Review Tulisan Blogger Parenting Pekan 7: Dari Tempat Tidur Sampai Bahas Uang Haram

Review Tulisan Blogger Parenting Pekan 7: Dari Tempat Tidur Sampai Bahas Uang Haram

Jika Dirasa Tulisan Ini Bermanfaat, Share Ya!

Blogwalking. Kata yang satu ini memang berarti jalan-jalan ke blognya orang. Bertamu ke rumah digitalnya orang. Dan, untuk kali ini, saya pun melakukannya, sambil melakukan review sedikit.

Tulisan siapa lagi kalau bukan tulisan teman-teman di grup Blogger Parenting 1W1P, dibacanya IWIP! Grup yang satu ini sudah saya ikuti dua periode. Sekarang saya diamani jadi admin. Meskipun namanya admin, saya tidak menetapkan uang administrasi untuk anggota yang bergabung. Kalau admin dikasih sambal terasi, boleh juga lah yauw!

Manfaat Blogwalking di Grup Parenting

Teman-teman di grup ini membuat saya salut. Aneka macam tulisan seputar parenting dapat dibaca tiap pekannya, dengan sajian tema yang berbeda-beda. Walaupun tidak sempat baca semua, tidak masalah, yang penting nanti-nanti, ya, tidak dibaca juga, hehe.

Grup ini memang tidak mewajibkan setiap anggotanya untuk berkunjung satu sama lain. Mau datang menengok, monggo, kalau tidak juga, masa sih setega itu? Mempelajari tulisan orang lain itu memang perlu. Paling tidak bisa mengambil sudut pandangnya. Mengambil ilmu dari si penulis. Makin banyak ilmu diambil, justru tidak berkurang pada pemilik ilmu tersebut. Beda dengan pemilik uang, makin banyak uangnya diambil, maka itu pertanda orang tersebut kecopetan!

Baik, saya mulai dari review yang pertama. Mungkin sekitar 5 tulisan yang saya pilih secara acak. Sesuai penerawangan saya pada judulnya. Apakah judulnya menarik? Tentunya harus menarik dong, kalau tidak menarik, maka itu namanya bukan judul, tapi jadul!

Kamar Bagi Anak

review-1

Tulisan pertama saya ambil dari urutan pertama di list. Linknya adalah: https://www.dekamuslim.com/2023/02/manfaat-memisahkan-tempat-tidur-anak.html

Isinya tentang memisahkan tempat tidur anak, penulisnya adalah Diah Kusumastuti. Diah itu adalah nama teman SD saja juga. Waktu SD itu, saya memang masih termasuk imut-imut. Sedangkan sekarang, malah berubah jadi suka ikut-ikut.

Mbak Diah mengulas tentang kamar yang dibuat sendiri untuk anak. Namun, setelah jadi, justru anaknya tidak berani tidur sendiri. Sudah terbiasa ada teman tidurnya, malah tidak mau tidur di kamarnya sendiri.

Padahal, tidak setiap anak dalam rumah tangga itu punya kamar sendiri lho! Biasanya ini menyangkut keterbatasan ekonomi. Sementara ekonomi di tempat saya dulu bukan terbatas, malah sangat luas, yaitu: Fakultas Ekonomi di UGM. Halah, opo lho hubungannya?

Menurut Mbak Diah, memisahkan tempat tidur anak itu sebagai pendidikan seksual bagi mereka sendiri. Jangan sampai terjadi penyimpangan perilaku seksual dengan saudara sekandung. Ini yang perlu dihindari, sebab orang luar mengenalnya sebagai saudara satu rumah. Mereka tidak begitu melihat yang terjadi di dalam rumah, apalagi di dalam kamar.

Jadi, bagaimana pendapat saya tentang memisahkan tempat tidur anak ini? Oh, selama mampu orang tuanya, silakan dipisahkan masing-masing. Kamar yang terpisah memang cukup bagus, asalkan masih dalam satu rumah ya! Kita tidak mau mungkin, dari asal kata kartu keluarga, tinggal kartunya saja, satu anggota keluarga entah kemana

Meluangkan Waktu Bersama Anak yang Masih Remaja

Tulisan kedua yang saya coba ulas punya link berikut: http://www.nurulrahma.com/2023/02/penting-banget-family-time-bareng-remaja.html?m=1

Dari blog Mbak Nurul Rahma ini, bisa belajar sekelumit tentang pendidikan anak remaja yang mungkin bisa rumit. Kebersamaan dengan mereka memang berbeda ketika mereka masih bayi. Apalagi dalam tulisan ini diceritakan anaknya sudah 16 tahun.

Remaja lebih cenderung bersama teman-temannya. Ini juga sebenarnya wajar. Yang tidak wajar adalah orang tua yang kurang memperhatikan perkembangan mereka. Salah sedikit, mereka langsung disalahkan. Makanya, banyak remaja yang lari dari orang tuanya karena orang tuanya sendiri tidak mau mendengarkan. Kalau cuma mendengar sih gampang, yang susah adalah mendengarkan. Cuma ditambahi “kan” tetapi sudah beda arti.

Mbak Nurul Rahma mengajarkan family time bersama anak yang remaja tersebut, misalnya: wisata kuliner kecil-kecilan, jalan-jalan di mall, jenguk saudara, antar anak ikut kegiatannya. Dari hal-hal kecil begitu, anak yang remaja itu tetap merasa dia masih punya orang tua yang perhatian. Apalagi jika orang tuanya adalah pegawai di bandara, misalnya dengan sering mengatakan, “Perhatian, perhatian, panggilan untuk Bapak Anto, pesawatnya sudah terbang, kasihan deh!”

Empati dan Lebih daripada Itu

Tulisan ketiga, saya ambil di nomor berikutnya dari tulisan kedua, ini linknya: https://jendelacaca.my.id/mengajarkan-empati-pada-anak/

Penulis, Mbak Jihan Mawaddah, mencontohkan negara Denmark yang selalu terpilih menjadi negara paling bahagia di dunia selama 40 tahun. Ini memang perlu juga bangga bagi Indonesia, sebab Denmark kan dekat Semarang ya?

Mengajarkan empati kepada anak, apakah mungkin? Apakah bisa? Ternyata, memang bisa lho! Hanya memang butuh proses, makanya jangan protes. Butuh yang namanya kesabaran, konsisten, dan seringkali butuh waktu yang lama.

Itulah uniknya mendidik manusia. Kalau dari batu, terus diukir, mungkin beberapa jam bisa selesai, jadi kerajinan yang bagus. Namun, membuat manusia yang kita inginkan, tidak seperti mengukir di atas batu. Apalagi anak punya kecenderungan kepala batu misalnya, waduh, bisa sulit lagi. Namun, sesulit apapun pekerjaan, tidak akan sulit jika tidak dikerjakan. Begitu kata demotivator itu.

Empati tandanya adalah mengenali perasaan. Dan, dari pelajaran orang Denmark tentang mendidik anak, yang saya tangkap adalah tidak boleh langsung menghakimi. Apalagi jika anak berhubungan dengan anak lainnya, perlu dikenali perasaan masing-masing. Misalnya, ada yang menangis, ditanya kenapa menangis, ini adalah cara Wakanda, eh, maksudnya Indonesia. Wah, Wakanda lagi, itu ‘kan bentuk kritikan kalau ada yang jelek tentang Indonesia, ya, hehe!

Orang Denmark mencoba untuk mengenali perasaan anak terlebih dahulu. Kalau anak begini, berarti itu tandanya begini. Mungkin memang pendidikan parenting di Denmark memang sudah sangat maju, sehingga hal-hal terkait perasaan anak bisa lebih mudah. Kalau di Indonesia, masih harus banyak belajar. Apalagi di sini seringnya tidak seimbang. Kalau ada pembelajaran parenting, yang sering ikut ibu-ibunya, bapaknya? Tidak tahu, main game online mungkin!

Kalau bagi saya, empati ini sudah sangat bagus diajarkan kepada anak, namun ada yang lebih daripada empati, yaitu: limati, enamti, tujuhti, dan seterusnya! Iya ‘kan, Ti? Siti!

Mendidik Anak Sebelum Dia Lahir

Saya lupa, perkataan siapa ya, ada seorang sholeh mengatakan kepada anaknya, sudah mendidiknya sejak dia belum lahir. Ketika ditanya, caranya bagaimana? Orang itu mengatakan dengan cara memilih pasangan yang baik. Ada kaitannya dengan ini, pada tulisan keempat, linknya: https://muslimahmenulis2.blogspot.com/2023/02/jika-anak-tak-sesuai-harapan.html?m=1

Ada kalanya mungkin kita merasa anak memang tidak sesuai yang diharapkan. Dulunya, kita ingin anak yang pintar, cakep, patuh, tetapi kok sekarang jadi cengeng, nakal, dan bikin gemes itu. Kalau sudah begitu, siapa yang mau disalahkan?

Biasanya, kalau suami istri yang tidak paham, mereka akan saling menyalahkan.

“Oh, ini gara-gara kamu ibunya, dari rahimmu ‘kan anak ini lahir?”

Ya, jelas dari rahim ibunya, masa anak lahir dari batu, memangnya kera raksasa musuh Kera Sakti?

Sementara ibunya membalas dengan menyerang begini, “Ini gara-gara bapak juga, dikasih makan uang sembarang dari kantor!”

Nah, malah jadi cekcok dan bertengkar suami dan istri. Jika suami dan istri sama-sama error, maka yang disalahkan adalah pembuat anak itu. Siapa lagi kalau Allah Subhanahu Wa Ta’ala? Tapi, ini jelas pendapat yang sesat dan menyesatkan. Allah ‘kan tidak pernah salah dalam membuat makhluk. Pasti dalam ciptaan-Nya tidak ada yang sia-sia, semua pasti ada hikmahnya.

Dalam tulisan link tersebut, diberikan beberapa tips saat anak belum bisa seperti harapan orang tua. Caranya adalah dengan menanamkan pemahaman bahwa mendidik anak adalah ibadah. Cara kedua lewat sholat, ketiga adalah tidak menetapkan target terlalu tinggi, dan tidak membandingkan anak. Untuk yang terakhir ini, dibandingkan jangan dengan saudaranya, apalagi dengan anak orang lain.

Jika orang tua merasa anak belum seperti harapan, pernahkah terpikir kalau anak juga merasa orang tuanya kok belum sesuai harapan mereka ya? Nah, hayo, gimana tuh?

Uang Haram yang “Tercium Harum”

Tulisan terakhir di review kali ini, saya ambil dari list terakhir, linknya adalah: https://rahmasword.blogspot.com/2023/02/godaan-uang-haram.html

Dalam tulisan tersebut, diulas di awalnya tentang kasus pegawai pajak yang punya harta miliaran rupiah. Sampai punya rubicon dan motor harley.

Bapaknya begitu, ternyata anaknya malah berbuat kejahatan dengan menyerang orang lain, hanya karena hasutan pacarnya. Kalau masalah ini saya lihat, bapaknya kena fitnah harta, sedangkan anaknya kena fitnah wanita. Dua-duanya adalah fitnah yang melanda umat ini. Ya, memang begitu.

Dari tulisan seputar kasus tersebut, dapat disimpulkan untuk berusaha senantiasa memasukkan yang halal saja ke dalam tubuh. Ini yang sering menjadi keluhan orang sekarang, “Mas, gimana mau memasukkan yang halal? Cari yang haram saja sulit!” Maksudnya, saking tercampurnya antara yang halal dan haram hingga semuanya dianggap haram.

Mbak Rahma menulis tentang integritas. Mulai balita harus bertanggung jawab dengan kesalahannya. Kalau menumpahkan makanan, maka si anak tersebut harus membersihkannya sendiri. Tentunya di sini sesuai kemampuannya ya!

Bisa beda cerita kalau orang tua yang memanjakan anak. Saat anak berbuat salah, maka orang atau barang lain yang disalahkan. Seperti anak yang terjatuh karena meja. Eh, malah mejanya yang dipukul. “Dasar meja nakal!” Tanpa sadar, ini menanamkan ke anak bahwa kesalahan bisa ditimpakan ke orang lain, padahal dirinya sendiri yang salah sebenarnya.

Lain Kesempatan

Mendapatkan wawasan baru dengan membaca cerita blogger lain memang cukup mengasyikkan. Hanya memang karena terbatasnya waktu, maka belum bisa berkunjung ke semua blog. Namun, setidaknya ada sedikit usaha untuk mengunjungi dan nantinya akan jadi saling mengunjungi.

Saya teringat dengan omongan teman, jika punya blog, jangan jadikan sarang laba-laba. Perlu rutin diisi, perlu konsisten ditulis di dalamnya. Kalau sampai blog menjadi sarang laba-laba, maka itu berarti mungkin laba-laba sudah masuk ke dalam laptop atau komputer kamu!

Jika Dirasa Tulisan Ini Bermanfaat, Share Ya!

4 Comments

  1. Bisa aja Kak Admin ini, punya ide tulisan. Tapi memang seru sih tulisan teman-teman, nambah pengetahuan banget.

Silakan tinggalkan komentar

Email aktif kamu tidak akan ditampilkan. Tapi ini mesti diisi dengan benar.

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.