Kisah Fiktif: Dua Istriku Berdamai Karena Ini

Kisah Fiktif: Dua Istriku Berdamai Karena Ini

Jika Dirasa Tulisan Ini Bermanfaat, Share Ya!

Sudah setahun lebih ini, aku memiliki dua istri. Yang pertama anaknya sudah tiga, yang kedua belum ada anaknya. Yang kedua kunikahi waktu masih gadis.

Yah, namanya poligami, selalu saja ada enaknya, ada juga tidak enaknya. Begitulah kehidupan. Sebenarnya sama saja sih, menikah dengan satu orang atau dua orang, ‘kan sama-sama menikah. Ya ‘kan?

Istriku yang pertama sudah menjalin pernikahan denganku selama kurang lebih sembilan tahun. Waow, waktu yang cukup panjang! Alhamdulillah, berbagai masalah menghadang bisa diatasi dengan komitmen bersama. Tentu juga dengan bumbu-bumbu romantis dan penuh dengan cinta, seperti yang kamu tahu, lah.

Sementara yang kedua, aku nikahi atas rekomendasi seorang ustadzah. Dia melihat bahwa gadis itu bagus, baik, sholihah, dan pandai menjaga diri. Tidak kenal banyak laki-laki, suka menulis, dan suaranya pun bagus. Pintar menyanyi pula. Eits, bukan menyanyi macam biduan kampung itu! Tapi, menyanyi yang tanpa musik.

Gadis itu beberapa kali gagal dinikahi orang. Entah kenapa ya, padahal cantik lho! Sarjana lagi. Tapi, apa yang bikin orang tidak tertarik? Ah, jawabannya sih memang bukan jodohnya. Nyatanya, berjodohlah denganku, Gaes. Wuih, pakai gaes! Memangnya tabung gaes?!

Melalui Perjuangan

Tentu saja, awalnya istriku mana mau punya madu. Kalau madu bentuk cairan sih sudah sering minum, bahkan madu hitam pahit juga pernah. Tapi yang ini madu asli. Bentuknya orang. Bernyawa. Bernapas. Dia tidak mau karena memang terpengaruh dengan keluarganya. Mertuaku yang menentang keras.

Namun, tiba-tiba, dalam hatinya, suatu hari, muncul keinginan untuk membantu orang lain. Dia juga kenal gadis itu. Melihat kondisinya yang belum menikah, belum bersuami, sementara beban kerjanya cukup berat sebagai pembina pesantren, dia tergerak juga untuk menyelamatkan.

Dia juga sadar bahwa poligami ini memang syariat Islam. Pasti ada kebaikan di dalamnya. Tidak mungkin, lah, Allah menghalalkan poligami kalau itu menjadi mudhorot. Makanya, dia mengutarakan niatnya untuk memiliki madu.

Aku sih awalnya juga tidak mau, atau pura-pura tidak mau ya? Namun, ketika istriku menyampaikan keinginannya tidak hanya satu kali, maka aku menyimpulkan, ini serius! Bukan lagi bercanda. Berarti istriku memang menghendaki sesuatu di balik poligami itu sendiri.

Proses meyakinkan ke keluarga juga tidak gampang. Sangat-sangat tidak gampang. Keluarga istriku menolak, sedangkan keluargaku sih menyerahkannya kepadaku. Bukankah kami yang akan menjalani?

Aku dan istri juga menyampaikan begitu. Kami yang akan menjalani. Suka dukanya kami yang akan mengalami. Proses, usaha, dan tentu saja doa kami lakukan, akhirnya mertuaku luluh juga.

Gadis itu sebenarnya mau, karena dia sudah mengenalku lama. Cuma, dia bilang ke pembinanya bahwa keluarganya tidak mau. Apa nanti kata orang? Masa gadis mau dijadikan istri kedua? Yang benar saja? Biasanya sih persepsinya kalau mau cari yang kedua, carilah yang sudah tua, sudah empot, bahkan sudah expired kalau perlu. Tapi ini masih gadis ting-ting.

Aku bilang saja ke istriku, kalau mau cari tua sekali, buat apa juga? Sementara yang dikehendaki dari menikah itu ‘kan keturunan. Memangnya yang sudah tua renta itu bisa punya anak? Bisa hamil? Kalaupun bisa, maka itu namanya mukjizat. Dan, mukjizat itu adanya ya di zaman nabi. Sekarang mana ada nabi? Yang ada sih Nabila, tapi ‘kan dia sudah keluar dari grup JKT 48. Halah, opo lho iki?

Kembali proses berjalan. Pembina gadis itu bersama guruku atau ustadzku bicara baik-baik dengan keluarga si gadis. Keluarganya bertanya, aku ini pekerjaannya apa? Ya, tinggal bilang saja, aku ini seorang PNS.

Tapi aku punya bisnis. Aku bisa menulis. Aku bisa cari makan juga dari hasil menulis. Melihat statusku sebagai PNS, keluarganya mulai terbuka. Berarti Insya Allah ada jaminan kepastian penghasilan tiap bulan. Mereka tidak tanya bisnisku. Yang jelas, aku bisnis online. Mau tahu bisnisku? Klik saja di sini, maka kamu akan tahu bisnisku.

Pada akhirnya, proses dan proses itu berujung baik. Keluarga si gadis mau menerima juga. Yang penting anaknya sudah mau. Sudah siap dengan segala konsekuensi poligami itu. Aku juga berjanji dalam hati untuk menjaga keduanya nanti. Aku harus jadi laki-laki sejati. Laki-laki yang super.

Pernikahan pun dilangsungkan. Wuah, ramai sekali! Pernikahan poligami pertama di daerah tempat tinggalku. Yang datang lumayan banyak. Aku senang, akhirnya bisa menyelamatkan satu lagi muslimah. Dan, cerita indah pun terus terjadi sampai akhirnya…

Salah Kirim

Istri keduaku tetap bekerja sebagai pengajar di pesantren. Dia bertemu dengan banyak santri akhwat. Mendidik atau mengajari mereka tentu tidak hanya berharap honor yang kecil dong, tapi lebih ke arah amal jariyah. Amal yang akan terus mengalir bahkan setelah meninggal. Kamu sendiri punya amal jariyah apa? Hehe…

Honor yang dikumpulkan sedikit demi sedikit, mulai agak banyak. Dia ingin menghadiahiku. Hadiah kecil saja sih. Baju gamis dua buah. Itu saja. Dia memesan lewat toko online. Oh, ya, dia minta temannya untuk memesan lewat toko online yang satu ini. Di situ lengkap banget barangnya, terutama untuk muslim dan muslimah. Top banget, dah!

Nah, pesannya tidak masalah. Belinya juga tidak masalah. Yang masalah waktu datangnya. Eh, terkirim ke rumahku pas gilirannya istri pertamaku. Aku membagi giliran dua hari-dua hari. Dia juga ada rumahnya. Mungkin karena ada gangguan di ekspedisi atau bagaimana, pas datang aku di rumah istri pertamaku. Kalau barang itu datang di rumahku ketika giliran istri keduaku, maka istriku yang pertama tidak boleh marah dong. Lha ini, bukan di waktu begitu.

Istri pertamaku sendiri yang menerima. Wah, ini sih namanya pelecehan waktu! Katanya. Ketika itu aku sedang di rumah, sedang mengetik. Sedang menulis untuk tantangan Kamis menulis grup Lagerunal, dia langsung membanting barang itu seketika!

“Kurang ajar itu!” Dia sebut nama istri keduaku. “Bisa-bisanya dia kasih pas giliranku!”

“Kenapa sih Cinta?” Panggilan untuk istri pertamaku adalah “Cinta”, untuk istri keduaku adalah “Sayang”. Biar adil dan kompak, hehe..

“Ini lho, dia ‘kan harusnya tahu bukan saatnya kasih pas giliran bermalamku. Sembarangan saja dia!”

Aku melihat bungkusan itu. “Tunggu dulu, itu apa sih? Kubuka dulu ya, Cinta…”

Bungkusannya sudah rusak. Untunglah isinya pakaian, bukan barang pecah belah.

“Awas dia itu nanti! Tunggu saja!”

“Eits, tidak boleh begitu. Tenang dulu, Cinta, tenang. Siapa tahu dia berniat kirim kemarin pas gilirannya.”

“Apanya? Sengaja dia memang mau pancing emosiku! Pokoknya awas kalau ketemu nanti!”

Ternyata, ancaman istri pertamaku tidak main-main. Dia semprot istri keduaku di depan rumahnya, maksudnya rumah istri keduaku. Dia maki-maki istri keduaku. Sedangkan aku ada di situ, sedang baca buku. Hadiah dari Kamis menulis di grup WA Cakrawala Blogger Guru.

Wah, menyaksikan kedua istriku bertengkar, aku tidak bisa tinggal diam! Istri keduaku juga marah, kenapa pas gilirannya, malah didatangi kakak madunya? Aku menenangkan mereka, menggandeng tangan keduanya, lalu memasukkannya ke dalam mobil. Tutup pintu, agar tidak terdengar orang.

Mereka berdua duduk di bagian tengah. Aku duduk di kursi sopir. Tadinya mereka kaget kok masuk ke dalam mobil? Apalagi mobil pun berjalan. Namun, kembali mereka ribut. Aku ingatkan, boleh ribut, tapi jangan main pukul, jangan main fisik. Keduanya sudah tahu itu kok.

Kubawa mereka ke bisnisku yang baru, yang tidak kuceritakan ke mereka berdua. Sebuah warung makan dengan bentuk yang asri agak di pinggiran kota. Letaknya di areal persawahan. Aku bersama timku menyulap areal itu menjadi kompleks warung makan yang indah, sejuk, dan segar. Angin sepoi-sepoi langsung menerpa wajah mereka. Oh, ya, kedua istriku pakai cadar ya! Jadi aman dari pandangan laki-laki asing.

Begitu turun dari mobil, mereka kaget. “Lho, di mana ini?” Tanya yang pertama.

“Iya, ini di mana?” Ini yang kedua.

Pertengkaran mereka berhenti. Kaget dan heran, baru pertama diajak ke situ.

“Surprise. Ini kejutan buat kalian! Sengaja aku menunggu momen yang pas untuk mengajak kalian berdua ke sini. Ternyata, momennya pas dan tepat justru ketika kalian berdua bertengkar macam anak kecil.”

Istri pertama merengut, istri kedua melengos. Aku tertawa saja. Kugandeng tangan mereka berdua. Pegawai warung makan saat tahu aku yang datang langsung menyambut dengan sopan. Mengucapkan salam dan senyum yang manis. Aku cuma mengangguk. Kedua istriku juga mengangguk, tersenyum, terlihat dari mata mereka, lalu mengikuti langkahku.

Aku memilih bilik yang di ujung, jadi agak jauh dari pengunjung lain. Saat itu, warung sedang agak sepi. Nanti malam biasanya ramai, karena sawah-sawah di sekitar situ sudah dihiasi dengan lampu warna-warni. Pokoknya suasana yang syahdu dan melankolis, deh! Rugi kamu kalau belum ke sini!

Pelayan menyajikan makanan seperti gambar ini, kamu lihat saja ya, janga ngiler:

Menu yang sederhana. Tapi, istri-istriku minta tambah lagi karena ternyata menunya sangat enak. Sambil makan dan menikmati hidangan yang ada, aku menasihati mereka,

“Wahai, Cinta, wahai, Sayang, kalian itu sebenarnya bertengkar bukan pada tempatnya.”

Salah satu istri ingin protes lagi, tapi aku meletakkan jari di mulutku, menyuruhnya diam.

“Kita itu berpoligami untuk apa sih? Untuk meraih ridho Allah ‘kan? Untuk meraih surga-Nya bukan?”

Keduanya mengangguk. Tentu sambil mengunyah. Pokoknya kalau ada makanan lezat, mereka sikat semua.

“Nah, kalau tujuannya mulia begitu, buat apa kita mempermasalahkan yang sepele? Sayang, kamu menghadiahiku baju gamis, aku berterima kasih kepadamu.” Istri keduaku tersenyum manis.

“Dan, kamu, Cinta, aku juga berterima kasih kepadamu. Karena kamu sudah menemaniku selama kurang lebih sembilan tahun. Tapi, ingat, itu waktu kita di dunia sementara ini. Aku ingin kita selalu bersama selamanya sampai ke surga nanti.

“Kamu tentu masih ingat, keinginanmu lho yang pertama ingin punya adik madu. Dan, ini sudah ada adik madumu sendiri. Kok sekarang mau kamu ajak berkelahi? Nggak sesuai harapanmu dong. Mestinya punya adik itu disayang seperti kamu menyayangi dirimu sendiri.”

Istri pertamaku mengangguk. “Dan kamu, Sayang, kamu juga hormati dong kakak madumu. Itu ‘kan kakakmu, lebih tua darimu. Cintai seperti kamu mencintai dirimu sendiri.”

Istri keduaku mengangguk. Mereka berdua masih terus saja makan. Aku pun memberikan petuah-petuah selanjutnya. Tentang indahnya surga dan kebersamaan dengan anggota keluarga. Bahkan aku sampaikan juga hadist bahwa nabi akan berbangga dengan banyaknya umat di hari kiamat nanti. Nah, poligami adalah salah satu jalan untuk menuju ke sana. Memperbanyak keluarga. Memperbanyak keturunan.

Cukup lama aku bicara, mereka berdua hanya mengangguk, tetapi mulutnya masih terus mengunyah. Sampai akhirnya aku capek bicara terus. Kulihat di meja makan. Waduh, sudah ludes semua! Tinggal tulang-tulang, nasi beberapa butir, dan air kobokan? Mereka habiskan semuanya.

Aku menelan ludah. Dari tadi aku belum makan. Sekarang menu sebanyak itu di meja makan disikat semua sama kedua istriku. Aku makan apa ini? Mereka hanya tertawa menyaksikanku kelaparan. Sambil menelan ludah kembali, aku ikut tertawa. Menikmati dua wajah cantik yang ada di depanku.

Ah, aku jadi teringat hadist tentang seorang laki-laki yang terakhir ke luar dari neraka dan terakhir pula masuk ke surga. Dia mendapatkan dua bidadari dari Allah. Dialah penduduk surga yang paling miskin. Namun, dia mendapatkan surga sepuluh kali lipat dunia.

Aku jelas tidak mau jadi laki-laki itu, masa terakhir ke luar dari neraka setelah gosong berkali-kali? Aku juga tidak mau jadi penduduk surga yang terakhir masuk. Tapi, aku melihat dua istriku ini memang serupa bidadari yang turun ke bumi. Ketika hujan, aku berprasangka, langit menangis karena dua bidadarinya turun dan menjadi milikku sekarang. Jangan cuma sekarang, selamanya kalau bisa. Semoga.

kamis-menulis

Jika Dirasa Tulisan Ini Bermanfaat, Share Ya!

14 Comments

  1. Aha, Mas Rizky lagi bercerita di dunia fiktifnya, memiliki 2 istri. Bahagia banget kayaknya Mas, tapi Ambu gak akan doain Mas Rizki nambah istri dech, kasihan istrinya. Masih ingat kisah bagaimana ia melahirkan anak pertama Mas… inga.. inga.., yah!

  2. Cakkeeeppp …
    cerita dengan konflik muncul tengrrelam, muncul kembali, hingga terselesaikan dengan menu yang dihidangkan. Mari makan ….

  3. Waduh Mas Rizky kalau baca cerita poligami ini sepertinya indah. Tapi seindah-indahnya poligami, saya tidak mau dipoligami heheeee

  4. Membacanya penasaran gambaran keluarga poligaminya pak Rizky. He he untung ber- happy ending.

  5. Bagus ceritanya,tapi apa ini keinginan mas Rizky atau memang kenyataan,he he he kok jadi kepo🤔🤭

Silakan tinggalkan komentar

Email aktif kamu tidak akan ditampilkan. Tapi ini mesti diisi dengan benar.

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.