Kasus Perundungan Anak di Tangerang Selatan, Ada kok yang Sama di SMA 6 Jogja!

Kasus Perundungan Anak di Tangerang Selatan, Ada kok yang Sama di SMA 6 Jogja!

Jika Dirasa Tulisan Ini Bermanfaat, Share Ya!

Membaca berita di media internet, kok rasanya miris lagi, lagi-lagi kasus perundungan anak alias bullying anak. Ada seorang anak yang dibully sampai masuk rumah sakit.

Si korban yang bersekolah di Binus International School di Serpong, Tangerang Selatan, akan masuk ke dalam geng bernama Geng Tai. Subhanallah, namanya jelek banget jadi nama geng! Tidak ada yang lebih jelek apa?

Seperti tradisi masuk geng tersebut, seorang anak malah mendapatkan kekerasan fisik, misalnya: diikat di tiang, dipukuli menggunakan balok kayu, sampai disundut rokok. Tentunya rokok yang menyala apinya, lah. Kejadian itu menjadi viral karena memang direkam oleh pelaku. Gobloknya, sengaja memang mereka viralkan.

Bisa Terjadi di Mana Saja, Termasuk di Sini

kasus-perundungan-anak-1

Berbagai faktor memang bisa mendorong anak jadi pelaku perundungan anak. Salah satunya tentu dari keluarga. Bagaimana tidak, jika orang tuanya sering berlaku kasar terhadap anaknya sendiri, maka si anak akan mencontoh. Namun, karena di rumah dia kalah sama orang tuanya, maka pelampiasannya adalah di luar rumah. Tentu juga, kepada anak yang lebih lemah dan pakai sistem keroyok. Pengecut bukan? Lebih kecut daripada jeruk!

Saya sendiri juga pernah menjadi korban perundungan tersebut. Hal itu terjadi ketika saya bersekolah di SMA 6 Yogyakarta. Sekolah tersebut punya istilah Namche. Istilah lainnya adalah Depaster alias Depan Pasar Terban. Lokasinya di depan SMP 8 Jogja, dekat kampus Universitas Islam Indonesia.

Saya masuk ke sekolah tersebut, tentunya tidak sekadar masuk, tetapi menjadi murid di dalamnya, Masuk pada tahun 2000. Saya menjadi warga di kelas 1.5. SMA 6 Jogja memang punya nama kelas dengan nomor juga. Bukan huruf.

Ketika siang, kalau saya tidak salah ingat, ada kakak kelas bernama Muhammad Iqbal. Sosoknya berkacamata, rambut belah tengah menjijikkan, mukanya terlihat tua. Dia meminta dibelikan rokok pakai uangnya. Saya tentu saja menolak, meskipun pakai uangnya. Soalnya saya sudah berpandangan bahwa rokok itu memang haram sejak lama. Ngapain juga saya bantu mendapatkan barang yang haram?

Itu terjadi dua kali. Saya menolak permintaan tersebut. Beli sendiri kenapa sih, malas amat. Memangnya nggak punya kaki, apa? Rupanya, penolakan saya tersebut berujung kepada penculikan. ya, penculikan! Ketika hari Jum’at, saya diajak rombongan kakak kelas, kebanyakan kelas 2, ke daerah lembah UGM.

Nah, di situlah saya dipukuli. Tadinya oleh Aditya Utama. Ini adalah anak kelas II.3. Matanya agak legok ke dalam, rambutnya juga belah tengah, sama menjijikkan dengan Iqbal. Lalu, ada Aulia Rahman, ini kelas II.1, sama dengan Iqbal. Biangnya memang mereka bertiga.

Masih ada cukup banyak anak kelas 2 lainnya, bahkan kelas 3. Padahal, saya cuma dengan Ian, anak kelas I.2. Saya lupa dia kesalahan apa sampai ikut diculik juga. Sampai menjelang sholat Jum’at, saya bersama mereka. Bibir berdarah. Baju seragam kotor terkena tanah bercampur air.

Setelah Kasus Perundungan Anak Tersebut

Saya pun akhirnya tidak sholat Jum’at. Baju dan seragam kotornya minta ampun. Mereka bertiga, Adit, Aulia Rahman yang dipanggil Aul, dan Iqbal juga tidak sholat Jum’at. Padahal, mereka tidak terhalangi apa-apa. Dasar pemalas!

Saat saya pulang, saya dikasih tahu oleh mereka, agar saya beralasan jatuh dari motor. Cukup wajar sih kelihatannya, karena baju dan celana memang kotor. Namun, orang tua saya tidak langsung percaya, terutama bapak saya sendiri. Beliau langsung ambil kesimpulan bahwa saya memang dipukuli. Saya juga mengaku menjadi korban perundungan itu. Menjadi korban kekerasan fisik dari kakak kelas.

Rupanya, ada satu pengakuan dari Adit yang masih saya ingat sampai sekarang. Dia punya keluarga yang rumahnya satu jalan dengan rumah saya. Rumah tersebut punya usaha salon. Di situlah, bapak saya mengantar saya. Mengadukan kelakuan Adit. Tentu saja, keluarga atau orang yang tinggal di situ kaget, kok bisa Adit jadi pelaku perundungan?

Adit dipanggil ke rumah. Dia datang malam hari bersama Aul. Kakak saya sudah menghubungi teman-temannya dan mereka berkumpul di depan rumah. Siap membalas perlakuan terhadap adiknya. Adit dan Aul dinasihati oleh bapak saya jangan berbuat begitu lagi. Mereka mengangguk-angguk. Entah pura-pura mengerti atau mengiyakan saja. Dalam hatinya, pasti timbul rasa tidak nyaman. Ingin membalas ke saya, tetapi tidak bisa pada saat itu.

Hindarkan Sekolah dari Kasus Perundungan Anak

kasus-bullying

Sekolah adalah tempat menuntut ilmu, meskipun ilmu itu tidak bersalah, kenapa mesti dituntut? Sekolah adalah tempat belajar dan mendapatkan tidak hanya ilmu seputar pelajaran sekolah, tetapi juga akhlak dan budi pekerti. Jika timbul kasus perundungan anak atau bullying terhadap anak, maka sekolah itu bisa dikatakan kurang berhasil.

Jika terjadi kasus perundungan anak seperti yang terjadi di Binus International School di Serpong, Tangerang Selatan, maka pihak aparat kepolisian memang harus turun tangan. Mungkin, si pelaku dipukuli juga oleh orang dewasa, sehingga mereka juga merasakan akibat tindakannya.

SMA 6 Jogja sekarang sudah tidak ada lagi kasus perundungan anak seperti yang saya alami. Era geng sekolah tersebut yang bernama GNB juga saya rasa sudah berakhir. Para pelakunya sudah punya keluarga masing-masing, semoga hidup bahagia bersama keluarganya. Sungguh kasus perundungan anak akan diingat terus oleh si korban seumur hidupnya. Luka fisik bisa mudah hilang, tetapi luka batin tentu tidak semudah itu.

Hukum berat pelaku perundungan anak. Kalau perlu masukkan ke penjara juga, karena itu sudah tindakan kriminal. Tindakan tersebut tidak perlu memandang umur, karena anak yang masih kecil saja bisa menjadi pelaku. Hukum harus tegas. Jika tidak tegas, bukan hukum itu namanya, melainkan …. Hayo, isi sendiri saja, deh!

Jika Dirasa Tulisan Ini Bermanfaat, Share Ya!

Silakan tinggalkan komentar

Email aktif kamu tidak akan ditampilkan. Tapi ini mesti diisi dengan benar.

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.