Analogi Ketika Kekerasan dalam Rumah Tangga Tidak Selalu Menjadi Penyelesaian

Analogi Ketika Kekerasan dalam Rumah Tangga Tidak Selalu Menjadi Penyelesaian

Jika Dirasa Tulisan Ini Bermanfaat, Share Ya!

Kejadian KDRT masih terus terjadi. Dalam berita-berita yang ada, kita masih mudah menemukan KDRT ini.

Tentu arti KDRT di sini adalah Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Bukan nama jabatan, yaitu: Kepala Desa dan RT. Bukan pula KDRT ini yang paling rendah, karena masih ada KDRW, sampai KD Kecamatan.

Kekuasaan yang Berperan

kekerasan-dalam-rumah-tangga-oke-1

Idealnya, eh kok idealnya, biasanya KDRT itu terjadi karena relasi kekuasaan yang muncul. KDRT bisa terjadi dari suami kepada istri, bisa pula sebaliknya. Dapat pula terjadi orang tua kepada anaknya, bahkan hem, anak kepada orang tuanya. Dalam tulisan ini, akan lebih difokuskan kepada relasi suami dan istri.

Salah satu cara mencegah KDRT itu memang di buku nikah, pada bagian sighat taklik. Teman saya dahulu ketika menikah, malah salah membacanya jadi “sighat talak”. Lah, baru saja menikah saja kok sudah talak?

Ketika suami membaca pernyataan di situ, maka sudah menjadi janji suami kepada istri untuk tidak pernah menyakiti fisik atau badan istri. Memang, suami itu terlihat lebih kuat dan memang begitulah laki-laki. Saat ada suami melakukan KDRT kepada istrinya, maka si istri cenderung diam saja. Dia ketakutan dan cuma bisa menangis kesakitan.

KDRT ini memang masalah serius. Ketika istri bercerita atau melapor kepada pihak terkait, sebenarnya itu bukan membuka aib. Kalau ditutup-tutupi, justru akan menjadi aib yang sangat menyakitkan. Masa istri akan dibiarkan saja menerima kekerasan dari suaminya? Bagaimana nanti fisik istri? Bisa makin lemah dong. Bisa makin terluka dong.

Kalau ada salah satu yang melakukan KDRT, maka solusi yang bisa ditempuh lebih jauh memang bercerai. Namun, hal ini mestinya menjadi kajian yang lebih serius terlebih dahulu. Apa sih faktor penyebab KDRT itu? Apakah suami yang memang temperamental dan tahuramental? Kan ada tempe, ada juga tahu.

Atau suami mulai berubah sikapnya karena istrinya dirasa berubah lebih dahulu? Misalnya, ketika suami pulang dari berburu dan meramu, istri tidak mau menyambut dengan baik. Tunggu, berburu dan meramu, ini suaminya manusia purba?

Jika istri tidak menyambut dengan baik, maka itu sudah menjadi noda hitam di hati suami. Apalagi saat suami meminta nganu, justru istri menganulir. Wih, pas ya, nganu dan menganulir!

Bayangkan jika suami yang sudah begitu tergoda di luar, melihat aurat cewek di mana-mana. Pas pulang di rumah, istrinya cuek bebek. Malah istrinya marah-marah karena suaminya dianggap telat pulang. Lho, sudah capek badan, ditambah capek pikiran ini namanya! Sudah jatuh, tertimpa tangga berjalan lagi!

Apakah Hanya Salah yang Satu?

kekerasan-dalam-rumah-tangga-oke-2

Faktor penyebab KDRT itu memang bisa jadi banyak. Tidak hanya karena pasangan, mungkin juga karena pihak lain. Orang tua atau mertua yang terlalu mencampuri kehidupan rumah tangga itu. Atau karena harta. Suami belum bisa memenuhi permintaan istri. Suami merasa stres, putus asa, padahal umur dua tahun dia putus ASI, lalu pelampiasannya kepada istri. Bukan melampiaskan nafsu birahi, melainkan nafsu uefsi, alias UFC.

Sebenarnya, masalah rumah tangga itu tidak selalu langsung besar. Bisa dimulai dari yang kecil-kecil saja. Saya pernah menyaksikan ada sebuah video pasangan suami istri menikah. Istri mencoba bercanda dengan suami sambil menyuapkan potongan kue, tetapi tidak jadi-jadi. Suami pun marah, lalu menampar pipi istrinya tersebut. Tanpa rasa bersalah, dia menampilkan wajah yang memang penuh emosi. Waduh, barusan menikah, sudah melayang pukulan!

Kekerasan Seharusnya Bukan Lagi Jalan

kekerasan-dalam-rumah-tangga-oke-3

Orang menikah itu punya harapan agar pernikahannya langgeng dan awet sepanjang masa. Bahkan, menurut Ustadz Salim A. Fillah, menikah adalah ibadah yang paling lama. Dimulai dari akad nikah sampai nanti menginjakkan kaki di surga. Lho, kok ada orang yang putus menikah di tengah jalan? Bercerai begitu? Ya, berarti ibadahnya selesai di situ. Orang salat tidak semuanya selesai bukan? Ada yang kentut di tengah salat dan akhirnya harus keluar untuk mengambil air wudhu lagi.

Mungkin, orang yang melakukan kekerasan dalam rumah tangga terhadap pasangannya bisa menunjukkan egonya dan kekuasaannya. Ini lho saya, berkuasa di rumah ini! Padahal, kekuasaannya pun harus ada yang mengakui. Kalau dia berkuasa sendiri, sementara tidak ada orang yang dikuasainya, ‘kan sama saja.

Okelah, suami memang kepala rumah tangga. Tapi, kalau dia sendiri yang mengurus rumah, mengurus anak, apakah dia akan sanggup? Kalau sanggup, kok malah jadi kayak jomblo lagi ya?

Jika tidak sanggup atau merasa berat untuk itu, maka suami maupun istri harus mengerti bahwa sebuah rumah tangga itu adalah kerja tim. Yang satu mendukung yang lain. Yang satu membantu yang lain. Kalau sampai terjadi kekerasan dalam rumah tangga terhadap pasangannya, maka kerja tim itu akan rusak. Hasilnya tidak akan maksimal. Bisa keok di tengah jalan.

Menurut para pelakunya, apakah kekerasan dalam rumah tangga itu jalan terbaik untuk menumpahkan emosi, kekesalan, amarah, dan kebencian? Ternyata tidak juga. Ada perumpamaannya? Ternyata ada!

Coba misalkan kamu sedang terkena bisul. Lumayan parah. Rasanya sakit sekali. Sudah bengkak beberapa hari. Rasanya susah berjalan karena bisulnya pas di dekat lutut. Untuk rukuk dan sujud saja setengah mati.

Nah, keadaan seperti itu, tiba-tiba ada nyamuk atau lalat yang hinggap. Tentunya kamu merasa jengkel dong ada dua hewan itu yang hinggap. Kalau nyamuk membuat gatal di kulit, sementara lalat menebarkan penyakit.

Dilanda perasaan benci, marah, sebal, jengkel, dan mungkin muak, kamu terpikir untuk memukulnya. Kamu berencana untuk memukul nyamuk atau lalat itu. Bahkan, memukul dengan sekeras-kerasnya dan sekencang-kencangnya! Menyiapkan kekuatan pukulan dengan power 100, langsung mau kamu hantamkan ke binatang cukup malang itu.

Kira-kira, akan kamu laksanakan itu? Kira-kira kamu benar-benar akan memukulnya pas hewan-hewan itu hinggap di atas bisulmu? Kalau benar mau dilaksanakan, salut! Berarti kamu benar-benar menjunjung tinggi kekerasan dalam rumah tangga, hehe..

Dan, jika betul mau berbuat seperti itu, jangan lupa tulis rasanya di kolom komentar ya! Jika tidak melakukannya, maka kamu bisa mengambil pemahaman bahwa tidak semuanya memang bisa diselesaikan dengan kekerasan. Tidak semua masalah rumah tangga juga bisa selesai dengan kekerasan dalam rumah tangga.

Jika Dirasa Tulisan Ini Bermanfaat, Share Ya!

2 Comments

  1. Paling happy skrg kalau lg sholat tuh mau kentut berarti disuruh wudhu lg. Bonus pahala kali ya #hiaaa GR.
    Manusia purba 😂😂😂😂

Silakan tinggalkan komentar

Email aktif kamu tidak akan ditampilkan. Tapi ini mesti diisi dengan benar.

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.