Kata siapa visi misi itu hanya dipunyai oleh caleg, calon kepala daerah, sampai capres? Ternyata, visi misi keluarga juga perlu lho!
Mendengar kata “visi misi keluarga” tersebut, apa yang kira-kira terbayang di benak kamu? Mungkin aneka jawaban dan persepsi ya, tetapi benar-benar dikupas habis dalam webinar atau Kelas Parenting #6 tadi malam, Sabtu (11/03/2023) mulai jam 21.00 WITA bersama Amar Ar-Risalah (penulis dan founder @negeri.buku). Berikut profilnya:

Masalah dalam Keluarga
Adanya visi misi keluarga, tentunya juga terkait dengan masalah-masalah dalam keluarga. Menurut Amar, semua orang bangga dengan childfree, toxic parent, dan semacamnya.
Ternyata, musuh-musuh Islam itu memang sengaja untuk mendesakralisasi keluarga. Mereka mengincar untuk menghancurkan keluarga kaum muslimin.
Bisa kita lihat sekarang, masalah keluarga yang dialami oleh seseorang, justru malah dijadikan konten di media sosial. Misalnya, konten tentang laki-laki jahat. Padahal yang dicari hanyalah engagement, like, share, maupun follow. Bukan menawarkan solusi dalam konten-konten semacam itu.

Aneh memang jalan pikiran sekarang. Jika ada laki-laki menyiksa istri, maka ramai-ramai dikutuk, terlebih kaum ibu alias emak-emak. Namun, jika perempuan yang menyerang laki-laki, eh, laki-lakinya yang disalahkan. Piye toh iki?
Saya jadi teringat sebuah video. Seorang perempuan mengenakan baju tanpa lengan alias baju U can see, berbicara begitu dekat dengan laki-laki asing. Mungkin hanya demi konten, perempuan itu memajukan (maaf) payudaranya. Seakan-akan ingin ditempelkan ke badan pria di depannya. Naudzubillah min dzalik.
Baca Juga: Kenali 7 Kegiatan Anak Bersama Orang Tua di Rumah pada Bulan Ramadhan
Namun, beberapa pria yang dibegitukan, tidak langsung bertindak. Mereka justru menghindar. Coba seandainya perempuan itu disentuh payudaranya, kira-kira termasuk pelecehan seksual atau tidak? Pasti masuk, lah, dan tambahannya dibully warganet senusantara. Waow!
Mengerti Permasalahan dalam Dunia Kaum Muslimin
Menurut Amar, seberapa mengerti seseorang terhadap permasalahan yang dihadapi kaum muslimin saat ini, maka itulah yang mendorong adanya visi misi keluarga. Contohnya, seorang perempuan yang punya visi misi keluarga ingin menjadikan rumahnya nanti setelah menikah sebagai tempat belajar, tidak ada yang main HP, latto-latto, maupun tempat nongkrong anak-anak yang suka mencegat bus demi bunyi telolet.
Ketika visi misi keluarga tersebut dibawa kepada calon suami, kira-kira calon suaminya akan menerima atau tidak? Visi misi keluarga lainnya adalah perempuan ingin pergi tiap Sabtu dan Ahad untuk menyampaikan ajaran agama ini. Suaminya bisa atau tidak, sementara dia kerja dari Senin sampai Jum’at? Mungkin hari Sabtu atau Ahadnya mau dipakai tidur seharian.
Bagaimana cara mendapatkan visi misi keluarga terbaik? Jawabannya, kata Amar, adalah dari hasil perenungan mendalam tentang yang akan dilakukan setelah menikah.
Meskipun sudah punya visi misi keluarga, tetapi akan lebih mantap lagi rasanya jika punya guru di dunia nyata. Pertemuan dengan guru secara langsung akan membuat istiqamah kepada diri sendiri.
Pasangan yang punya visi misi keluarga tidak akan menjadikan keluarganya biasa-biasa saja. Tahapannya menikah, punya anak, kerja, selesai. Pasti ingin lebih daripada itu.
Pasti ada yang ingin punya pasangan yang hafal Al-Qur’an sebagai perwujudan visi misi keluarganya. Namun, hal ini belum tentu akan berjalan dengan baik, jika suami dan istri sedang bertengkar. Tadinya saling setor hafalan Al-Qur’an, tetapi karena berantem, bagaimana mau setor, dengar suara pasangannya saja rasanya sebal! Widih..
Jangan Pernah Melupakan Dakwah
Membentuk atau melaksanakan visi misi keluarga yang Islami memang harus didasari oleh kebiasaan masing-masing sebelum menikah. Visi misi ini harus digenggam dengan kuat, soalnya mudah rapuh, apalagi menyangkut faktor usia.
Ketika perempuan berusia matang menikah, tetapi belum mendapatkan jodoh, padahal dia sudah punya visi misi keluarga, maka bisa dipengaruhi oleh keluarganya agar memilih yang di bawah standar saja. Tidak apa-apa punya laki-laki yang berharta, meskipun itu dari hasil riba. Tidak apa-apa perokok sedikit dan standar biasa lainnya.
Baca Juga: Cerita Sederhana Tentang Tukang Parkir Mobil
Banyak orang yang menyangka setelah menikah nanti keadaannya akan lebih baik. Padahal belum tentu. Masih banyak istri yang berhenti di dunia dakwah dengan taat kepada suami yang standar-standar saja. Suaminya sudah salat lima waktu. Hey, itu bukan standar, karena memang salat lima waktu adalah kewajiban! Termasuk dalam hal ini adalah puasa Ramadhan. Itu memang tidak bisa ditinggalkan.
Laki-laki yang di atas standar itu menambah salat wajibnya dengan salat sunnah. Begitu pula puasanya ditambahi dengan yang sunnah. Kalau hanya yang wajib, memang sudah seharusnya begitu.
Oh, ya, tentang ibadah menikah itu, menurut Amar, bukanlah yang terbesar. Jihad adalah ibadah yang terbesar, sementara menikah adalah ibadah yang terlama. Jadi, jangan sampai terbalik ya!
Cara Mendapatkan Visi Misi Keluarga yang Hebat
Amar mengungkapkan ada tiga cara untuk mendapatkan visi misi keluarga yang mumpuni atau sesuai dengan syariat Islam. Pertama, mengubah circle pertemanan.
Beliau mencontohkan algoritma media sosial. Bagi kita yang sering menggunakan medsos, konten-kontennya disesuaikan dengan minat atau kegemaran kita.
Jika kita menyukai musik, maka yang akan keluar adalah seputar musik. Entah itu artis-artis musik, acara musik yang akan datang, alat musik terbaru yang mereknya terkenal, dan lain sebagainya.
Ini juga berlaku dalam dunia pertemanan kita. Kalau teman-teman kita menyukai sesuatu hal, kita juga akan sama. Punya teman-teman perokok, lama-lama akan merokok juga. Beda halnya dengan punya teman orang-orang saleh, maka semangat kita akan terdorong untuk menjadi baik dan saleh juga.
Pemateri ini tadinya memang dari jurusan teater. Namun, setelah mendapatkan ilham dan hidayah, dia ubah 180 derajat menjadi bergaul dengan para penghafal Al-Qur’an. Ternyata, hidupnya memang berubah, meskipun tidak meninggalkan dunia teater 100 persen.
Kita bisa mengubah circle atau lingkaran pertemanan kita dengan memfollow para ustadz, kalangan aktivis dakwah, pecinta Al-Qur’an, dan semacamnya. Coba cek status Whatsapp teman-teman kita. Apakah isinya berupa nasihat, kajian, dan ilmu syar’i? Jika tidak ada, maka sudah saatnya mengubah circle pertemanan kita di dunia nyata!
Baca Juga: 9 Perlengkapan Bayi Baru Lahir yang Lengkap dan Bisa Jadi Tidak Terpikirkan
Cara kedua adalah berdamai dengan orang tua. Ini adalah cara yang paling susah. Kita mungkin punya dendam dengan keluarga orang tua, mungkin kita pernah dipukul, ditinggal pergi, maupun kedua orang tua kita bercerai. Bila kita masih belum memaafkan kekhilafan orang tua, maka akan muncul sebagai dendam dan celakanya akan ditularkan kepada anak-anak kita. Ini memang butuh waktu untuk memaafkan, tetapi tetap harus dilakukan.
Dan, cara yang ketiga adalah dengan belajar secara akademik maupun nonakademik. Pada dasarnya, respons orang yang belajar dengan yang tidak belajar akan berbeda. Sebagai contoh, ada orang yang datang ke suatu daerah. Jika dia berilmu, maka yang akan digali adalah potensi daerahnya, bagus untuk perekonomian atau tidak, cocok dijadikan tempat bisnis atau pindah ke tempat lain.
Sementara orang yang tidak berilmu atau jarang belajar, maka ke suatu daerah cuma jalan-jalan. Cuma menikmati pemandangan, tidak ada yang lebih daripada itu.
Sandwich Generation
Amar menyinggung tentang sandwich generation. Itu adalah generasi anak-anak sekarang yang tertekan karena membiayai kehidupan orang tua, apalagi orang tua yang punya utang.
Padahal, adanya generasi tersebut bisa disiasati dengan terus menggalakkan ilmu di rumah. Keluarga yang tiap pekan diskusi tentang ilmu pasti akan berbeda dengan keluarga yang tidak pernah membicarakannya.
Ilmu yang dikejar bisa mendukung visi misi keluarga. Sebagai contoh, keluarga tersebut punya keinginan untuk menghafal Al-Qur’an satu juz dalam setahun, sebulan mendiskusikan satu buku, dua kali sebulan datang di pengajian atau majelis taklim. Itu semua adalah contoh dari visi misi keluarga.
Baca Juga: Kenali Positif dan Negatif Pendidikan Anak Serba Boleh Semuanya Alias Yes Parenting
Demi bisa mendukung terwujudnya visi misi keluarga, maka harus cermat dalam memilih pasangan. Jangan langsung memilih pasangan yang hafal Al-Qur’an, karena bisa saja nantinya akan bermasalah dan ujung-ujungnya bisa bercerai. Ada kok penghafal Al-Qur’an yang kasar terhadap istrinya.
Cara memilih pasangan agar bisa mendukung visi misi keluarga adalah dilihat akhlaknya terlebih dahulu. Suka marah atau tidak? Pernah ribut dengan ibu atau tidak? Dari situ, dapat diambil kesimpulan tentang laki-laki tersebut, bagaimana sikapnya terhadap perempuan?
Sesi Diskusi Atau Pertanyaan

Namanya webinar, setelah pemaparan, pastilah ada waktu untuk diskusi atau tanya jawab. Pertanyaan pertama adalah: sudah menikah, bagaimana langkah untuk mewujudkan visi misi keluarga?
Amar menjawab bahwa pertama, mesti ada keterbukaan dan jangan menyalahkan pasangan. Pada intinya, dosa suami dan istri itu ditanggung masing-masing. Contoh orang yang melaksanakan visi misi keluarga setelah menikah adalah sahabat Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam. Mereka mendapatkan hidayah Islam justru sesudah menikah. Contoh lainnya adalah Asiyah, istri Fir’aun. Meskipun suaminya brengsek seperti itu, tetapi Asiyah tetap berusaha untuk memperbaiki diri.
Kedua adalah memberikan pelayanan yang terbaik kepada pasangan pelan-pelan seumur hidup. Ditambah dengan sabar karena pasangannya memang belum tahu. Dan, yang ketiga adalah dengan doa untuk mengubah diri dan keluarga.
Pertanyaan kedua, kita sudah belajar agama Islam secara benar, sementara orang tua di kampung kita tidak, bagaimana cara menasihati mereka?
Ada tiga jawaban sesuai yang dikatakan Amar. Pertama adalah anak menasihati orang tua dengan perbuatan. Jadikan belajar agama Islam itu menghasilkan diri kita yang semakin lembut hatinya.
Kedua adalah cari suasana yang enak, disesuaikan dengan mood, bikin orang tua jadi nyaman, baru mulai bicara. Jika orang tua belum menerima nasihat kita, jangan dibentak. Ingat, dahulu kita masih kecil, orang tua sabar mengajari kita berbicara. Kok sekarang kita yang tidak sabar mengajari mereka?
Baca Juga: Toxic Parents? Apa Itu? Bagaimana Cara Menghadapi Toxic Parents?
Cara ketiga adalah berdoa kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Bersihkan rumah kita juga, siapa tahu ada kekuatan jahat yang negatif dan itu yang membuat hidayah jadi terhambat.
Pertanyaan ketiga, bagaimana jika masing-masing suami dan istri punya visi misi keluarga yang berkebalikan? Jawaban dari Amar, pertama, cari tempat yang enak untuk bicara. Misalnya di kafe atau hotel. Sesuaikan saja dengan kesukaan pasangan, maunya di mana? Baru, kalau sudah nyaman di tempat tersebut, bicaralah. Jangan sekali-kali berbicara dengan pasangan ketika masih berkelahi atau masih cekcok.
Kedua, istri memang tidak banyak pilihan, selain ikut dengan visi misi keluarga yang dimiliki oleh suami. Selama itu kebaikan, maka istri ikut saja, kecuali kalau kejelekan.
Ketiga, masing-masing bisa menuliskan di buku catatan tentang visi misi keluarga yang mau dibentuk. Setelah itu tukar agar masing-masing tahu dan bisa saling menanggapi.
Keempat, angkat persoalan tersebut dalam doa salat malam. Jangan pernah mengatakan perbedaan visi misi keluarga ini kepada lawan jenis. Soalnya, kalau ternyata ada salah satu yang berbicara dengan lawan jenis dan merasa nyaman karena merasa satu visi misi keluarga, maka itulah tanda bahaya.
Pertanyaan ketiga, bagaimana cara menyatukan visi misi keluarga antara ibu suami dengan istri? Saat menjawab ini, Amar mencontohkan kehidupan di Arab Saudi dengan di Indonesia. Kalau di sana, orang tua tidak ikut campur dengan rumah tangga anak dan menantunya. Sedangkan di Indonesia, masih banyak terjadi seperti itu.
Cara-cara yang diungkapkan Amar dalam pertanyaan ini adalah: Pertama, normalkan dulu perasaan istri. Lho, kok istri terlebih dahulu, bukannya ibu suami? Soalnya gampang saja, istri adalah pihak yang paling banyak menghabiskan waktu bersama suami. Bahkan tidurnya pun bareng suami. Tidak mungkin bukan suami tidur dengan ibunya lagi?
Kedua, jangan saling membenarkan jika masih sama-sama. Diam, senyum saja, lalu berikan pertimbangan secara terpisah. Adil bukan berarti cari yang benar, tetapi caranya yang benar.
Cara yang ketiga, jika konflik sudah semakin menjadi-jadi antara ibu suami dan istri, maka segeralah pindah rumah. Rumah tangga yang bagus dan ideal itu memang tidak tinggal bersama orang tua maupun mertua. Kalau sampai perseteruan ibu suami dan istri terus berlanjut, maka hal itu bisa mengurangi cinta suami kepada istri.
Pertanyaan berikutnya alias pertanyaan keempat sesuai dengan yang saya catat, penanya sudah usia cukup menikah, tetapi belum menemukan calon pasangan yang sevisi misi keluarga dengannya, lalu bagaimana menghadapinya?
Jawabannya adalah sabar dan perbaiki circle hubungan manusia. Kita pernah tahu bahwa perempuan yang dijodohkan dengan nabi pun, bisa masuk neraka. Seperti istri Nabi Luth alaihissalam dan Nabi Nuh alaihissalam.
Tentang kriteria pasangan yang mau didapatkan, jangan diturunkan. Teruslah beramal. Soalnya, jika kriteria turun, maka bisa sampai bercerai, lho!
Pertanyaan Unik
Ada sebuah pertanyaan yang cukup menggelitik bagi peserta webinar dan sang pembicara, yaitu: sejauh mana perselingkuhan bisa ditoleransi? Menurut moderator, pertanyaan itu memang di luar tema.
Amar tentu saja menjawab bahwa tidak ada toleransi untuk perselingkuhan. Namun, jawaban itu diperjelas lagi bahwa perselingkuhan selama belum ada sentuhan fisik, masih bisa dipertahankan rumah tangga tersebut. Bila sampai berzina, maka jangan ditoleransi.
Beliau menyampaikan juga bahwa perselingkuhan itu bukanlah domain laki-laki, melainkan menyangkut manusia. Ada laki-laki dan perempuan. Jika sampai perselingkuhan itu membuat retak rumah tangga dan memang harus bercerai, bagaimana dengan anak-anak? Amar menyebut bahwa ada anak yang menjadi korban ketika bersama, ada juga yang menjadi korban ketika berpisah.
Baca Juga: Jawaban yang Telak Saat Kamar Berantakan Dibilang Seperti Kapal Pecah
Pertanyaan selanjutnya datang dari Rian Khairunnisa. Bagaimana dengan mertua yang sering berkomentar apapun tentang rumah tangga anak dan menantunya? Jawaban dari Amar bahwa sakinah itu bisa didapatkan tidak hanya dari suami yang baik, tetapi juga dari mertua yang baik.
Apakah ke psikolog perlu untuk menyelesaikan masalah seperti itu? Ternyata, persepsi orang datang ke psikolog itu memang tidak harus ketika sakit. Ibaratnya pergi ke dokter, datang pun bisa dalam keadaan sehat. Misalnya datang untuk vaksin atau medical check up.
Contoh konflik antara menantu dan mertua terjadi pada kehidupan Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Mertuanya, Abu Sofyan, adalah ayah dari Ummu Habibah radhiyallahu anha. Abu Sofyan ini sebelum masuk Islam adalah seorang gembong Quraisy terkemuka. Dalam peperangan dengan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, pernah Abu Sofyan hampir mengalahkan beliau.
Dalam kenyataan yang dicontohkan Amar, jika ada mertua yang komplain kok laundry terus, maka beliau memang memilih membawa pakaian kotor ke laundry. Ada waktu tiga jam untuk tidur sambil mencari cara agar dapat uang untuk membayar laundry. Begitu.
Masih Tentang Visi Misi Keluarga
Pertanyaan datang dari Iqbal Adib. Bagaimana menikah dengan orang yang visi misinya tidak jelas, tetapi kita suka dengan karakternya?
Jawabannya adalah ketika melamar. Amar mengatakan bahwa yang seperti itu perlu diutarakan saat proses tersebut terjadi. Perlu yang namanya nadzor. Beliau memberikan saran agar ada waktu sehari antara nadzor dengan menikah. Jika cocok, maka lanjut. Jika tidak, maka harus dipikirkan lagi.
Saat nadzor, seseorang perlu juga memeriksa lingkar pertemanan calon pasangannya. Apakah lingkar pertemanan calon pasangan tersebut akan berpengaruh dengan pola pikirnya di masa depan atau tidak?
Baca Juga: Mau Masuk Bulan Suci Ramadhan, Apa Harus Menikah Dulu?
Pertanyaan terakhir sebelum ditutup. Bagaimana mengajak suami untuk mengaji lagi karena suami tersebut sedang dalam kondisi futur?
Nah, futur, kata pembicara yang mengaku rambutnya berkibar-kibar kena tiupan angin saat Zoom ini, futur itu ada berbagai penyebabnya. Bisa karena ulama atau gurunya, temannya yang mempengaruhi, dan bisa pula faktor kurangnya hubungan suami istri. Beliau menambahkan bahwa kemesraan dalam rumah tangga yang dimunculkan akan bisa memperbaiki suami maupun istri.
Saatnya Closing Statement
Acara webinar yang disponsori oleh Masjid Nurul Ashri ini berakhir hampir pukul sebelas malam di tempat saya, Waktu Indonesia Tengah. Amar memberikan closing statement atau pengambilan kesimpulan dari webinar tersebut. Ada tiga hal yang perlu untuk diingat kita:
- Saling mendoakan sesama karena pada dasarnya iman ini memang turun naik.
- Allah yang memiliki masa depan dan hati kita. Baik buruknya pasangan tergantung baik buruknya kita.
- Perbaiki algoritma pertemanan kita. Belajarlah dari yang rumah tangganya bagus.
Dan, akhirnya selesailah webinar tersebut. Alhamdulillah, berhasil pula merangkum materi yang disajikan kemarin malam, Sabtu (11/03/2023). Silakan bagikan tulisan ini ya, agar orang lain juga bisa mendapatkan manfaat dan kamu pun mendapatkan amal jariyah, Insya Allah.