Bombana: Tidak Cuma Terasi, Tetapi Juga Literasi

Bombana: Tidak Cuma Terasi, Tetapi Juga Literasi

Jika Dirasa Tulisan Ini Bermanfaat, Share Ya!

Salah satu kenangan saya bersama keluarga besar dari bapak saya adalah momen kumpul-kumpul setelah lebaran. Kalau dahulu, sering berkumpul di rumah nenek saya di Grobogan, Jawa Tengah. Namun, setelah nenek saya meninggal dunia, momen itu pun terasa hilang.

Hal itu ditambah dengan aset dari nenek saya yang dibagikan ke keluarga. Akhirnya, rumah kebanggaan tempat silaturahim pun menjadi tinggal kenangan. Kini, sebagaimana keluarga lain, bertemu lebih sering lewat dunia maya. Lebih tepatnya lewat grup Whatsapp.

Momen Tercipta Lagi

Pada tanggal 9 Agustus 2020, dilangsungkan pernikahan sepupu, anak dari paman saya di Kendari. Meskipun masih masa pandemi, pernikahan tersebut tetap diadakan, tentunya dengan protokol kesehatan juga. Nah, acara itu menjadi semacam kilas balik lagi pertemuan keluarga besar. Pakde, bude, om, bulek, sepupu-sepupu, keponakan saya berkumpul di Kendari. Meski dengan lokasi yang jauh berbeda, tetapi momennya itu lho. Kebersamaan yang susah untuk dilupakan.

Banyak keluarga yang sudah tiba Kendari beberapa hari sebelum acara. Sementara saya dan keluarga kecil saya justru yang paling terakhir. Padahal saya tinggal di Kabupaten Bombana, tiga atau empat jam saja dari Kendari. Lho, kok bisa? Ya, sebab ada urusan kantor yang tidak bisa ditunda.

Baca Juga: Tips Aman Pakai dan Lepas Masker di Restoran

Ternyata, setelah tiba di Kendari, ada yang terlupa, yaitu: makanan khas Bombana. Terasi. Makanan bentuk bulat sebesar bola tenis itu sangat disukai oleh ibu saya. Beberapa kali waktu beliau datang ke Bombana, selalu membawa oleh-oleh terasi. Pas dicoba ke teman-temannya di Jogja, ternyata memang disukai. Joss banget katanya.

Akhirnya, saya menghubungi ipar di Bombana untuk membelikan terasi dan mengirim ke Kendari menggunakan mobil angkot, istilah mobil penumpang Bombana-Kendari. Mobil pribadi, tetapi dengan plat kuning.

Sempat terjadi masalah di awal karena sopir langganan yang saya harapkan untuk membawanya dari Bombana, malah sudah pergi duluan. Waduh, dicarilah sopir lain! Nyatanya, ada masalah juga waktu sudah sampai di Kendari. Dia tidak tahu lokasi hotel paman saya. Dia minta untuk mengambil di terminal. Makin repot jadinya!

Alhamdulillah, berkat mertua saya yang ikut perjalanan dari Bombana ke Kendari untuk menghadiri pernikahan, terasi itu bisa diambil, lalu diberikan ke ibu saya. Sudah pasti ibu saya senang sekali!

Tidak Hanya Terasi

Terasi Bombana yang sudah terkenal, jadi muncul varian kata berikutnya, tinggal ditambahkan “li” saja di depan kata, menjadi literasi. Antara terasi dan literasi jelas sangat berbeda. Satu adalah makanan fisik, satunya lebih tepat ke makanan jiwa karena berupa asupan pengetahuan lewat buku maupun bacaan lain. Satunya berbentuk seperti bola tenis, satunya ya sudah begitu bentuknya. Kamu pasti sudah tahu.

Budaya literasi di Bombana saya rasakan memang mulai bangkit. Hal ini digaungkan lewat momen peresmian gedung fasilitas layanan perpustakaan umum Kabupaten Bombana. Gedung baru, Gaes! Acara tersebut terlaksana pada Rabu, 16 Desember 2020.

Yang hadir adalah kepala perpusnas, bupati Bombana, kepala dinas perpustakaan Sulawesi Tenggara, dan para pejabat daerah lainnya. Saya sendiri di situ sebagai narasumber mewakili penggiat literasi dan penulis lokal. Meskipun saya tidak asli orang Bombana, tetapi asli orang Jogja, ‘kan bisa dianggap saya orang Bombana juga karena KTP sudah di sini.

Acara yang sangat luar biasa karena membahas dunia literasi. Pemaparan dari kepala perpusnas dan bupati Bombana menambah khasanah dan cakrawala bagi hadirin. Dan, tidak terluput peserta lain di luar Bombana yang bergabung melalui media zoom.

Alhamdulillah, acara yang sudah berjalan dengan sukses dan lancar, pertanyaan saya selanjutnya, apakah acara ini akan diadakan lagi? Atau lebih tepatnya adalah apa kelanjutan dari acara ini?

Pertanyaan saya tersebut terjawab pada acara pelatihan menulis kreatif bertempat di kantor Kominfo Kabupaten Bombana pada tanggal 18 Februari yang lalu. Acara tersebut digawangi oleh IDEA Projects dan komunitas Sepakat Bombana.

Kembali saya didapuk jadi narasumber, membawakan materi seputar fiksi, yaitu: cerpen dan novel. Ada juga narasumber lain memaparkan materi tentang jurnalisme warga, yaitu: Nursia Sinaga. Nah, saya ditambah materi lain, yaitu: tentang digital writing, karena narasumber sebelumnya berhalangan hadir.

Baca Juga: Bagaikan Melempar Bola Basket dengan Memantulkannya ke Lantai

Ini juga berlanjut melalui grup WA. Meskipun di dalamnya sekitar 30-an orang saja, tetapi saya merasa ini sudah luar biasa. Merintis memang tidak mudah. Memulai memang tidak gampang. Apalagi mengawali literasi yang bagi sebagian orang, hem, banyak orang adalah sesuatu yang rumit. Sering dikatakan minat baca orang Indonesia itu sangat rendah.

Namun, herannya untuk pengguna media sosial termasuk puluhan juta orang juga. Padahal ‘kan media sosial itu juga banyak tulisannya. Ah, akhirnya budaya literasi yang rendah menjadikan banyak warganet yang terserang hoax. Lebih ekstrim lagi, jempol mereka lebih cepat bergerak daripada otak yang berpikir.

Nah, tentunya saya tidak ingin seperti itu. Begitu pula dengan teman-teman saya di grup WA hasil pelatihan menulis kreatif tersebut. Makanya, kami ingin meningkatkan literasi tersebut di Kabupaten Bombana.

Dan, saya pun berpikir sekaligus mengaitkan dengan terasi ke ibu saya tadi. Terasi yang merupakan produk dari Bombana bisa memasuki kota Jogja yang telah banyak dipenuhi dengan kuliner segala rasa, segala rupa, segala harga. Namun, ibu saya dan teman-temannya tetap menyukai terasi Bombana.

Saya bandingkan dengan diri saya dari Jogja, kota penuh literasi. Waktu masih tinggal di sana, tahun 2008, tiap bulan selalu saja ada pameran buku. Toko buku juga di mana-mana. Begitu juga penerbit. Saya tumbuh dan besar di sana. Menjadi orang yang menyukai dunia literasi.

Kini, saya yang bekerja rutin di Bombana juga, punya semacam kewajiban atau tanggung jawab untuk ikut menggalakkan budaya literasi. Sebab, saya yang suka membaca, menulis, sekaligus berdiskusi tentang buku.

Dan, tidak hanya lewat grup WA saja, tetapi sudah mulai merambah ke grup Facebook. Ini jelas sebuah langkah awal yang nyata dan bukan kaleng-kaleng, begitulah. Selain memang ingin serius, kami sudah kurang minum susu kaleng. Halah.

Terasi dari Bombana ke Jogja, literasi dari Jogja ke Bombana. Klop deh!

Baca Juga: Kisah Nyata: Ucapan Berbalik Kepada Diri Sendiri

Jika Dirasa Tulisan Ini Bermanfaat, Share Ya!

4 Comments

  1. Jangan lupa Pak ..
    Selain berbentuk bola tenis, juga ada yang kayak bola pimpong, namun sekarang ada pula bentuk serbuk..
    Soal bentuk fisik mungkin ga masalah yang oe ting rasanya.. 😁😁😁

Silakan tinggalkan komentar

Email aktif kamu tidak akan ditampilkan. Tapi ini mesti diisi dengan benar.

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.