Kejadian gempa Jogja pada bulan Mei 2006 memang masih meninggalkan kenangan dalam pikiran saya. Ada begitu banyak kejadian susulan, termasuk ketika saya KKN untuk pertama kalinya. Ya, iyalah, masa mau dua kali KKN?
Tanggal 27 Mei 2006, Jogja benar-benar dibuat lumpuh. Saya masih ingat, setelah sholat Subuh, saya tidur kembali. Jam 05.50 WIB, bapak saya teriak, “Gempa, gempa!”
Saya langsung terbangun dan berlari keluar. Lemari di ruang tamu memuntahkan isinya, tergoncang cukup keras. Lantai susah dipijak. Saya berusaha keluar sampai ke jalan. Bapak, ibu, kakak, dan adik saya sudah ada di sana. Tapi, kucing saya tidak ditemukan. Kemana dia? Pada momen berikutnya, saya menemukan kucing berekor satu itu sedang gemetaran di atas meja dapur.
Isu Tsunami
Berikutnya yang membuat panik adalah isu tsunami. Orang-orang yang sudah berkumpul di jalan, lari dengan panik ke arah utara. Dalam pikiran waktu itu, tsunami air laut dari pantai selatan Jogja. Padahal jaraknya puluhan kilometer. Sangat jauh. Jika toh terjadi tsunami, tidak akan mungkin lautnya menjangkau rumah saya.
Namanya sudah panik, logika tersebut tidak lagi terlalu dipikirkan. Bapak punya inisiatif untuk menghindari tsunami, kami diajak untuk naik ke atas. Ya, namanya juga naik, pasti ke atas. Rumah saya berlantai dua, meskipun di situ hanya dipakai jemuran.
Akhirnya, ketakutan karena rumah bergoyang tadi, justru terpaksa kami masuki kembali. Cepat dan buru-buru naik lewat tangga kayu. Kami lupa mengunci atau menutup pintu depan. Ah, tidak sempat lagi terpikir juga.
Bapak bertanya-tanya, “Betul ada tsunami?”
Kakak saya memanjat genteng, melihat ke arah selatan. Tidak ada sama sekali. Hanya isu. Hanya berita bohong.
Kami kembali turun dan keluar di jalan lagi. Orang-orang masih berkumpul. Ada yang dari cukup jauh tempatnya. Seorang perempuan yang capek berlari. Kasihan sekali. Dia meminta ke ibu saya minum. Diambilkan minum, dia bilang terima kasih.
Tidur di Trotoar
Gempa susulan masih sering terjadi, meskipun tidak seperti gempa pertama. Untuk mengamankan diri, pada malam harinya, kami tidur di trotoar. Bayangkan, tidur di tempat pejalan kaki, menggelar tikar dan kasur di situ. Ternyata, enak juga. Maksudnya, enak bagi nyamuk, tidak enak bagi kami.
Pada malam berikutnya, kami mulai berani untuk tidur di rumah, tetapi bukan di kamar. Kami tidur di teras rumah. Tempat itu sering dipakai bapak untuk menaruh mobil. Bapak mengeluarkan mobil, karena tentu saja mobil itu tidak bisa keluar sendiri. Dibersihkan, nah, tidur di situ. Enak juga. Kalau tidak salah, waktu itu pakai obat nyamuk deh.
Berimbas ke KKN
Pada bulan Mei atau Juni, rencana saya memang KKN reguler. Akan tetapi, karena pandemi, aduh, maksudnya gempa bumi, maka saya dan para mahasiswa lain berkumpul di depan gedung milik UGM. Saya kuliah di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, jurusan Ilmu Administrasi Negara.
Mahasiswa jelas mempertanyakan dong bagaimana nasib KKN mereka? Akhirnya, diambil keputusan oleh pihak kampus, bahwa KKN reguler berubah menjadi KKN Tematik Peduli Gempa. Selain merupakan program KKN, hal itu sebagai bentuk kepedulian UGM terhadap para korban musibah bencana alam gempa bumi.
Rapat-rapat pun dilakukan. Yang menarik dari KKN ini adalah saya bisa kenalan dengan para mahasiswa dari fakultas lain. Ada dari Kehutanan, Ekonomi, Hukum, Pertanian, MIPA kalau tidak salah, dan sisanya saya lupa. Ada juga dari Fakultas Filsafat kalau tidak salah ingat.
Persiapan terus dilakukan. Dibentuk ketua unit. Lokasi yang dituju adalah Kabupaten Bantul, Kecamatan Pundong. Hari keberangkatan kami memakai sepeda motor. Sekitar 20 kilometer lebih dari ibukota Jogja.
Dalam perjalanan, saya menemukan pemandangan yang cukup memilukan. Rumah-rumah hancur dan roboh. Bangunan-bangunan di sana kurang semen, jadi ketika hancur tampak putih di mana-mana. Istilahnya gamping, campuran semen.
Tenda-tenda darurat ditegakkan. Ada yang seperti tenda kemah, ada pula yang tenda militer.
Pertama datang, kami berkunjung ke rumah kepala desa. Waktu berbincang-bincang, sebuah gempa keras merambat di bawah kami. Rasa kaget bin terkejut pun muncul. Besar juga gempa di sini, padahal itu hanya susulannya. Bagaimana gempa besar yang lalu ya?
Memang, daerah itu menjadi patahan gempa. Jadi, korban cukup banyak, berikut dengan rumah dan hartanya. Kepala desa cukup tersenyum saja melihat reaksi kami yang kaget dengan gempa baru saja.
“Itu sudah sering terjadi di sini, Adik-adik. Kalian nanti akan terbiasa.” Katanya.
Wuih, terbiasa!
Ketika malam mulai datang, kami membagi tugas berjaga. Tenda besar sudah ada. Tenda komando, mirip pasukan militer itu. Namun, 22 orang yang ada tidak bisa menempati semua di dalam. Ketua mempersilakan para mahasiswi untuk pulang saja. Sementara, bagi yang mahasiswa boleh menginap di situ. Saya memilih menginap.
Sebelum tidur, saya merasakan sakit kepala yang luar biasa. Betul-betul sangat sakit. Biasanya, kalau sakit begitu, saya minum obat semacam Paramex. Namun, tidak ada.
Sementara sayup-sayup terdengar acara pernikahan. Meskipun belum lama dilanda gempa bumi, tetapi urusan hajatan tetap dilaksanakan. Suara-suara musik yang terdengar membuat kepala saya seperti mau pecah. Waduh, bagaimana ini?
Saya tetap memaksakan diri untuk tidur. Alhamdulillah bisa tidur. Besoknya, Alhamdulillah lagi, sakit kepala hilang dan lenyap. Allah telah menyembuhkan saya.
Urusan kencing-mengencingi atau mandi-memandi’i, ada sumur di sebelah tenda. Dindingnya separuh hancur. Ada seng yang bisa menutupi aurat, meskipun tidak sempurna sekali sih. Saat mandi, mata saya bisa menerawang jauh ke tanah lapang samping rumah pak ketua RT. Oh, ya, tenda saya berada di samping rumah pak RT, lho! Itu RT yang berarti Rukun Tetangga, bukan Retweet khas Twitter itu.
Kegiatan Menyenangkan
Secara umum, kegiatan KKN Tematik Peduli Gempa memang cukup asyik diikuti. Kami bisa bangun pagi jam berapapun, itu kalau tidak malu lho. Pernah saya bangun kesiangan, jam enam begitu. Meskipun bangun kesiangan, tetap harus sholat Subuh dong. Agar terasa atau ada nuansa gelapnya, jendela tenda ditutup. Jadi, matahari tidak tampak masuk, hehe..
Sekitar jam 9 atau 10, yang perempuan sudah sibuk membuat makan siang. Itulah keseharian bagi yang mahasiswi. Saya dan mahasiswa lain tinggal menunggu saja hidangan yang disediakan.
Kalau sore hari, saya dan ketua menghibur anak-anak dengan mengajari mereka mengaji, permainan, dan lain-lain. Istilah kerennya adalah trauma healing. Bukankah anak-anak butuh dikuatkan jiwanya juga?
Pernah saat suntuk dengan kegiatan KKN, saya ikut dengan rombongan teman ke Pantai Parangtritis. Berangkatnya malam. Niatnya memang untuk bermalam atau menginap di sana. Bakar api unggun dan makan-makan kecil di sana.
Ada yang lucu di situ. Kami tidak punya minyak tanah untuk menyalakan api. Akhirnya, seorang teman pakai bensin. Dituangkan sedikit saja, api sudah langsung membesar. Luar biasa! Alhamdulillah dia tidak sampai tersambar api itu.
Puncak Acara KKN
Tanpa terasa, waktu KKN selama 1,5 bulan hampir selesai. Tibalah malam terakhir kami di sana. Dibuatlah rapat, kami sepakat untuk membuat acara perpisahan.
Sebelum itu, waktu KKN kami juga bertepatan dengan penyelenggaraan Piala Dunia. Atas usulan seorang teman, dibuat acara nobar atau nonton bareng pertandingan final Piala Dunia 2006 pada tanggal 9 Juli antara Italia dan Perancis.
Ada sebuah lokasi kosong yang sudah dibersihkan cukup luas. Di situlah nobar dilakukan. Meminjam layar infocus dari kampus, begitu pula dengan infocusnya.
Sayangnya, infocus itu tidak terlalu bagus kondisinya. Ada bulatan cukup besar yang mengarah ke layar. Warna di sekitar bulatan itu kuning pula. Gambar jadi tidak tampak jernih.
Meskipun begitu, tidak menghalangi keasyikan kami dan para penduduk setempat menikmati suguhan pertandingan keras antara pasukan Zinedine Zidane dan tim Fabio Cannavaro. Hasilnya, Italia menang dengan skor pinalti 5-3. Sebelumnya, pertandingan seri 1-1.
Untuk acara perpisahannya, saya MC dengan Muhlis, teman satu fakultas. Dia jurusan Ilmu Pemerintahan. Tidak tahu kabarnya sekarang dia di mana?
Muhlis itu bertubuh gemuk. Sukanya ingin melucu di depan teman-teman, tetapi garing sekali guyonannya. Misalnya, ketika kami sedang berdiri di depan tenda, dia minta ke saya, “Rizky, pegang pundakku.”
Kupegang pundaknya, lalu dia suruh saya bertanya, “Mau kemana?”
Kulakukan begitu sesuai maunya. Lalu apa jawabnya? Dia bilang begini, “Mau mencari kitab suci ke barat.”
Apa lucunya coba?
Pada acara perpisahan itu, diputarlah video sekelumit kegiatan-kegiatan kami selama KKN. Tidak lupa juga membagi hadiah-hadiah lomba untuk anak. Beberapa orang saya suruh maju untuk membacakan hasil dan membagikan hadiah.
Saat ibu kepala dukuh naik menyerahkan hadiah, dia mau kembali ke barisan penonton, saya iseng saja berkata begini, “Baik, terima kasih, Bu Dukuh. Silakan kembali ke alamnya!”
Kurang ajar betul bukan? Namun, Alhamdulilah, beliau tidak marah, begitu pula suaminya. Namanya juga bercanda, ya ‘kan? Walaupun yah, bercanda yang ngawur, haha..
Membekas Terus
Kenangan-kenangan waktu KKN itu walaupun sudah lewat selama 15 tahun, tetapi saya masih ingat, seakan-akan baru kemarin saja. Rindu untuk berkumpul dengan mereka kembali. Saya yakin, mereka sudah berkeluarga semua. Mempunyai anak-anak yang lucu, menggemaskan, dan nakal sedikit juga tidak apa-apa, asal jangan anak saya, lah.
Berakhirnya KKN itu, kami saling bersalaman. Sedih rasanya kebersamaan dengan mereka harus diakhiri. Terlebih dengan para pejabat lokal di situ, seperti pak RT, kepala dukuh, RW, dan lainnya. Kami memperoleh pengalaman yang sangat luar biasa.
Lalu, apa yang dibawa? Oh, ya, pagi-pagi kami sering minum susu kemasan. Sebenarnya susu-susu itu bantuan untuk penduduk, tetapi sering kami minum dan tidak ada yang disalurkan sama sekali ke penduduk. Dasar!
Ketika tidur di dalam tenda, kami memakai tempat tidur lipat ala militer. Itu tipis, tetapi kuat dan cukup nyaman. Apalagi ditambah dengan selimut dan bantal, Masya Allah, enak sekali dipakai tidur.
Tempat tidur itu ada 15 buah. Kami bagi-bagi, saya juga dapat satu buah. Untuk ketua tidak dapat, karena dia sering protes dengan tingkah atau tindak tanduk kami selama KKN. Biarkan saja, dia yang pusing kok.
Secara manusiawi, tidak ada yang mau kena musibah. Akan tetapi, hal itu sudah menjadi takdir dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Mau menghindari bagaimana, Allah saja sudah menuliskan takdir di dunia ini 50.000 tahun sebelum menciptakan langit dan bumi, kok. Kita tinggal menjalani takdir masing-masing saja.
Pasti Allah memberikan yang terbaik untuk kita. Kalaupun dirasa buruk, pasti ada hikmahnya. Pasti ada kebaikan dan keberuntungan di baliknya kalau kita sadar dan menyerahkan semuanya ke Allah. Betul tidak?
Innalilahi wa inna ilaihi rojiun untuk para korban musibah di sekitar Gunung Semeru, Lamongan, Jawa Timur. Teruntuk juga doa untuk korban musibah di daerah-daerah lain. Mudah-mudahan Allah selalu melindungi diri kita dari berbagai musibah. Aamiin.
Setahun setelah gempa saya ada urusan di Jogja, dan sisa-sisa gempa masih tampak dibeberapa tempat.
Btw, sepertinya Pak Rizky berniat masuk jadi penulis mojok ya? 🤭
Semoga bisa masuk ke sana lagi nanti. 😁
Seru ceritanya. Panjang pula. Pengalaman yang pasti melekat.
Semoga Allah berikan hikmah dr setiap musibah yang dikirimkan.
Aamiin ya rabbal ‘alamin.
Ini dia, bertemu lagi dengan tulisan kocak namun isinya serius juga koq.
Semoga semua korban bencana mendapattkan lindungan Allah, digantikan semua harta yg hilang dan sll diberi kesehatan..aamiin..
Aamiin Ambu, terima kasih komentarnya.
KKN…
Jadi kangen masa-masa itu
Sama bu, makanya saya menulis ini.
Si Muhlis teman bapak itu kebanyakan nonton serial tv sun go kong “mencari kitab suci ke barat”, saat kejadian pasti gak lucu, nqmun setwlah di ceritakan saja yang membaca jadi geli sendiri 😁
Iya nih, dia ingin membuat suasana jadi lebih cair, ternyata malah garing, ring, ring!
aamiin ya robbal alamiin.
Jadi ingat KKN yang saya lakikan, walaupun tidak tematik seperti Pak Rizki. Namun, empati kepada para anak anak di desa Cikidang, Jawa Barat yang masih gaptek, membuat kami berinisiatif membuka kelas belajar komputer geratis setiap hari. Kami bergantian mengajarkan kepada anak anak tersebut. Seruu… Jika diingat ingat kembali.
Memang ya pak, yang namanya KKN itu selalu seru, apalagi bercengkerama dengan anak-anak.
Pengalaman yg sangat berkesan. Bencana datang tak terduga, bersyukur masih diberi umur dan dapat berempati pada sesama.
Selama masih ada umur, berempati kepada sesama itu perbuatan yang mulia.
Ada beberapa teman dan keluarga di Yogyakarta saat itu. Alhamdulillah masih diberikan keselamatan. Pak Rizky bisa saja membuat es campur senyum sedih.
Makasih komentarnya bu guru..
Sedih dan haru pas momen perpisahan KKN. Terkenang selamanya. Tapi kalau suruh ngulang, pasti mikir lagi. Hehe
Nyasar kesini baca tulisan ini…aah jadi keingat semua..kebetulan saya menjadi Relawan KKN gempa di Yogyakarta tapi saya dari UNY..
hmmm seru se, kegiatan sama persis..pernah sampai kecelakaan karena PP dari gejayan ke bantul naik motor dan sampai sekarang bekas lukanya masih ada ditangan.
Dan kalo saya ditambah ada bumbu bumbu asmaranya…hahaha
Sampai berkelanjutan Pak Dukuh yang masih muda itu sering maen ke kos..huahuaaaa..
Apa kabar kalian semua ?
semoga sehat selalu yaa
Makasih Mbak, sudah berbagi cerita KKN juga.
Sya sbg korban gempa jogja disaat itu masih kelas 2 smp bantul selatan. Kenangan paling melekat sampai saat ini adalah pelukan dr relawan bernama kak ella. Sampai sekarang saya berusia 32th masih mencari identitas kak ella dan blm ketemu lagi. Saya ingin memeluknya utk teralhir kali sebelum saya menikah.
Wah, berkesan sekali, ya, Kak? Apalagi waktu itu memang sedang trauma karena gempa.