Kisah Nyata: Gara-gara Tidak Sabar Antre

Kisah Nyata: Gara-gara Tidak Sabar Antre

Jika Dirasa Tulisan Ini Bermanfaat, Share Ya!

Tersebutlah seorang laki-laki muslim bernama Ridwan. Dia berasal dari kota B, menghadiri acara besar sebuah ormas Islam di Provinsi S. Acaranya berlangsung selama tiga hari dua malam.

Untuk tempat menginapnya di sebuah balai diklat milik pemerintah provinsi tentunya. Peserta laki-laki yang sering disebut dengan ikhwan dan peserta perempuan yang sering disebut akhwat, dipisahkan tempat bermalamnya. Walaupun masih dalam satu kompleks beberapa gedung, tetap tidak boleh berkomunikasi dan bersua secara langsung.

Panitia membentangkan hijab yang cukup lebar dan panjang mengelilingi gedung tempat menginap para akhwat. Jadi, ketika peserta akhwat mau masuk, mereka melewati hijab itu, lalu pintunya. Hampir semuanya pakai cadar. Ketika itu belum ada pandemi, jadi kegiatan yang melibatkan banyak orang masih diperkenankan.

Acara dimulai oleh ketua ormas Islam tersebut pada tingkat provinsi. Seorang bapak yang berkaca mata, punya pekerjaan sebagai pegawai honorer di sebuah kantor pemerintah. Beliau sudah lama bergabung di ormas tersebut. Pengalamannya sudah banyak, jelas termasuk senior.

Beliau menyampaikan petuah-petuah tentang pentingnya musyawarah dan kebersamaan sesama muslim. Ukhuwah Islamiyah harus terus terjalin di antara peserta dan panitia.

Penyampaian dan sambutan selesai, dilanjutkan dengan acara yang telah disusun oleh panitia. Acara tersebut sebenarnya musyawarah ormas tingkat provinsi. Membahas program-program yang akan dijalankan di tingkat daerah, kabupaten dan kota, selain itu juga evaluasi program-program yang lalu.

Masalah yang Muncul

Ketika banyak orang dalam satu tempat seperti itu, apa masalah yang sering terjadi atau muncul? Masalah tersebut adalah antre! Ya, antre mengambil makan, antre pula membuang makanan, alias ke kamar mandi. Panitia menyediakan hanya tiga kamar mandi untuk yang ikhwan, sedangkan yang akhwat sekitar 6-7 kamar mandi. Pesertanya sendiri total atau kalau digabung mencapai ratusan orang.

Nah, antara kamar mandi ikhwan dengan akhwat ternyata lupa ditutup dengan hijab panjang. Jadi, yang ikhwan masih bisa melihat para akhwat berseliweran masuk dan ke luar kamar mandi. Apa panitianya lupa memasangkan hijab? Atau bagaimana ya? Entahlah.

Ketika waktu Subuh tiba, jelas para peserta mengantre. Ada yang sekadar buang air kecil, buang air besar, bahkan mandi. Yang mandi waktu Subuh itu mungkin karena kebiasaan sehari-hari atau memang mensiasati nanti kamar mandi semakin penuh saat waktunya mandi.

Ridwan pun masuk dalam jajaran antrean itu. Dia jelas kebelet sekali ingin buang air. Namun, antrean kok semakin banyak? Sementara kamar mandi tidak bertambah pula. Nah, dia tidak kehabisan akal. Muncul akal bulusnya.

Oleh karena tidak ada hijab penghalang antara kamar mandi ikhwan dan akhwat, Ridwan menyelonong masuk ke barisan kamar mandi akhwat! Bersama seorang ikhwan juga dari kota K, dia masuk ke kamar mandi yang bukan haknya itu.

Yang berada di dalam, merasa ada laki-laki datang. Dia pun berdehem-dehem. Namun, Ridwan tidak lagi peduli, panggilan alamnya sudah memanggil-manggil. Dia masuk saja ke salah satu kamar mandi. Langsung buang air besar dengan cepat.

Ridwan merasa pasti ini akan jadi masalah, tetapi dia nikmati dulu hajatnya. Buang-buang selesai, disiram, pakai lagi celana, lalu buka pintu. Di situlah masalahnya.

Dia melihat beberapa akhwat mengantre di depan pintu. Mereka tidak pakai cadar. Langsung beberapa di antara mereka berteriak, “Astaqfirullah…”

Sebagian lagi, “Hah, kenapa bisa, kenapa bisa?” Sambil menutup mukanya dengan tangan.

Jelas mereka kaget luar biasa, kok ada lho ya, ikhwan yang menerobos kamar mandi akhwat? Ridwan dengan santainya berjalan ke luar kamar mandi. Songkok birunya dilepaskan dan dikantongi, khawatir dikenali.

Ridwan kembali ke barisan ikhwan dengan hati yang lega, sekaligus takut juga sih. Jangan sampai nanti para akhwat melapor ke ustadz panitia, lalu Ridwan dihukum.

Ternyata, sampai siang, Ridwan merasa aman-aman saja. Tidak ada panggilan, hukuman, atau semacam itu. Namun, dia melihat sudah ada hijab pembatas antara kamar mandi ikhwan dan akhwat.

“Wah, ini yang benar! Harusnya dipasang hijab ini dari kemarin dong!” Kata Ridwan dalam hatinya.

Pengalaman seru menurut Ridwan itu diceritakan ke temannya, sesama dari kota B. Dia kaget karena Ridwan termasuk nekat sekali. Namun, teman Ridwan itu juga tertawa atas kenekatan Ridwan.

Kunci Antre adalah Sabar

Dalam dunia pergerakan ormas Islam atau pesantren juga, budaya antre selalu ada. Hal yang paling menjengkelkan sebenarnya adalah mengantre di kamar mandi. Apalagi kalau yang masuk cukup lama, mungkin dia buang air besar dan besar sekali, mandi layaknya perempuan, atau malah sambil mencuci. Bisa juga sambil memandikan anaknya yang diajak.

Memang, untuk bisa antre itu membutuhkan kesabaran. Seperti cerita di atas, kamar mandi yang disediakan cuma tiga. Jelas tidak sebanding dengan peserta ikhwan yang mencapai ratusan orang.

Lalu, solusinya bagaimana jika tidak mau antre? Gampang. Jika tidak mau antre kamar mandi, maka silakan bawa kamar mandi sendiri dari rumah! Atau bikin dulu kamar mandi sendiri, mulai dari pasang batu pondasi, besi pondasi, batu bata, semen, sampai atapnya. Dijamin! Acaranya sudah selesai, bikin kamar mandinya belum selesai!

kamis-menulis

Jika Dirasa Tulisan Ini Bermanfaat, Share Ya!

23 Comments

  1. Ampuuunnn deh,,,demi panggilan jiwa segala cara dilakukan. Pasti peristiwa itu akan selalu di ingat oleh Ridwan He,,he,,,

  2. Hahaha.. solusinya lucu, asli ngakak ni. Tp bener tuh kalo gak mau antre bawa aja kamar mandinya dari rumah😁😁

Silakan tinggalkan komentar

Email aktif kamu tidak akan ditampilkan. Tapi ini mesti diisi dengan benar.

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.