Deg-degan Saat Pembagian Rapor

Deg-degan Saat Pembagian Rapor

Jika Dirasa Tulisan Ini Bermanfaat, Share Ya!

Ketika saya SMP, momen pembagian rapor adalah yang paling menegangkan. Sebabnya, membuat tegang bagi saya. Apalagi ketakutan saat saya dimarahi oleh bapak.

Sekolah saya di SMP Negeri 5 Yogyakarta. Sekolah tersebut adalah yang paling favorit di kota Jogja. Untuk masuk membutuhkan NEM (Nilai Ebtanas Murni) yang cukup tinggi. Seingatku NEM waktu itu 44,26.

Oh, ya, saya masuk SMP tahun 1997. Berarti pada tahun tersebut, anak saya belum lahir. Ya, iyalah. Termasuk tahun yang indah, karena momen masuk SMP tidak pakai online-onlinenan. Tidak usah pakai masker dan saat itu saya juga belum menjadi master. Walah, master apa coba?

Sebelum melanjutkan ke paragraf berikutnya, tulisan ini lahir tanpa bidan untuk mengomentari postingan Senin Blogwalking dengan linknya: https://suyatibinyo.blogspot.com/2022/01/pembagian-rapor-peserta-didik.html.

Konsekuensi

Masuk ke sekolah favorit, tidak hanya di Jogja, bahkan nasional, menghadirkan kesulitan tersendiri. Pertama, dari segi keuangan. Cukup banyak yang dikeluarkan oleh bapak saya.

Sepatunya harus khusus. Mereknya Prama. Sepatu mirip militer yang di bawahnya solnya terisi kayu. Kaki saya diukur di gambar kaki. Ya, tidak mungkinlah, kaki diukur di gambar tangan.

Selain sepatu, baju seragam pun khusus. Atas putih, bawah krem. Seragam SMP dengan celana pendek. Jadi, paha saya yang putih mulus dan seksi terlihat dengan jelas.

Tadi sudah poin pertama. Nah, sekarang poin kelima adalah persaingan yang cukup ketat di antara teman-teman. Mereka berasal dari SD yang juga unggulan. Kemampuan otaknya bukan main. Hampir semua pelajaran mereka bisa dan mahir. Makanya, rangking mereka bagus.

Sedangkan saya, rangking tertinggi saja 26. Sedangkan rangking terendah 35. Mengenaskan memang. Namun, saya masih berbangga karena berhasil masuk 40 besar. Iya ‘kan?

Ceramah

Saya merasa kasihan kepada bapak yang mengambil rapor di kelas. Membayangkan gemuruh di dadanya yang menyaksikan anaknya belum pernah masuk 10 besar. Selama pengambilan rapor, saya tidak pernah bersama bapak di dalam kelas. Menunggu di luar, sambil deg-degan.

Setelah pembagian rapor, di rumah saya semakin deg-degan diceramahi bapak. Katanya bermacam-macam. Di antaranya, “Mereka sama-sama makan nasi, tapi kok kamu nggak bisa seperti mereka?” Ditambah dengan kalimat-kalimat lain.

Tentu saja, hal itu sebenarnya membuat saya termotivasi. Pokoknya terima rapor berikutnya, saya harus berubah lebih baik lagi. Eh, nyatanya begitu lagi. Rangking anjlok lagi.

Temanku yang berprestasi ya itu-itu saja. Biasanya sih perempuan. Saya memang merasa heran, kok bisa ya? Sementara saya juga belajar, membaca buku juga, mengerjakan soal juga, cakep juga, tapi kok selalu tidak bisa masuk 10 besar?

Pada akhirnya saya pun menyadari bahwa itulah kemampuan maksimal saya. Terlalu banyak saingan yang pintar membuat saya pun kewalahan. Alhamdulillah, akhirnya saya lulus juga dari situ. Meninggalkan kenangan yang ada manisnya, ada juga pahitnya.

Yang jelas, saya tidak bisa kembali lagi jadi anak SMP. Dan, setelah dewasa ini saya sadar, harus fokus pada satu kemampuan dan ditekuni dengan serius. Orang lain boleh berprestasi di bidang lain, saya juga harus berprestasi di bidang saya.

Sebagai pembelajaran nanti untuk anak saya, harus mencari bakat mereka. Mungkin hanya satu atau dua saja, tidak apa-apa. Yang penting ditekuni dengan serius. Sebab, kalau semua kemampuan harus dijalankan dengan baik, rasa-rasanya sangatlah sulit. Kita tidak mungkin mengajari ikan terbang bukan? Kecuali ikan Indosiar, yang tayangannya: Kumenangis, membayangkan…

pantun-bale

Jika Dirasa Tulisan Ini Bermanfaat, Share Ya!

14 Comments

  1. Terima kasih Pak sudah pantun bale tulisan saya. Membayangkan Pak Rizky dengan adik laki-laki saya. Potensi dan bakat membuat rangking selalu 10 besar dari bawah. Syukurlah dia termasuk yang cuek dengan nilai akademik. Tapi sukses di bidang ketrampilan.

  2. Saya jadi terkenang juga dengan masa-masa di SMP dulu…celana seragam masih celana pendek…😊 Sukses selalu pak Rizky..🙏

  3. Walaupun tidak termasuk 10 besar ketika sekolah, prestasi dlm kehidupan sekarang bisa jadi melebihi yg dulunya the best ten..

  4. Dari poin ke satu langsung poin lima.
    Yang akan aku ingat;
    “Kita tidak mungkin mengajarkan ikan terbang, bukan?”
    Ya ya ya betul betul betul
    Juga tidak perlu mengajarkan ikan berenang. Toh kita bukan guru ikan hi hi hi

Silakan tinggalkan komentar

Email aktif kamu tidak akan ditampilkan. Tapi ini mesti diisi dengan benar.

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.