[Kisah Nyata] Ketika Cita-cita Anak Sekarang Terhalang Orang Tua

[Kisah Nyata] Ketika Cita-cita Anak Sekarang Terhalang Orang Tua

Jika Dirasa Tulisan Ini Bermanfaat, Share Ya!

Kisah ini nyata adanya tentang cita-cita anak sekarang. Terjadi di dalam sebuah keluarga yang tidak perlu disebutkan tempatnya. Begitu pula nama tetangga-tetangganya.

Keluarga tersebut mempunyai empat anak. Tiga laki-laki dan satu perempuan. Yang disebutkan terakhir ini adalah anak bungsu. Inisialnya adalah L, sebut saja begitu.

L adalah seorang mahasiswa, eh, mahasiswi tepatnya. Kuliah di sebuah perguruan tinggi negeri di salah satu kota besar Indonesia. Ini benar-benar kuliah di perguruan tinggi negeri, kalau ada yang bilang kuliah di luar negeri, maka itu bisa berarti dia kuliah di swasta. Kan begitu toh?

Sebenarnya, L adalah mahasiswi tingkat akhir, meskipun tidak jelas akhirnya kapan? Mirip dengan sinetron ya? L masih punya orang tua, keduanya masih lengkap. Di kota tersebut, L tinggal dengan keduanya, kakaknya berinisial A. Itu kakak pertama. Wuih, jadi mirip perguruan silat ya, pakai kakak pertama!

A tinggal satu kota dengan L dan kedua orang tuanya. Kakak keduanya, inisialnya adalah N. Yang ketiga adalah M. Lalu, apa masalahnya pada keluarga ini? Coba, ganti paragraf dulu, sebelumnya saya tulis subjudul dulu. Sebentar, ini dia!

Jurusan Tidak Cocok

cita-cita-anak-sekarang-1

Menjelang akhir kuliah dan menyusun skripsi, L dilanda perasaan malas dan mulas. Dia merasa sangat suntuk dengan jurusannya itu. Awalnya, dia sempat bilang ke orang tuanya untuk memilih jurusan Bahasa Korea. Hah, Bahasa Korea? Begitulah tanggapan orang tua dan saudara-saudaranya waktu L ingin kuliah di jurusan tersebut. Rupanya L memang tertarik dengan Bahasa Korea karena sering menonton drakor. Iya, drama Korea itu lho!

Tentu saja, jurusan semacam itu tidak disetujui orang tuanya. Tanggapannya bisa kok kamu tebak, “Walah, nanti kalau sudah lulus mau jadi apa?”

Jurusan yang sangat diremehkan dan dipandang sebelah mata. Ini bukan karena kelilipan ya? Soalnya ‘kan ada yang juga memandang cuma sebelah mata, ternyata mata satunya kelilipan debu.

L terus dibujuk untuk tidak usah mengambil jurusan itu. Ketika tes penerimaan perguruan tinggi negeri, L lolos. L masuk di PTN tersebut. Namun, jurusan yang ditempuhnya adalah Ilmu Sosiatri. Menurut Wikipedia, ilmu Sosiatri adalah salah satu ilmu terapan yang bersifat sosial. Artinya, ilmu ini lebih cenderung mendekati ilmu sosial yang berparadigma pada pembangunan masyarakat. Bisa juga disangkutpautkan dengan penyakit-penyakit masyarakat, seperti kriminalitas, perjudian, prostitusi, kenakalan remaja. Bukan penyakit masyarakat macam corona itu.

Nah, ternyata orang tua L jelas bangga dong karena L lolos ujian PTN. Dia pamerkan ke mana-mana, ke keluarga besarnya lewat grup Whatsapp. Sementara L ada perasaan kecewa karena jurusan itu adalah pilihan orang tuanya, bukan murni dari dalam hatinya. Kalau murni dari dalam tangkinya, itu namanya Pertamina. Iyakah? Eh!

Saat Dijalani

cita-cita-anak-sekarang-2

Ketika menjalani kuliah, eh, maksudnya di sini kadang jalan kaki, kadang naik motor juga lho kalau kuliah, L sebenarnya mendapatkan prestasi yang cukup bagus. IP bisa di atas 3. Hem, kalau IP segitu memang sudah wajar toh? Sudah seharusnya di atas 3. Berarti bisa disimpulkan bahwa L tidak terlalu benci-benci amat dengan jurusan Sosiatri. Kalau orang yang benci itu IP mungkin 2, 1, atau bahkan minus 2. Eh, adakah yang IP segitu?

Nah, problem muncul ketika L sudah KKN, bukan di Desa Penari, dan tinggal mengerjakan skripsi. Dia mentok banget. Rasanya sangat suntuk, bahkan ingin keluar kuliah. Ingin mengundurkan diri saja jadi mahasiswa, eh, mahasiswi.

Wah, masalah itu diangkat di grup keluarga melalui Whatsapp! Tentu saja lewat WA karena belum bisa dikumpulkan satu persatu semua saudaranya. Kedua kakaknya merantau dan cukup jauh. Makanya WA diperlukan untuk musyawarah dan berembug.

Sang ayah merasa marah dong L tidak mau selesai skripsi, bahkan ingin berhenti kuliah. Watak sang ayah memang sedari dulu selalu emosi, apalagi masalah yang ini. Namun, untuk L, temperamennya sudah diturunkan. Sebab ayah tersebut sudah pensiun. Sudah bukan lagi bekerja kantoran seperti dulu.

L tetap ngotot ingin kuliah. Dia punya keinginan sendiri, tetapi tidak klop dengan kemauan orang tua. Memang sih, kadang cita-cita anak sekarang bisa berbeda dengan harapan orang tua. Coba, dari masalah di atas, kira-kira kemauan orang tuanya mau kemana? Mau jadi PNS bukan? Benar kalau tebakanmu begitu, karena sang ayah memang PNS. Sudah menjadi pensiunan PNS.

Dari masalah yang diangkat L itu, muncul berbagai tanggapan. Ada kakaknya yang menyarankan untuk selesaikan dulu kuliah, baru setelah itu bebas. Silakan lakukan apa yang ingin L lakukan, tetapi kuliah harus selesai dulu. Namun, L rupanya tidak mau. Pokoknya dia sudah merasa sangat berat untuk meneruskan kuliah, apalagi skripsi.

Tanggapan lain dari kakaknya adalah mengunggah foto saat sang ayah dan L sedang ospek. Kakaknya itu mengatakan bahwa ayahnya terlihat lelah dari wajahnya, tetapi punya harapan bahwa suatu saat L bisa sukses. L masih tetap ngotot. Bahkan, lewat rekaman suaranya, dia menyatakan perasaan lelah tersebut.

Iparnya yang perempuan menasihati bahwa cita-cita anak sekarang memang berbeda dan kadang susah dipahami orang tua. Zaman orang tua dulu tidak begini, tetapi sekarang begini. Namun, si ipar ini sama dengan pendapat dari salah satu kakak L, bahwa yang utama adalah selesai kuliah. Selain itu sudah menjadi kewajiban, juga menjadi tanda bakti kepada kedua orang tua.

Pendapat cukup menyentuh datang dari anak kakak ketiganya. Anak tersebut adalah anak dari istrinya. Berarti, kakak ketiganya menikahi seorang janda.

Anak ini sebut saja inisialnya adalah B. Antara L dan B, keduanya menyukai film Korea. Dari situ, muncul ikatan batin. Kalau ikatan dinas, itu biasanya di IPDN ya.

B juga sedang kuliah. Ternyata, pernah mengalami kondisi seperti L. Merasa malas sekali kuliah, bahkan terpikir untuk berhenti saja. Namun, dia ingat bahwa orang tuanya sudah sedemikian baik. Jadi, dia tetap berusaha untuk kuliah.

L tertegun. Cukup masuk juga di akal pikirannya. Pendapat akhir dari L adalah dia ingin menata hidupnya lagi. Dan, sampai sekarang, belum jelas bagaimana selanjutnya? Yang dimaksud menata hidup itu seperti apa? Masih enjel alias enggak jelas!

Mengacu ke Cita-cita Anak Sekarang

L mengatakan dalam chatnya di grup keluarga tersebut bahwa dia punya kemampuan desain grafis dan bisa menulis. Makanya itu, saat ditanya kakak keduanya, memangnya mau apa kalau tidak mau kuliah? L ingin mencoba bekerja. Jadi merasa ada kemampuan seperti itu, L yakin bisa diterima bekerja.

Saya pernah menghadiri wisuda sekolah swasta Islam yang letaknya tidak jauh dari rumah saya. Kedua anak saya juga bersekolah di situ. Ketika wisuda, ada anak yang disebutkan cita-citanya menjadi YouTuber. Kontan saja, hadirin tertawa mendengar cita-cita anak sekarang tersebut. Biasanya, yang disebutkan oleh pengarah acara saat mau penganugerahan wisuda, cita-cita wisudawan ingin jadi polisi, tentara, ustadz, guru, dan semacam itu. Namun, jadi YouTuber cuma satu-satunya disebutkan di situ.

Padahal, perlu diketahui, meskipun jadi YouTuber atau TikToker itu beranjak dari hobi, tetapi juga butuh perjuangan untuk bisa sukses. Apalagi pada intinya, orang yang seperti itu ‘kan nebeng media milik orang lain. Jika ada konten yang dirasa melanggar, YouTube atau TikTok berhak membanned. Mungkin dibanned videonya, mungkin pula akunnya. Kalau sudah punya banyak followers atau subscriber, dihapus akunnya, mau apa? Mau menuntut? Ya, terserah YouTube dan TikTok, atau mungkin Instagram juga toh. Kan sekali pada dasarnya itu hanya menumpang. Terserah yang punya rumah toh.

Memang sih, cita-cita anak sekarang unik dan terdengar aneh. Kalau si L itu menyebutkan bahwa dia bisa desain grafis, apakah itu cukup untuk menjadi penopang hidupnya kelak? Ternyata belum tentu juga. Lho, kok bisa? Ya, soalnya sekarang orang bisa mendesain sendiri. Contohnya pakai canva.com. Itu adalah website yang super duper menyediakan jutaan desain yang bisa diubah-ubah sendiri. Templatenya sudah ada, tinggal disesuaikan. Betapa mudahnya orang sekarang menjadi desainer grafis.

Begitu pula dengan kemampuan menulis L. Belum juga terbukti L mampu menulis dengan baik. Belum ada hasil karyanya, belum ada pula prestasi memenangkan sebuah lomba menulis. L hanya mengatakan seperti itu, dan jelas membuat kakaknya jadi kurang yakin.

Menyangkut cita-cita anak sekarang, orang tua memang perlu membuka dada, membuka hati bahwa keinginan anak bisa jadi berbeda dengan orang tua. Namun, harus diperhatikan, bahwa cita-cita anak sekarang tersebut jangan sampai melanggar syariat Islam. Misalnya jadi admin situs judi. Atau menjadi admin dari perusahaan pinjol. Wah, ini sih bisa parah! Begitu banyak potensi pekerjaan di internet, begitu banyak pula yang sesat dan menyesatkan.

Untuk para orang tua, mari bangun hubungan yang mesra sedini mungkin dengan anak. Problem antara L dan orang tuanya karena kurang dibangun komunikasi. Menurut kenyataan yang ada, L sebenarnya kuper alias kurang pergaulan. Dia adalah mahasiswi jurusan sosial, tetapi jarang sekali bersosialisasi dengan tetangga maupun orang sekampung. Nah, itu bagaimana ya?

Perlu juga diketahui oleh L dan anak-anak lainnya bahwa pekerjaan itu memang tidak harus sesuai jurusan. Ilmu itu pun bisa didapatkan selain harus kuliah. Kalau mau belajar Bahasa Korea, bisa ambil kursus. Atau rajin mengikuti channel YouTube. Gampang kok sekarang mau belajar, fasilitasnya sudah seabrek dan tinggal dipilih saja. Tentu saja, biayanya jauh lebih murah daripada harus kuliah.

Kata Bang Deddy Corbuzier, kuliah itu tidak penting. Soalnya, uang kuliah dibayarkan untuk membangun gedung-gedung kuliah. Mengenai masa depan si mahasiswa, bukan tanggung jawab kampus, silakan cari sendiri! L adalah korban dari cita-cita anak sekarang dan keinginan orang tua yang kuat untuk memilih cita-cita yang lain. L sampai menyebutkan orang tuanya egois dan tidak akan ke mana-mana dengan keegoisannya tersebut kok.

Antara cita-cita anak sekarang, berbakti kepada kedua orang tua, perubahan zaman, dan tantangan di masa depan. Kompleks memang. Lebih kompleks daripada vitamin B atau bahkan perumahan!

Jika Dirasa Tulisan Ini Bermanfaat, Share Ya!

Silakan tinggalkan komentar

Email aktif kamu tidak akan ditampilkan. Tapi ini mesti diisi dengan benar.

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.