Rumah Berantakan Karena Anak, Begini yang Harus Dilakukan!

Rumah Berantakan Karena Anak, Begini yang Harus Dilakukan!

Jika Dirasa Tulisan Ini Bermanfaat, Share Ya!

“Aduh, belum lama dibersihkan, kok rumah berantakan lagi?!” Mungkin begitulah kalimat yang meluncur dari seorang ibu yang marah karena rumahnya hampir tidak pernah rapi.

Apa yang menyebabkan rumah berantakan seperti itu? Tentunya kamu sendiri tahu dong, bahwa biasanya rumah berantakan itu karena ada anaknya. Lebih tepatnya lagi karena banyak anak kecilnya.

Menurut banyak ahli, bahwa masa anak-anak itu adalah masa eksplorasi. Masa untuk mencoba-coba segala sesuatu. Masa untuk melakukan banyak hal demi memuaskan rasa penasaran mereka.

Makanya, tidak jarang, mainan anak selalu berantakan. Baru saja dimasukkan ke lemari penyimpanan, diambil lagi. Lantai yang sudah dipel, ditumpahkan makanan bentuk cair atau minuman berwarna. Barang-barang yang dibeli dengan harga yang cukup mahal, dibanting dan dipecahkan begitu saja. Bahkan, dinding rumah yang terbuat dari batu bata, semen, dan bahan lain, menjadi korban dari corat-coret anak-anak tersebut.

Membuat Emosi

rumah-berantakan-2
Gambar oleh Pete Linforth dari Pixabay

Banyak orang tua merasa marah dan jengkel melihat kondisi rumah berantakan terus-menerus. Ada perasaan capek, setelah seharian bekerja, pulang di rumah, kondisi rumah seperti kapal pecah. Hem, bahkan kapal pecah saja tidak seberantakan itu mungkin. Namun, tetaplah suasana rumah jauh dari bersih, apalagi rapi.

Bisa jadi, ada perasaan malu tatkala orang tuanya menerima tamu. Apalagi tamu penting, presiden misalnya. Lho, presiden apa dulu nih? Tamu yang dianggap penting itu datang tiba-tiba tanpa ada janji dulu. Begitu bisa saja ‘kan? Presiden datang ke rumah itu mau minta dukungan buat maju lagi. Lho!

Pas tamunya datang, masuk ke rumah tamu, bikin tuan rumah geleng-geleng kepala. Kalau kurang geleng kepalanya, tamunya pun diajak geleng-geleng dengan digerakkan kepalanya. Pokoknya, suasana hati jadi sangat tidak enak. Ada rasa dongkol dan jengkel serta dibumbui dendam dengan anak-anak sendiri yang tega-teganya bikin rumah berantakan seperti itu.

Untuk menutupi kesalahan, orang tua atau si tuan rumah berkata seperti ini, “Maaf, rumahnya berantakan!”

Dan, seperti kita tahu, jawaban dari tamu tersebut adalah, “Ohh, tidak apa-apa. Wajar kok anak-anak.”

Padahal, tuan rumah beranggapan mungkin tidak seperti itu. Mungkin dia merasa tamunya berpikir negatif tentangnya. Mungkin ada cap orang tua pemalas, tidak suka kebersihan, tidak bisa mendidik anak, tidak bisa menjaga anak, dan lain sebagainya.

Akhirnya, tuan rumah pun tersenyum, dengan keterpaksaan. Karena memang di awalnya tidak enak itu tadi. Setelah tamunya pulang, barulah melancarkan serangan ke anak yang tadi membuat rumah berantakan. Mungkin dengan dicubit, dipukul, kalau dibunuh, saya rasa tidak mungkin. Itu adalah orang tua psikopat banget, ah!

Seharusnya Begini

rumah-berantakan-1
Gambar oleh PublicDomainPictures dari Pixabay

Kalau orang tua menemukan rumah berantakan hampir tiap saat, pagi, siang, sore, malam, selalu begitu, dan yakin karena memang anak-anak, maka sabar saja adalah kunci atau jawaban terbaiknya. Nikmati saja suasana berantakan seperti itu. Tidak perlu marah ke anak, apalagi sampai menyiksa fisiknya. Jika anak sampai tersiksa, maka itu akan membawa trauma yang dalam, lho! Bisa terbawa sampai dewasa nanti.

Melihat rumah berantakan cukup disikapi dengan senyum saja. Sebab, jangankan rumah berantakan, anak saja masih banyak orang tua yang tidak punya kok. Masih banyak orang tua yang menjadi pejuang dua garis. Masih banyak orang tua yang merintih, mengeluh, dan meminta dengan sangat kepada Allah agar diberikan anak. Eits, jangan asal minta anak ya, tetapi mintalah anak yang saleh.

Jadi, rumah berantakan itu semestinya biasa-biasa saja. Toh, memang kenyataannya punya anak kok. Kalau mengeluh punya anak, atau mengeluh rumah berantakan terus, lha dulu, siapa yang bikin anak hayo? Dulu siapa yang melakukan perbuatan hingga hamil dan melahirkan anak? Kan kalian berdua juga toh! Lha kok sekarang jengkel dan rewel rumahnya berantakan?

Selain itu, perlu disadari bahwa masa anak bikin rumah berantakan itu memang tidak lama. Ada masanya nanti anak-anak akan tumbuh jadi remaja, terus dewasa. Kalau sudah dewasa, maka tidak akan bikin berantakan lagi rumah kita. Ketika remaja saja, mungkin lebih banyak waktunya di rumah. Sudah tidak sempat lagi mau bikin rumah seperti kapal pecah, apalagi corat-coret di dinding tidak jelas.

Nikmati saja, Ayah dan Bunda, Abi dan Umi, Bapak dan Ibu, rumah berantakan karena anak-anak kita. Jika mau bagus, setelah rumah betul-betul berantakan, ajak di anak untuk ikut merapikan sekaligus membersihkan. Memasukkan mainannya ke tempat semula. Mengepel lantai yang kotor dan berair itu. Kalau dinding yang dicorat-coret, coba temboknya pakai cat yang bisa dihapus tulisannya. Hanya dengan lap basah, coretan di tembok bisa hilang kok. Memang sih butuh anggaran yang lebih besar, tetapi hasilnya lebih memuaskan lho!

Jadi, nikmatilah saja. Disyukuri saja bahwa anak-anak kita sehat, aktif, berkembang, dan eksplorasinya luar biasa. Kelak, hal itu akan menjadi kenangan-kenangan indah saat anak-anak kita sudah besar, dewasa, dan punya kehidupannya sendiri. Jika sudah seperti itu, kita akan merindukan anak-anak yang corat-coret tembok lagi dan bikin rumah berantakan lagi. Sekarang rumah sudah rapi, bersih, semua barang ada di tempatnya, tetapi ada rasa sepi yang menusuk hati. Ada rasa rindu yang menyerbu bertalu-talu.

Jika Dirasa Tulisan Ini Bermanfaat, Share Ya!

Silakan tinggalkan komentar

Email aktif kamu tidak akan ditampilkan. Tapi ini mesti diisi dengan benar.

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.