jika mau ke luar, mesti dengan kepentingan khusus dan tentu dengan persetujuan pengasuh/pembina pondok.
9. Ini juga berbeda penerapannya ketika ada Corona ini. Dahuu, orang tua/wali santri/keluarga bisa menjenguk misalnya sebulan sekali. Namun kini, harus diperketat. Kunjungan tidak bisa terlalu sering. Jika toh ada kunjungan, maka harus dengan protokol COVID-19.
10. Jika ada santri yang sakit, maka mesti segera diisolasi dan dirawat di kamar khusus/poliklinik pesantren. Ketika harus dengan penanganan dokter, maka orang tua/wali santri perlu untuk diberitahu.

Kesimpulan

Mengacu kepada prosedur atau protokol kesehatan Covid-19 dalam label new normal di pesantren, maka memang sebaiknya jangan dulu mereka kembali, deh!

Biarlah dulu mereka belajar lewat HP. Karena kita sebenarnya belum siap untuk mengirim mereka kembali ke pesantren kita, seberapa sholehnya para guru atau kiyainya.

Baca Juga: Terlanjur Kena Virus Corona

Jika Dirasa Tulisan Ini Bermanfaat, Share Ya!

Silakan tinggalkan komentar

Email aktif kamu tidak akan ditampilkan. Tapi ini mesti diisi dengan benar.

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.