Dalam ceramah-ceramah Ramadhan yang sering disampaikan adalah pembagian Ramadhan menjadi tiga. Tentunya tahu tentang yang satu ini ‘kan?
Pada sepuluh hari pertama adalah rahmat, sepuluh hari kedua adalah ampunan, dan sepuluh hari ketiga adalah pembebasan dari api neraka. Dulu, ketika saya mendengar penceramah mengatakan itu, maka saya merasa di sepuluh hari pertama penuh dengan rahmat. Okelah, kalau yang ini.
Namun, memasuki sepuluh hari kedua, saya merasa rahmat Allah sudah habis. Berganti dengan ampunan. Logika saya saat itu, ampunan berbeda dari rahmat. Yang rahmat sudah lewat, berganti dengan ampunan.
Terakhir, sepuluh hari adalah pembebasan dari api neraka. Rahmat dan ampunan sudah habis dan lewat. Jadi, logika saya saat itu, orang yang melewati sepuluh hari pertama dan kedua, maka dia tidak akan mendapatkan rahmat dan ampunan dari Allah. Entah kalau yang ketiga ini bersungguh-sungguh demi bisa dibebaskan dari api neraka.
Bagaimana Menyikapinya?
Tidak perlu mencari kebenaran isi ceramah tersebut, kita bisa tahu bahwa seluruh hari di bulan Ramadhan itu adalah rahmat, ampunan, dan pembebasan dari api neraka. Seluruhnya, campur semua di situ.
Sejak Maghrib tiba, masuk bulan suci Ramadhan seperti tadi malam, rahmat Allah sudah dibuka, ampunan sudah ditebarkan, dan pembebasan dari api neraka sudah diberikan kesempatan. Tinggal hamba-hamba-Nya mau pilih mana? Mau mengambil itu semua atau ditinggalkan saja?
Baca Juga: Cerita Sederhana Tentang Tukang Parkir Mobil
Jika kamu masih mau mengecek kebenaran dari isi ceramah di atas, maka boleh berkunjung ke sini saja ya! Insya Allah lengkap dan dijelaskan semuanya di situ.
Seperti Perlombaan
Ada pula yang mengartikan bulan suci Ramadhan itu mirip perlombaan. Ada babak penyisihan, semi final, dan final. Tidak hanya bulan Ramadhan sebenarnya, pada intinya kita ini sedang berlomba dengan orang lain. Apalagi kalau bukan berlomba-lomba dalam kebaikan. Fastabiqul khairat.
Untuk babak penyisihan, memang bisa kita saksikan langsung. Masjid sangatlah penuh. Jamaah membludak. Tempat yang biasanya kosong dan mungkin lebih banyak dihuni oleh jin-jin muslim, sekarang dipenuhi jamaah. Lha, terus jinnya pada ke mana dong?
Saya mencontohkan saja di Masjid Raya Nurul Iman, Bombana, masjid terbesar dan menjadi ikon di kabupaten tempat saya tinggal. Pada bulan Ramadhan, shaf bisa sampai lima hingga enam jamaah laki-laki. Padat berisi. Anak-anak pun ribut luar biasa. Mereka memanfaatkan malam untuk lebih banyak bermain.
![menjadi-finalis-ramadhan-1](https://telisik.id/assets/img/news/2021/04/antusias_sambut_malam_pertama_ramadan_jamaah_ramaikan_masjid_raya_bombana.jpg?w=650)
Yang dewasa sholat tarawih, yang anak-anak ribut bikin telinga perih. Serba salah memang. Orang tuanya mungkin tidak mau mengajak, si anak ingin diajak. Eh, pas diajak, malah mengganggu orang tuanya sendiri dan orang lain. Pigimana sih?
Baca Juga: Memeluk Hidayah, Merangkul Ukhuwah
Ramainya jamaah sholat tarawih seperti itu, memasuki hari-hari berikutnya di bulan Ramadhan, seperti yang banyak disampaikan penceramah pula, shafnya mengalami kemajuan. Benar-benar maju maksudnya. Dari yang tadinya lima, menjadi empat, tiga, hingga kembali ke shaf-shaf biasa seperti di luar bulan Ramadhan.
Dan memang, di masjid raya tersebut, saya melihat di malam terakhir bulan Ramadhan, masih stabil di empat sampai lima shaf. Besoknya satu Syawal, tinggal dua shaf. Ini orang-orang pada ke mana? Mudik tidak, pulang kampung juga tidak. Eh, mudik sama pulang kampung beda atau tidak sih?
Dari waktu bulan Ramadhan yang semakin berakhir, ada yang lolos di babak penyisihan, masuk ke semi final. Artinya, dia tetap konsisten beribadah. Tetap sholat tarawih berjamaah di masjid, tetap ikut witir pula bersama imam, sholat Subuh juga berjamaah di masjid. Hingga memasuki sepuluh hari terakhir Ramadhan, dia tetap bertahan pula.
Ketika sepuluh hari terakhir ini, amalan yang sangat bagus dilakukan dengan pahala yang luar biasa tinggi adalah i’tikaf di masjid. Duduk berdiam diri di masjid untuk melakukan ibadah-ibadah yang disunnahkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.
Pada masa sebelum pandemi, tidak banyak yang melakukan i’tikaf. Rata-rata pikiran sudah tersibukkan dengan duniawi, seperti mudik, masak nanti untuk lebaran, beli baju baru, dan lain sebagainya. Justru, di masa-masa terakhir itulah, babak final dimulai. Dan, yang unggul, nanti akan jadi finalis. Lengkapnya adalah menjadi finalis Ramadhan.
Eits, Tunggu Dulu!
Menjadi finalis Ramadhan memang bagus, memang hebat. Tapi, dari asal katanya, finalis itu orang yang justru baru memasuki babak final. Ya ‘kan? Namanya saja finalis. Dia hanyalah peserta yang lolos dari babak penyisihan, perempat final mungkin, semifinal, hingga ke final. Makanya namanya finalis.
Lalu, yang benar bagaimana, Mas? Saya mendasarkan ini pada status seorang muslimah, teman saya di Facebook. Dia mengatakan kira-kira begini, buat apa menjadi finalis Ramadhan saja? Jadi dong orang yang mendapatkan hadiahnya!
Ketika membaca itu, saya pun terpikir, eh, ada benarnya juga ya? Kalau menjadi finalis Ramadhan itu ya orang yang mengikuti babak final, tetapi dia belum tentu menang perlombaan. Dia belum tentu mendapatkan hadiah. Dia juga belum tentu jadi juaranya. Ikut final, tetap, tetapi sampai akhir sekali, hingga perlombaan selesai dan pembagian hadiah, belum tentu dia yang akan menerimanya.
Wah, dari situ, akhirnya saya tersadar! Bukan karena saya habis pingsan lho. Tapi, selama ini mungkin persepsi saya dan kamu juga salah. Dikira menjadi finalis Ramadhan itulah yang terbaik, nyatanya masih ada yang lebih baik lagi.
Kesimpulan
Ini baru hari pertama bulan suci Ramadhan 1442 Hijriyah. Masih ada sekitar 28/29 hari lagi untuk menuju akhir dari bulan Ramadhan tahun ini.
Mungkin ini dianggap babak penyisihan. Tapi, tunggu dulu, babak penyisihan juga bisa berlangsung sebelum Ramadhan. Artinya apa? Masih banyak orang yang tidak lolos untuk masuk di bulan mulia ini. Mereka tidak mau berpuasa wajib. Mereka tidak mau menjalankan syariat Allah ini.
Namun, ada juga yang tidak lolos babak penyisihan. Yaitu: mereka yang sudah meninggal terlebih dulu waktu belum tiba Ramadhan.
Alhamdulillah, kita masih berada di sini. Masih ada di babak-babak awal. Apakah kita nanti menjadi finalis Ramadhan ataukah melebihi itu, yaitu: menjadi pemenang sebenarnya dari bulan Ramadhan ini? Dengan kata lain menjadi orang yang bertakwa kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Kita tunggu jawabannya!
Artinya jika ingin Menjadi finalis Ramadhan atau pemenang Ramadhan harus kompeten,,,
Yap, begitulah..
Betul kita tidak perlu jadi finalis yang penting jadi pemenang yaitu jadi orang bertaqwa, sepertinya Mas Rizky bisa jadi banyak profesi,konsultan keluarga ,ustaz juga oke👍😊
Baca komentar Ibu, saya jadi agak GR nih, hehe…
Mendingan jd pemenang bulan Ramadhan kan? Hadiahnya di ahir kelak pasti akan menerima.
Semoga kita bisa mendapatkannya. Aamiin..
Kalau perkara mudik dan pulang kampung sebaiknya tanya Pak D saja tapi bukan Pak D Susanto, Pak D Jkw 🤭😂
Omong-omong soal anak dibawa ke masjid saya nggak masalah, tapi harusnya sejak dari rumah orang tua memberitahu sikap seperti apa seharusnya ketika berada di masjid.
Dan saya tidak setuju jika hanya karena alasan mengganggu orang yang sedang sholat kemudian anak-anak tidak di perbolehkan ke masjid bahkan dibentak dan di marahi. Saya cuma khawatir kelak anak-anak malah malas dan menjauh dari masjid.
Bener, namanya regenerasi, masa kita akan hidup terus? Tentulah anak-anak yang akan meneruskan nanti.
Semoga kita termasuk orang-orang yang mendapatkan kemenangan. Aamiin.
Aamiin ya rabbal ‘alamin
Kadang masih ada orang yang ga bisa menahami anak-anak.padahal mereka juga tahab belajar jk anak-anak di larang ke masjid dengan alasan menganggu bagaimana anak-anak mengenal masjid dan ibadah.
Semoga tahab demi tahab bisa kira lewati dg baik hingga kita jadi fibalis dan memperoleh kemenangan… Aamiin
Berharap semoga menjadi finalis Ramadhan dan dapat ketiga tiganya
Lebih memilih jadi pemenang, Pak. Meskipun tidak mudah, tetapi bukan berarti sulit untuk dilakukan. Niat kuat insyaallah nantinya akan dimudahkan menjadi pemenang pada akhirnya.
Menarik sekali…
Jadi mungkin bisa diartikan perlombaan ini akan selalu dilakukan selama kita hidup. Sehingga kita sebenarnya pasti mengambil bagian di dalamnya. Namun sebagian dari kita (mungkin termasuk saya) baru tersadar akan hal itu setelah membaca tulisan ini. Terimakasih sudah berbagi Pak
Terima kasih juga sudah membaca, Pak..