KKN: Dari Kormanit Menjadi Kormanut

KKN: Dari Kormanit Menjadi Kormanut

Jika Dirasa Tulisan Ini Bermanfaat, Share Ya!

Sebagai seorang mahasiswa, sebelum lulus, mestilah menempuh yang namanya KKN. Hal itu sebagai bentuk dari Tri Dharma Perguruan Tinggi: pendidikan, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat. Dalam suatu kelompok, biasanya memang ditunjuk seorang ketua. Dulu saya mengenalnya dengan Kormanit alias Koordinator Mahasiswa Unit. Lalu, kok bisa jadi Kormanut? Bagaimana ceritanya?

KKN Beda Daripada Biasanya

Tahun 2006, terjadi gempa bumi yang dahsyat di Yogyakarta dan sekitarnya. Waktu itu, saya mengalaminya sekitar pukul 05.50 alias jam enam kurang sepuluh menit. Rumah terasa bergoyang hebat, isi lemari berhamburan. Ketika itu pula, status saya masih mahasiswa. Dan, sedang dalam rangka persiapan untuk mengikuti KKN di kampus negeri terbesar di kota pelajar itu.

Awalnya para mahasiswa calon peserta KKN dikumpulkan. Akan diberikan KKN yang  biasa seperti tahun-tahun sebelumnya. Namun, karena kondisi sedang cukup genting dan masa sih kampus tidak punya kepedulian sosial, maka KKN biasa diubah menjadi KKN Peduli Gempa atau Peduli Bencana.

Inilah yang menjadikan KKN tersebut unik, menarik, sekaligus menimbulkan kenangan yang cukup indah bagi saya dan teman-teman dulu. Kami ditempatkan di Kabupaten Bantul, salah satu kecamatan yang lumayan parah. Rumah banyak yang hancur. Jalanan penuh debu. Kehidupan terasa mati. Pokoknya, pemandangan yang mungkin pernah kami saksikan di televisi, di daerah lain, betul-betul ada di depan mata kami.

Baca Juga: Perlu Cara Cerdas Pakai Media Sosial, Karena Sejatinya Kita Memang Cerdas

Namanya saja KKN yang berbeda, kami tidak tinggal di rumah kepala desa atau kepala dusun, atau ketua RT maupun RW. Lha wong, rumah mereka saja rusak berat. Kami diberikan tenda untuk tempat tinggal. Awalnya, baru ada satu tenda.

Terpilih Seorang Kormanit

Kormanit kami adalah seorang ikhwah. Berjenggot tipis, berkaca mata dan bercelana cingkrang. Salah satu teman dalam kelompok kami seorang akhwat jilbab besar, tetapi tanpa cadar. Ada yang bilang, akhwat itu sangat cantik, bahkan dia bisa jadi model kampus sebenarnya. Tapi, dia memilih untuk menjadi seorang yang berusaha untuk sholihah. Alhamdulillah.

Masalah tenda yang cuma satu, membuat Si Kormanit tersebut perlu mengatur anggotanya. Kami ada 12 laki-laki, perempuan juga sejumlah itu, kalau tidak salah ingat. Yang laki-laki bisa tinggal di tenda, sementara perempuannya pulang. Jarak lokasi dengan pusat kota sebenarnya lumayan jauh, tapi jalan ‘kan sudah halus. Jadi, gampang saja mau PP.

Kormanit menganggap kami perlu ditata juga dalam hubungan antara laki-laki dan perempuan. Makanya, perempuan baru bisa ikut menginap setelah ada tenda khususnya. Namun, perintahnya sempat dilanggar oleh beberapa teman kami yang perempuan. Suatu malam, ada tiga orang yang tidak mau mengikuti perintah tersebut. Mau pulang, tanggung. Pada akhirnya ikut menginap di dalam tenda.

Waduh, sebenarnya batin kami juga tidak nyaman! Sebab, jadi satu tenda kalau begini, meskipun tendanya sangat besar, mirip tenda komando. Namun, toh ketiga cewek itu ikut menginap dan tentu menjadi ganjalan di hati Kormanit. Sementara teman-teman saya yang laki-laki fine-fine saja tuh! Mereka toh berhati mulia juga, tidak akan diapa-apakan tiga cewek tersebut.

Baca Juga: Kaum Rebahan Tetap Butuh Perubahan?

Meskipun itu termasuk kejadian yang mungkin dianggap biasa bagi sebagian orang, nyatanya aman-aman saja kok menurut mereka, tetapi dari situ, saya jadi menyimpulkan sebuah sesuatu. Walah, sebuah sesuatu! Seperti di bawah ini penjabarannya.

Sifat Kepemimpinan

Saya pernah mengikuti sebuah taklim. Ustadz sebagai narasumber atau pembicara menjelaskan bahwa tidak selamanya jadi seorang pemimpin itu akan menyelesaikan masalah. Dikaitkanlah dengan ide pendirian khilafah yang digaung-gaungkan salah satu ormas Islam.

Menurut beliau, bahwa semestinya membangun umat atau masyarakat muslim itu dari bawah dulu. Pertama yang harus diperbaiki adalah tauhid, bagaimana dia menyembah Allah dan tidak menyekutukannya?! Jika ujug-ujug langsung bicara tentang negara Islam plus pemerintahannya segala macam, maka akan langsung puyeng. Bingung.

Kalau tauhidnya sudah bagus, maka untuk ibadah-ibadah lainnya akan lebih mudah dilakukan. Jelas sudah kenal Allah, kok! Makanya selalu ingin ibadah dan mencari pahala dari-Nya.

Terus juga saya merenungkan tentang konsep negara. Ada memang yang mengatakan bahwa negara kita ini adalah negara Islam, karena masih ada beberapa syariat Islam yang tegak. Misalnya: adzan masih dikumandangkan, sholat berjamaah di masjid masih ditegakkan, nikah dengan cara Islam, meninggal pun dengan cara Islam.

Sebaliknya, ada yang mengatakan bahwa negara ini bukan negara Islam. Sebagian aturannya bukan berlandaskan Islam. Berbuat zina, misalnya. Kalau dalam Islam, semestinya dicambuk bagi yang belum menikah, atau dirajam bagi yang sudah menikah. Potong tangan bagi pencuri. Kenyataannya, hukumannya sama-sama dipenjara.

Nah, pertanyaan selanjutnya, menurut ustadz tersebut adalah: untuk apa sih bertanya apakah negara ini Islam atau tidak? Yang penting bagi umat Islam itu sebenarnya adalah penerapan syariat Islamnya. Terserah mau negara itu dianggap negara Islam maupun bukan. Percuma juga dong tinggal di negara Islam, tetapi maksiat terus? Tidak pernah sholat, zakat, puasa Ramadhan, apalagi terpikir untuk naik haji, meskipun tinggal di Timur Tengah sana.

Jadi, seorang pemimpin meskipun dia adalah orang yang sholeh, tetapi jika rakyatnya banyak yang salah, maka pemimpin tersebut akan mengalami kesulitan. Bahkan, ketika dia langsung mengubah aturan yang ada dengan langsung menerapkan syariat Islam, sementara aparat-aparat di bawahnya belum siap, maka boleh jadi dia yang akan digulung dan digulingkan terlebih dahulu.

Untuk bisa menjalankan program kepemimpinan Islam dengan baik, perlu menanamkan konsep Islam yang benar kepada masyarakat. Islam itu yang bagaimana sih? Untuk hal ini, maka butuh taklim dan tarbiyah terus-menerus. Kalau taklim secara umum, sedangkan tarbiyah lebih khusus. Meskipun dulu ada yang selalu membully konsep tarbiyah Islamiyah, eh, sekarang ada yang pakai dengan nama tarbiyah sunnah. Hem…

Jangan sampai pula selalu menggaungkan khilafah, tetapi karena orangnya belum siap, maka ketika khilafah itu mulai tegak, eh, mereka juga yang menginjaknya pertama kali. Bahkan, yang saya lihat, mereka untuk hal-hal yang sederhana, membaca Al-Qur’an, sholat berjamaah rutin di masjid, bercelana cingkrang, berjilbab besar sampai bercadar, juga belum tentu bisa kok!

Tegas, Tetapi Jangan Keras

Memang berat jadi seorang pemimpin itu. Ketika dia lembek, maka yang dipimpinnya akan seenaknya saja. Namun, ketika dia keras, justru di bawahnya akan lari. Anggotanya yang salah, maka si pemimpin itu bisa kena. Namanya saja tanggung jawab.

Seperti kejadian KKN Peduli Bencana tersebut. Cukup banyak bantuan berupa makanan maupun minuman yang semestinya disalurkan kepada penduduk yang membutuhkan. Namun, teman-teman saya malah mengonsumsi benda itu. Yang paling saya ingat adalah susu dalam kemasan siap minum. Hampir tiap pagi, mereka minum itu. Mungkin sebagai sumber tenaga. Mungkin pula, mereka merasa jadi korban gempa juga.

Saat KKN selesai, tempat tidur lipat dengan desain militer, waktu itu ada 15 buah, seharusnya juga menjadi milik penduduk setempat karena termasuk bagian dari bantuan. Namun, semuanya dibawa pulang. Sang Kormanit malah tidak kebagian apa-apa, karena memang kurang disukai sedikit oleh teman-teman.

Sejak pekan-pekan pertama, kami KKN selama 1,5 bulan, Kormanit kami ingin tegas dalam menerapkan syariat Islam, tetapi susahnya luar biasa. Seperti sholat Subuh saja, sebagian jam enam kok. Untuk membuat suasana masih ada nuansa gelapnya, jendela tenda tidak dibuka, begitu pula pintunya.

Hal yang seperti itu, Kormanit mau mengarahkan anggotanya menjadi lebih baik, justru belum bisa. Dan, sebutan Kormanit diplesetkan menjadi Kormanut. Berasal dari bahasa Jawa, manut yang berarti patuh. Kormanit berubah Kormanut, yang sama saja manut dengan anggota-anggotanya.

Baca Juga: 9 Alasan Tanpa Pakai Adat Pernikahan

Jika Dirasa Tulisan Ini Bermanfaat, Share Ya!

Silakan tinggalkan komentar

Email aktif kamu tidak akan ditampilkan. Tapi ini mesti diisi dengan benar.

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.