3 Alasan Poligami Bukanlah Sebuah Penyakit

3 Alasan Poligami Bukanlah Sebuah Penyakit

Jika Dirasa Tulisan Ini Bermanfaat, Share Ya!

Saya cukup kaget ketika ada yang menulis status di Facebook. Katanya, ingin mendoakan suami sukses. Tapi, jangan sampai ketika sukses, malah suaminya poligami. Jadi, lebih baik miskin saja!

Facebook adalah media sosial yang dipenuhi dengan ekspresi. Kamu bisa taruh emoticon tertawa, sedih, kaget, peduli, cinta, maupun sekadar like. Dan, menanggapi status seperti itu, lebih banyak yang tertawa deh!

Saya jadi teringat dengan kisah nyata seorang internet marketer. Dia adalah seorang pebisnis yang luar biasa berbakat. Tiap jualan, selalu laris. Tiap bikin penawaran lewat email maupun saluran media lain, ribuan produk bisa ludes terbeli.

Databasenya luar biasa, di Facebook ada, Instagram ada. Twitter juga, malah yang terbaru Threads juga oke. Menengok channel YouTubenya juga wah! Berbekal database yang gila banyaknya itu, maka untuk jualan menjadi sangatlah mudah.

Kini dia berjualan lagi. Ya, namanya juga pengusaha begitu. Namun, dia sempat menghilang, sekitar berapa pekan ya? Kok dia menghilang? Sebabnya adalah dia menikah lagi. Dengan orang baru, entah gadis atau janda, sementara istrinya yang menemaninya sejak awal membangun bisnis, justru minta cerai karena tahu suaminya menikah lagi.

Sekarang, istrinya lebih getol berjualan juga. Sebelumnya sih, istrinya itu berjualan hijab alias jilbab. Namun, kini setelah tidak punya suami, maka lebih gencar lagi berjualan lewat live di Facebook. Bahkan, merambah juga ke daster dan pakaian perempuan lainnya.

Mungkin kisah itulah yang membuat si penulis status di atas. Suaminya yang sudah didukung sejak awal, pahit getir meniti jalan kesuksesan, saat sudah sukses, eh, malah kawin dengan wanita lain. Sedangkan istri pertamanya ditinggalkan, lebih tepatnya memilih meninggalkan diri. Yah, daripada kecewa, sakit hati, terpukul, dan perasaan negatif lainnya karena suami telah menduakannya.

Beda Istri Beda Rezeki

Kalau melihat subjudul di atas, memang jelas, bahwa istri dan anak itu memang mendatangkan rezeki juga bagi suami. Jika suami bercerai dengan istrinya dan mendapatkan istri baru lagi, maka rezekinya tentu saja berbeda. Bisa lebih sedikit, bisa lebih banyak.

Begitu juga jika suaminya menikah lagi, dengan dua, tiga, atau empat istri, maka rezekinya bisa jadi bertambah, bisa pula berkurang daripada sebelumnya. Faktor bertambah maupun berkurang rezeki itu memang banyak. Bisa karena suaminya malah kurang semangat kerja. Bisa pula karena dosa yang dilakukan oleh suami maupun para istri. Bisa karena itu sedang mengalami ujian dari Allah. Banyaklah pokoknya.

Hal yang saya herankan itu sebenarnya, perempuan itu sebenarnya apa sih yang dicari? Berkaca dari kasus nyata yang saya cuplik di atas, ‘kan suaminya memang mampu secara keuangan. Duitnya luar biasa banyak. Bisa punya aset sampai miliaran rupiah, bahkan triliunan. Tapi, saat suaminya sedang menyelamatkan wanita lain, bahasanya begitu, yang sudah diselamatkan sebelumnya, malah menghindar dan memilih lari saja?

Apa sih yang salah dengan poligami? Mengapa citra poligami di Indonesia ini begitu buruknya? Bully untuk pelaku poligami bisa menyerang beberapa pihak. Mulai dari suaminya, istri pertamanya, kedua, ketiga, sampai keempat. Bahkan, anak-anaknya pun kena, padahal mereka adalah pihak yang tidak bersalah, tetapi bisa kecipratan bully. Sebegitu berdosanya kah pelaku poligami?

Inilah yang mungkin hasil dari kampanye luar biasa para musuh Islam. Mereka terus mengompori dan memanas-manasi kaum perempuan, bahkan kaum muslimah agar benci dengan syariatnya sendiri, terutama poligami ini. Para musuh Islam tidak perlu menyerang semua syariat, karena kaum muslimah masih banyak yang menjalankan dan melakukannya setiap hari. Namun, ketika ada satu syariat saja yang mereka kritik, bahkan dibenci, maka kebencian terhadap syariat lain akan lebih mudah.

Makanya, wajar jika muslimah, notabene akhwat bercadar sekalipun, amat sangat membenci poligami. Sebab, mereka memang mencontoh dari yang salah. Padahal, banyak juga yang berpoligami, indah-indah saja dan rukun-rukun saja, tuh! Akan tetapi, itu tadi, tertutupi oleh berita-berita miring tentang poligami dan dibumbui pula dengan cerita mulut ke telinga yang sangat menyebar luas.

Poligami Bukanlah Penyakit

Mengapa saya bisa mengatakan bahwa poligami itu bukanlah penyakit. Pertama, itu adalah solusi dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala terhadap siapapun yang mampu untuk menjalankannya. Seperti ibadah pada umumnya ‘kan begitu. Tidak bisa sholat berdiri, dengan duduk. Tidak bisa duduk, dengan berbaring, dan seterusnya, sampai dengan isyarat pun sholat masih tetap harus dilakukan.

Saat bulan suci Ramadhan, tidak bisa puasa saat itu, dengan mengganti di hari lain. Atau jika sudah tidak mampu sama sekali puasa, misalnya karena sudah sangat tua, maka cukup dengan membayar fidyah. Ibadah yang jelas-jelas harus mampu adalah ibadah haji. Ini luar biasa ibadah. Mampu secara materi, mampu secara fisik. Mampu juga menunggu dengan sabar karena masa untuk bisa benar-benar berangkat sudah cukup lama.

Kedua, poligami adalah ibadah yang juga dilakukan oleh para nabi dan rasul. Contoh populernya dari Nabi Ibrahim alaihissalam. Beliau beristri Sarah dan Hajar. Dan, nama mereka tercatat dalam sejarah Islam sebagai keluarga yang baik-baik saja. Begitu juga dengan nabi kita, Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam. Istrinya sampai sebelas orang, tetapi termasuk contoh terbaik dalam pembinaan keluarga.

Jadi, jika dianggap poligami itu penyakit, masa para nabi dan rasul melakukannya sih? Yang benar saja? Sementara mereka adalah manusia yang mulia, manusia yang diangkat derajatnya oleh Allah, diampuni seluruh kesalahannya, dan nantinya akan dimasukkan surga yang kekal abadi. Tidak mungkin, lah, mau melakukan sebuah penyakit.

Dan, alasan yang ketiga poligami bukanlah penyakit, cobalah kamu datang ke rumah sakit. Di sana kamu akan temukan ada poli gigi, poli bedah, poli jiwa, poli interna, tetapi tidak ada yang namanya poli gami di situ. Berarti, poli gami, baik digabung poli dan gami maupun tidak, tetaplah bukanlah penyakit. Sekian.

Jika Dirasa Tulisan Ini Bermanfaat, Share Ya!

Silakan tinggalkan komentar

Email aktif kamu tidak akan ditampilkan. Tapi ini mesti diisi dengan benar.

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.