Ada Suara “Rumah Hantu” di Masjid

Ada Suara “Rumah Hantu” di Masjid

Jika Dirasa Tulisan Ini Bermanfaat, Share Ya!

Pasti pernah masuk rumah hantu ya? Di mana masuknya? Mungkin kamu masuk di pasar malam atau di tempat wisata. Eh, sebenarnya itu rumah hantu atau rumah manusia sih?

Kalau dikatakan rumah hantu, mana hantunya? Bukankah itu isinya manusia saja? Masa si pemilik rumah itu mengontrak hantu-hantu buat jadi pegawainya? Tidak mungkin bukan?

Sesuatu yang Dijual di Rumah Hantu

Biasanya sih, orang-orang yang masuk ke rumah hantu, akan berduyun-duyun. Berombongan. Satu demi satu. Apakah karena rumah hantu itu memang laris? Ternyata tidak juga. Mereka seperti itu karena sudah ketakutan duluan. Mendengar suaranya yang menyeramkan sebelum masuk sudah mendatangkan sensasi tersendiri. Apalagi kalau masuk.

Jelas yang dijual di situ adalah ketakutan semu. Yah, sama dengan film-film horor pada umumnya. Musik, suara seram dan penampakan. Itu-itu saja yang ditampilkan.

Baca Juga: 3 Sikap Memanjakan Anak Remaja yang Perlu Orang Tua Tahu

Rumah hantu biasanya gelap suasana di dalamnya. Yah, masa seterang Indomaret sama Alfamart sih? Nanti bisa-bisa malah jadi belanja perlengkapan hantu? Halah…

Berjalan pelan-pelan menikmati suasana yang ada. Hah, menikmati? Berjalan pelan-pelan saja dan menunggu sesuatu yang ke luar berikutnya. Mungkin itu pocong yang tiba-tiba muncul dari atas. Kuntilanak yang terbang di depan. Atau tangan yang muncul dan mencolek kita. Hey, Bos, bukan mahrom lho!

Pengalaman Pribadi

Kalau dulu pas masih anak muda sih, masuk rumah hantu ya takut sekali. Namun, terakhir masuk, waktu saya ambil cuti dan pergi ke Malang, ke tempat adik saya tinggal.

Diajak rekreasi ke Jatim Park 2 dan 3. Wuih, Masya Allah, kebun binatang yang sangat luas luar biasa! Tapi, menariknya, cuacanya sangatlah dingin. Jadi, mesti memang bawa jaket! Tapi, seingatku, jaket malah saya lepas karena jalan keliling kebun binatang justru malah bikin keringat. Akhirnya jadi panas juga.

Waktu sudah lewat dari kebun binatang, tetapi masih di dalam kompleks atau di area permainannya, ada sebuah rumah hantu. Nah, saya jelas penasaran dan tertarik. Menggunakan tiket terusan, saya masuk sendirian. Maksudnya, tidak ada yang saya kenal masuk bersama-sama di situ.

Suasana seram, banyak ornamen menyeramkan, suara yang menggelegar. Ada larangannya di situ, yaitu: tidak boleh merusak properti. Ini bukan properti perumahan yang selalunya hari Senin naik itu lho! Tapi, properti dari rumah hantu itu sendiri. Ya, pernak-pernik setan, penataan ruangan, dekorasinya dan lain sebagainya.

Oke, deh, saya ikuti peraturan itu. Di dalam masih termasuk dingin karena pakai AC. Beberapa bagian ada asapnya. Bahkan, ada pula semacam cairan yang ke luar. Entah, cairan apa lagi itu?

Tanpa terasa, sudah sampai di pintu ke luar. Eh, kok terasa cepat ya? Karena saya pakai tiket terusan, maka saya malah masuk lagi. Masih penasaran sih. Begitu masuk dan ke luar lagi, ternyata memang sama. Tidak ada yang berubah. Hem, ya, jelaslah, antara masuk pertama dengan kedua di situ, tidak jauh jarak waktunya. Coba yang pertama dengan kedua jarak 50 tahun! Waduh, lama amat!

“Dipindahkan” ke Masjid

Masjid kok dibandingkan dengan rumah hantu? Hadeh, jelas bagaikan langit ke tujuh dengan lapisan bumi paling rendah urutan ketujuh, lah. Tapi, kok subjudulnya begitu? Apa maksudnya rumah hantunya pindah ke masjid?

Oh, bukan begitu, Susanna! Bukan seperti itu, Pulgoso. Yang dimaksud di sini adalah suasananya. Penggambarannya. Lebih tepatnya suaranya. Lho, kok bisa?

Hal itu dipicu oleh seorang anak kecil yang polahnya, Masya Allah. Ketika si pengantarnya sholat, maka dia keluyuran ke sana ke mari. Tidak pernah mau diam. Ada saja yang dilakukannya. Pernah membanting meja, membanting mikropon dengan tiangnya, hingga mengambil barang jamaah lain. Kalau tidak salah, kacamata.

Baca Juga: 5 Kiat Mendidik Anak Agar Mandiri dan Percaya Diri

Beberapa malam yang lalu, saya bersama kedua anak saya sholat di sebuah masjid yang tidak terlalu jauh dari rumah. Si anak super aktif itu datang lagi. Kali ini, dia jalan-jalan ke tempat mihrab imam. Pada malam-malam sebelumnya, kalau sudah di situ, dianggap biasa saja, lah. Namun, pada malam itu, lain sekali. Entah apa yang dia putar di lemari isi sound system, nyatanya suara imam jadi keras sekali.

Waktu itu sholat Maghrib. Ada pula jamaah perempuan di belakang, di balik hijab. Pada rakaat ketiga, suara jadi nyaring sekali dan bunyi “Ngiinggggg….” mirip suara feedback dan mirip juga suara indera Spiderman saat musuhnya mau datang.

Wah, jamaah jadi sangat terganggu! Begitu juga dengan saya. Suara sound system jadi tidak jelas. Nyaring, kencang, sampai berbunyi, “Wus, wus, wussss…”. Ah, bagaimana menggambarkannya ya? Yang jelas jadi mirip suara di rumah hantu, lah.

Karena suara imam nyaring, eh, ini bukan suara asli imam, tapi suara dari mikropon imam yang digantungkan di telinga dan kepala itu, perintah “Allahu akbar” jadi tidak jelas. Sama sekali tidak bisa ditangkap gara-gara suara sound system itu.

Telinga jamaah jadi agak sakit, dan suara kegaduhan di masjid sampai ke luar juga. Sebab, di luar juga sengaja disuarakan. Hem, bagaimana tanggapan orang-orang di luar masjid itu?

Si anak super aktif tadi merasa sangat bersalah. Umurnya sih sekitar tiga tahun. Suara-suara yang kencang dan tidak beraturan itu malah membuatnya menangis. Dia sendiri juga terganggu. Lho, terganggu juga toh Dik?

Saya hampir saja tertawa, karena pas sujud, ada suara yang aneh dan lucu gitu lho! Alhamdulillah, tidak sampai sehingga tidak batal sholatku.

Apakah Akan Diajak Lagi?

Selesai sholat, anak itu malah dicubit oleh pengantarnya. Tunggu, pengantarnya itu bukan orang tuanya lho! Tapi, kakeknya, tapi semacam kakek pamannya. Lho, gimana sih? Jadi, si orang tuanya itu, salah satunya adalah keponakan dari si pengantar tersebut. Karena beliau belum punya anak, maka dibawa terus cucunya itu. Meskipun aktif banget, saya menghindarinya menyebut anak itu dengan “nakal”, karena efeknya terasa negatif.

Beranjak dari kejadian itu, yang membuat masjid suaranya jadi mirip di rumah hantu, apakah anak tersebut akan diajak lagi? Atau suruh di rumah saja, daripada mengganggu di masjid? Nyatanya tidak. Dia tetap diajak ke masjid agar dibiasakan dengan suasana masjid. Suasana sholat berjamaah. Suasana ibadah. Agar nantinya jadi anak yang sholeh. Walaupun sekarang, bertingkah polah, karena memang dia masih bocah.

Baca Juga: Mau Punya Anak Banyak? Begini Rahasia Paling Rahasianya!

Jika Dirasa Tulisan Ini Bermanfaat, Share Ya!

Silakan tinggalkan komentar

Email aktif kamu tidak akan ditampilkan. Tapi ini mesti diisi dengan benar.

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.