Cerita Fiktif: Heru dan Mobil Perpustakaan Keliling

Cerita Fiktif: Heru dan Mobil Perpustakaan Keliling

Jika Dirasa Tulisan Ini Bermanfaat, Share Ya!

“Sialan!” Heru membanting gelas kacanya di kantor. “Betul-betul kurang ajar! Kenapa aku sampai mau dipindahkan dari kantor ini?”

Pegawai lain sangat kaget menyaksikan Heru sedemikian marahnya.

Bahkan kepala kantor pun tidak sanggup berbuat apa-apa. Terbersit rasa takut juga waktu Heru menemuinya di ruangan.

“Bapak sebagai kepala kantor, kenapa tidak membela saya? Saya sudah lama berada di sini, masa mau dipindah begitu saja?”

Kepala kantor diam, lalu mencoba tersenyum. “Saya tidak bisa berbuat banyak, Pak Heru. Itu semua sudah ketentuan dari sekda. Pak Heru memang harus pindah dari sini.”

“Halah, alasan! Bapak ‘kan yang mengajukan saya pindah dari sini?”

Kepala kantor menggeleng. “Tidak, Pak Heru. Saya merasa tidak punya kemampuan untuk itu. Mungkin gara-gara Pak Heru sendiri yang jarang datang di kantor. Sekarang ‘kan absen sidik jari online, Pak. Jadi langsung terkoneksi dengan bagian kepegawaian di sekda.”

“Ah, percuma dengan absen itu. Buktinya yang lebih malas daripada saya aman-aman saja.”

“Tidak mungkin, Pak. Pasti yang malas akan kena sanksinya. Tunggu saja dari pak sekda yang baru ini. Beliau berkomitmen betul untuk menangani pegawai-pegawai yang malas, salah satunya adalah Bapak.”

Baca Juga: Cerpen Penanda Dosa

Heru ingin marah. Bahkan ingin memukul kepala kantornya sendiri. Namun, dia langsung berpikir, kalau sampai terjadi tindak kekerasan, maka sanksinya akan berat. Jangan-jangan dia bisa dipecat nanti jadi PNS! Heru pun melengos, lalu meninggalkan kantor. Tak lupa, membanting pintu!

Tempat yang Baru

Heru dipindahkan ke Dinas Perpustakaan Daerah. Awalnya dia dari kantor yang bisa dikatakan – yah, basah begitu. Uang yang banyak mengalir, dan kegiatan yang tidak sedikit. Heru merasa makmur di kantor lamanya.

Namun, begitu mendapatkan uang banyak, Heru pun lupa daratan. Dia sering meninggalkan tugas. Sering tidak masuk kantor. Entah, pergi ke mana dia? Lupa bahwa dia itu seorang PNS, mestinya ‘kan rajin masuk kantor.

Tanpa dia sadari, sekda yang lama sudah berganti. Sudah pensiun. Digantilah yang baru, lulusan IPDN. Terhitung masih cukup muda. Sekda yang baru ini garang dalam pidato pertamanya di hadapan para ASN. Pokoknya, tidak mau tahu dengan pegawai malas. Semuanya akan disikat!

Mulailah diterapkan absen sidik jari yang langsung terkoneksi secara online dengan kantor sekda. Semuanya bisa terpantau dengan mudah, mana pegawai yang rajin masuk kantor, mana yang telat, mana yang suka membolos. Laporan ke sekda real time. Tiap dua hari, selalu dipantau. Setiap pekan, diadakan evaluasi. Betul-betul diterapkan yang telah diomongkannya.

Heru yang cuek dengan keadaan kantornya, menjadi korban pertama dari sekda. Namanya masuk ke dalam jajaran pegawai malas.

Bahkan, sudah setahun lebih Heru tidak pernah absen. Dia pikir aman-aman saja. Dia pikir seperti dulu. Sekda bersama para asisten dan kepala dinas sudah membuat rapat. Akan mengambil tindakan terhadap para pegawai malas.

Total ada 131 PNS yang bakal menerima sanksi. Ada yang dicopot dari jabatannya. Ada yang diturunkan pangkatnya. Heru ini menerima tiga sanksi: diturunkan pangkat, ditunda kenaikan gaji berkala, dan dipindahkan ke kantor lain!

Ketika menerima tempat baru di Dinas Perpustakaan, Heru makin sebal. Tempat apa ini? Kering betul! Begitu anggapannya. Yang ada hanya buku, buku, dan buku! Benda mati. Kumpulan kertas. Kumpulan tulisan tak berguna.

Sebegitunya Heru punya persepsi buruk terhadap buku. Rasa-rasanya, dia ingin membakar semua buku itu saking jengkelnya. Namun, hatinya berkata, kalau dibakar, pasti akan lebih berat konsekuensinya. Heru pun mencoba bersabar saja.

Makin hari, dia mulai terbiasa dengan rutinitas itu. Dan, dia tidak bisa menghindari dari yang namanya absen sidik jari. Dia harus datang pagi, pulang sore, tepat waktu. Jika terlambat atau pulang sebelum waktunya, tunjangannya akan dipotong. Wuih, tidak bisa berkutik lagi ini! Semuanya serba otomatis. Telat, potong! Telat, potong!

Kantor perpustakaan daerah itu cukup sepi. Pegawainya tidak terlalu banyak. Mereka juga ada yang tidak terlalu suka ditempatkan di situ. Kering dan membosankan.

Heru mencoba mengusir kebosanan dengan jalan-jalan ke berbagai rak buku. Melihat buku-buku yang ada. Membaca judul-judulnya, hem, tidak semuanya jelek kok. Heru beberapa kali menemukan judul-judul yang menarik. Dia mengambil satu atau dua buku. Dibaca di meja baca yang ada.

Buku yang dibacanya tentang motivasi hidup. Membuka halaman pertama, kedua, ketiga, dan seterusnya, eh, kok isinya makin menarik. Disebutkan di situ tentang orang-orang yang depresi, stres, galau, dan sebagainya. Bahkan, dengan contoh-contoh nyatanya. Termasuk ada juga kisah yang mirip dengan Heru. Seorang pegawai yang bahkan dipecat dari pekerjaannya.

Heru jadi berpikir, dia ini memang kena sanksi. Tapi, dia masih berstatus PNS. Artinya dia masih mendapatkan gaji dari negara. Bahkan, ditambah dengan tunjangan juga.

Saat pensiun nanti, juga dia akan dapat uang pensiun. Masih beruntung. Masih juga bisa memberi nafkah ke anak dan istrinya. Tapi, yang dipecat itu bagaimana? Apakah dia masih sanggup bekerja lagi? Apakah dia masih bisa memberi nafkah ke anak dan istrinya? Apakah istrinya bekerja? Apakah dan apakah lainnya.

Ah, Heru jadi mengelus dada. Betapa memang dia harus bersyukur kepada Allah. Sanksi yang didapatkannya, memang buah dari keteledorannya sebagai pegawai negeri. Sudah diberikan gaji dari negara yang notabene itu dari uang rakyat, kok malah suka membolos, suka tidak masuk kantor. Salah sendiri!

Pengadaan Mobil Perpustakaan Baru

Sekda yang baru selain lebih mendisiplinkan para PNS di bawahnya, juga mau meningkatkan pengetahuan masyarakat. Gara-gara komunikasinya yang bagus di pusat dan memang komitmennya yang tidak main-main, dinas yang ditempati oleh Heru mendapatkan pengadaan mobil perpustakaan baru. Sebuah mobil boks yang bisa diisi dengan buku-buku keren dari Dinas Perpustakaan. Jelas, mobil tersebut akan menjadi perpustakaan keliling.

Awalnya, tidak ada yang mau jadi sopirnya. Sebab, para pegawai yang lain lebih nyaman tinggal di kantor saja. Heru melihat mobil itu, rasanya kok sayang kalau tidak dimanfaatkan dengan baik. Apalagi ‘kan dia pada dasarnya dulu suka meninggalkan kantor.

Kenapa sekarang tidak digabungkan saja? Ke luar kantor, tetapi dianggap bertugas di dalam kantor. Okelah, Heru mengambil kesempatan itu. Dia melapor kepada atasannya untuk bisa membawa mobil itu sebagai perpustakaan keliling.

Baca Juga: Cerpen CPNS

Tempatnya sudah ditentukan. Tidak masalah bagi Heru. Asal masih di dalam kota. Untuk kesempatan pertama, Heru mendapatkan tempat di Desa Mekarwangi. Oh, itu tidak jauh dari tempat tinggalnya. Hanya berjarak lima kilometer.

Oleh karena mobil baru, maka segalanya masih mulus. Masih kinclong. Dibantu staf-staf lainnya, boks di belakang sudah dipenuhi dengan buku-buku. Ada novel, buku cerita anak, buku motivasi, buku agama, kecantikan, memasak, kesehatan, dan banyak lagi lainnya. Sudah ada juga rak-raknya di dalam.

“Jadi, Heru, kamu yang mau bawa mobil ini?” Tanya pak kepala dinas lagi.

“Iya, Pak, Insya Allah saya siap.”

“Kamu bawa sendiri saja? Bisa? Soalnya ini perdana lho.”

“Ya, Pak, biar sendiri saja. Toh, ini sebagai awal yang bagus agar masyarakat mau membaca buku.”

“Masya Allah! Luar biasa kamu, Heru.” Pak kepala dinas menepuk bahu Heru beberapa kali. Heru hanya tersenyum.

Mobil pun melaju dengan kecepatan biasa saja. Melewati jalanan beraspal yang agak rusak, Heru tetap semangat membawa mobil perpustakaan keliling. Melewati beberapa desa juga, akhirnya tiba di Desa Mekarwangi. Kepala desa dan beberapa aparat desa sudah menyambut di gerbang desa. Sekelompok masyarakat juga antusias melihat mobil baru yang isinya buku-buku itu.

“Assalamu’alaikum, selamat datang di Desa Mekarwangi, Pak Heru.”

“Wa’alaikumsalam. Terima kasih Pak Kepala Desa.” Heru menyalami kepala desa. Beberapa pejabat desa juga disalami Heru.

“Luar biasa terobosan dari dinas perpustakaan ya, Pak? Ada mobil seperti ini.”

“Benar sekali, Pak, Alhamdulillah.”

Kepala desa mengumumkan ke warga desanya, “Nah, Bapak dan Ibu, anak-anak sekalian, kita telah kedatangan tamu yang luar biasa! Tamu yang bukan sembarang tamu. Ini adalah mobil perpustakaan keliling dari Dinas Perpustakaan kita. Mari, kita manfaatkan dengan membaca buku-bukunya ya! Ayo, silakan dibuka boksnya, Pak Heru!”

Heru mengangguk, lalu membuka isi boks mobil itu. Begitu dibuka, wuih, langsung masyarakat seperti berebut untuk mengambil buku. Kepala desa pun menenangkan, “Mohon tenang, Bapak dan Ibu semua, Anak-anakku. Sabar, pelan-pelan saja dulu. Antri. Semuanya akan dapat bagian buku kok.”

Mendengar seruan dari kepala desa, mereka pun menata diri. Aparat desa yang ada pun mengatur masyarakat di situ. Akhirnya toh jadi tertib juga. Mereka bisa memegang buku, lalu membacanya. Betapa senangnya mereka kini dapat mendapatkan pengetahuan dari buku. Sesuatu yang tidak banyak terjamah oleh mereka karena daya beli buku yang masih sangat lemah.

Ucapan Menggetarkan

Sambutan yang cetar membahana dari masyarakat Desa Mekarwangi, dilanjutkan juga oleh masyarakat di desa-desa lainnya. Tidak ada yang tidak menyambut dengan suasana suka cita.

Ternyata, masyarakat memang mengharapkan kehadiran buku-buku bermutu. Sebenarnya mereka ingin membaca buku, tetapi tidak ada sarananya. Untuk membeli buku, rasanya sulit karena lebih memilih untuk memenuhi kebutuhan lainnya. Kehadiran mobil perpustakaan keliling sangat membantu masyarakat.

Heru pun sangat senang. Dia bersyukur, ternyata kepindahannya dari kantor lama ke Dinas Perpustakaan sekarang, membawa hikmah yang tidak kecil.

Sekarang dia juga berubah menjadi pegawai yang rajin berkantor. Dia sangat mencintai tempat kerjanya. Menyaksikan masyarakat yang menyambut mobil perpustakaan keliling atau membantu melayani masyarakat yang datang ke perpustakaan daerah.

Dia selalu tersenyum sekarang. Apalagi, dia sudah membaca beberapa buku motivasi dan pengembangan diri. Semangat hidupnya muncul kembali.

Dan, semangat itu, motivasi itu, makin menemukan muaranya ketika dia datang ke datang Desa Mekarwangi lagi. Seorang anak penyandang disabilitas yang dikenalnya bernama Jarwo, yang sering membaca dan meminjam buku, menemui Heru.

“Pak Heru…” Terdengar Jarwo agak kesulitan memanggil. Heru mencondongkan tubuhnya, dia berjongkok. Rasanya ingin menangis menyaksikan anak ini yang sedari kecil sudah menjadi penyandang disabilitas.

“Ya, Nak Jarwo, ada apa? Kenapa, Nak?”

“Hem, terima kasih ya, Pak Heru sudah sering datang ke sini…” Jarwo terdiam sejenak, mengumpulkan energi untuk bicara lagi. “Sekarang saya sudah suka membaca buku, Pak. Terima kasih banyak, Pak Heru. Sering-sering datang ke sini ya!” Jarwo baru bicara sedikit saja sudah ngos-ngosan.

Tanpa terasa, sebutir air mata mengalir di pipi Heru. Dia terharu. Air mata itu tanpa bisa dia tahan. Mengalir begitu saja. Terharu. Sangat terharu. Anak penyandang disabilitas yang ingin maju juga, ingin pintar juga, merasa terbantu sekali dengan kehadiran mobil perpustakaan keliling yang dibawa oleh Heru.

“Terima kasih juga, Nak Jarwo. Jadi anak yang pintar ya!”

Jarwo mengangguk dengan cukup mantap.

Mulai saat itu, Heru bertekad untuk terus aktif menggelorakan semangat membaca, semangat berliterasi ke kalangan masyarakat. Perannya luar biasa melalui Dinas Perpustakaan. Bahkan, dia tidak segan-segan untuk sampai bertemu langsung dengan sekda, demi terus meningkatkan wawasan masyarakat lewat membaca melalui anggaran daerah yang ada.

Sekda pun makin kagum dengan Heru. Dulu pegawai ini nakal dan malas, kini sudah berubah 180 derajat. Sekda mengangguk-angguk sambil mengelus jenggot tipisnya. Bangga.

Baca Juga: Cerpen Pertemuan, Perpisahan, dan Air Mata Karena Luka di Hati

kamis-menulis

Jika Dirasa Tulisan Ini Bermanfaat, Share Ya!

18 Comments

  1. Allah selalu tahu yang terbaik untuk hamba-hamba-Nya. Terkadang, apa yang baik menurut kita belum tentu baik menurut-Nya, dan apa yang buruk menurut kita belum tentu buruk menurut-Nya. Cerita yang keren, Pak 👍🏻 mampu membawa emosi pembaca.

  2. Wah jelas senang sekali Sekda muda itu……saya kira adu jotos sama Heru….bagus kisahnya Bung Rizky. Salam literasi

    1. Awalnya sih ceritanya mau begitu, tapi eh, kalau berkelahi, malah efeknya nggak bagus buat si Heru sendiri, hehe..

  3. Selalu ada hikmah dari segala peristiwa. Positif thinking selalu. Keren imajinasinya Pak.

  4. Selalu ada akibat dari setiap perbuatan
    Selalu ada hikmah dalam setiap kejadiaan

    Kisah heru bisa dijadikan pelajaran
    Pelajaran positif dan negatif dalam pekerjaan

    Tepat waktu adalah komitmen yang tidak terelakkan
    Hukuman akan menjadi akibat dari kelalaian

    Namun, hukuman merupakan sebuah cobaan
    Cobaan yang harus diambil hikmah tersadarkan

    Rasa syukur menjadi pegangan
    Pegangan untuk bangkit membuktikan..

    #ciledug, 18621, ba’da subuh

  5. Hampir saja saya menitikkan air mata haru ketika Jarwo mengadu bahwa ia menjadi gemar membaca. Manusia kadang harus disadarkan dengan “hukuman”.
    Mencerahkan sekali.

    1. Menjadi anak disabilitas memang bisa penuh dengan keterbatasan. Namun, pada dasarnya, mereka juga ingin hidup normal. Dengan membaca buku, membuka cakrawala berpikir mereka. Jadi, pikirannya pun bisa seperti orang normal, atau bahkan bisa kok melebihi!

Silakan tinggalkan komentar

Email aktif kamu tidak akan ditampilkan. Tapi ini mesti diisi dengan benar.

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.