Cinta Menjadi Aman dan Nyaman Karena Beriman

Cinta Menjadi Aman dan Nyaman Karena Beriman

Jika Dirasa Tulisan Ini Bermanfaat, Share Ya!

Kata yang satu ini sudah sering dibicarakan. Kata yang satu ini sudah sering menjadi bahan bacaan dan tontonan. Kata yang satu ini sudah sering membuat tawa dan luka. Apakah itu?

Kata yang dimaksud adalah “cinta”. Sebuah kata yang mempunyai definisi sangat luas. Mempunyai bentuk yang beraneka macam.

Cinta adalah luapan perasaan senang terhadap hal lain di luar diri. Cinta adalah gejolak rasa dari dalam hati yang terungkap bisa dengan lisan maupun tulisan. Atau sekadar diam, tak berkutik apa-apa, karena cinta lebih dirasakan di dalam dada.

Cinta ada yang berbentuk positif dan negatif. Kalau yang positif berarti baik, bagus, dan sesuai kaidah normal yang ada.

Meskipun positif itu juga bisa bermakna negatif, seperti: positif covid-19. Dan, varian baru sekarang adalah omicron. Penyakit saja ada variasinya, masa kesehatanmu begitu-begitu saja tanpa olahraga?

Cinta Paling Utama

Apa cinta yang paling utama dirasakan oleh manusia? Fitrah manusia adalah berasal dari Allah. Jadi, cinta yang paling utama jelas kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Sedangkan untuk agama-agama lain, silakan mencintai tuhan-tuhannya sendiri. Tidak boleh diganggu ibadah mereka, begitu juga ibadah kita tidak boleh diganggu juga.

Cinta yang kedua kepada kedua orang tua. Setiap manusia yang lahir pastilah hasil kerjasama dua orang, laki-laki dan perempuan. Ada yang khusus lahir tanpa keduanya. Misalnya: Nabi Adam alaihissalam. Lahir tanpa ayah dan ibu. Lha, soalnya beliau adalah manusia pertama, kalau ada ayah dan ibunya, berarti beliau jadi manusia ketiga dong!

Begitu juga Nabi Isa alaihissalam. Lahir tanpa ayah. Cuma dari sisi ibunya. Tentu yang begitu menjadi keistimewaan tersendiri bagi nabi yang sekarang masih hidup di langit itu. Nanti beliau akan turun di akhir zaman untuk membunuh Dajjal.

Nah, itu juga kepercayaan pada diri umat Islam. Agama lain juga dipersilakan dengan kepercayaannya. Dengan imannya sendiri-sendiri.

Cinta yang Termasuk Paling Panjang

Adakah cinta yang bentuknya paling panjang dan lama? Panjang dan lamanya itu jelas melebihi iklan Choky-choky yang katanya begitulah.

Cinta yang paling banyak waktunya itu adalah cinta dalam pernikahan. Dimulai dari akad nikah hingga menginjakkan kaki di surga, Insya Allah. Kalau sudah sampai di sana, barulah ibadah menikah itu bisa diakhiri dan diganti dengan keabadian.

Sejak akad nikah, terserah mau usia berapa yang penting sudah siap, mesti melakukan persiapan-persiapan yang tidak sekadar persiapan. Jangankan menikah, untuk ibadah haji saja ada manasik. Ada panduan-panduannya.

Menikah juga ada tuntunannya. Namun, biasanya waktunya singkat untuk pelatihan tersebut. Selebihnya nanti setelah menikah, sambil terus belajar.

Menikah bukanlah sekadar menikah. Kalau itu namanya konyol. Misalnya, ada seorang laki-laki meminta kepada gurunya, “Ustadz, minta tolong carikan akhwat untuk saya nikahi.”

“Tipe yang bagaimana antum cari? Mau cari yang seperti apa?”

“Terserah, Ustadz. Yang penting akhwat. Yang penting perempuan!”

Nah, itu yang membuat ustadznya bingung. Pasti.

Menikah dengan orang yang sembarangan, apalagi yang penting perempuan, bisa menyesal nantinya. Sudah banyak terjadi, baru setahun atau lebih sedikit sudah berpisah. Ternyata tidak cocok.

Lho, mana ada sih pasangan suami istri yang cocok? Yang ada ya dicocok-cocokkan. Mana ada sih juga pasangan suami istri yang sempurna? Yang ada justru saling mendukung demi kesempurnaan.

Kekurangan istri ditutupi oleh kelebihan suami, kekurangan suami menjadi tertutup oleh istri. Suami dan istri ibarat pakaian. Begitu dekat, begitu lekat.

Ketika Sudah Waktunya Tiba

Apakah untuk menikah itu butuh persiapan hingga 100 %? Ternyata, tidak selalu. Tidak harus segalanya mapan dulu, baru menikah.

Kalau mapan dulu baru menikah, maka yang akan didapatkan adalah pasangan yang cuma mau hidup mapan. Ketika nanti terjadi goncangan, contohnya ekonomi, mungkin saja pasangan itu menjadi tidak siap. Menjadi kacau balau dan galau. Bahkan, akibatnya bisa lebih buruk daripada sekadar kacau, balau, dan galau.

Jika seorang laki-laki tidak punya pekerjaan tetap, tetapi tetap bekerja, tidak punya pendapatan tetap, tetapi tetap berpendapatan, maka ketika ada keinginan untuk menikah, ya, menikah saja. Kondisi seperti itu jelas membutuhkan perjuangan. Maka, yang akan didapatkan nanti adalah pasangan yang juga siap untuk berjuang. Memang tidak gampang. Memang tidak mudah.

Ada kisah seorang pemuda. Mencari rumah perempuan untuk dilamar cukup luar biasa sulitnya. Mengandalkan peta dari si perempuan yang betul-betul peta buta. Bahkan peta tuli juga kalau perlu.

Berangkat pagi, sampai di sana siang setelah Dzuhur. Para tamu yang sudah datang di sana berwajah sangar. Rupanya, mereka sudah lapar karena menunggu rombongan laki-laki yang mau melamar.

Niat baik disampaikan. Niat untuk menjadikan halal sudah ditawarkan. Ternyata, disambut baik oleh pihak keluarga perempuan.

Namun, ya, ada namunnya, pernikahan baru bisa dilangsungkan dua hingga tiga tahun lagi. Sebab, baru saja pihak keluarga ada yang menikah. Selain itu, tidak mau merepotkan tetangga untuk waktu yang berdekatan.

Kondisi seperti itu sangatlah sulit. Sudah datang jauh-jauh, ternyata disuruh menunggu lagi selama dua tahun lebih. Akhirnya, karena sudah beriman dan yakin dengan imannya tersebut kepada Allah sebagai Maha Pemberi Rezeki, laki-laki itu mengutarakan bahwa dia memang mau menikah, terserah dengan siapa. Namun, jika harus menunggu selama itu, akan sangat berbahaya. Bukankah hati ini bisa berbolak-balik?

Apakah ada jaminan setelah dua tahun, hati tidak berubah? Jangan-jangan nanti ada yang menyelonong karena dianggap lebih baik dan bagus. Menunggu selama itu dengan satu nama yang akan menjadi jodoh bukan hal yang sepele. Apalagi bagi seorang jomblo yang ingin segera halal.

Menanggapi permintaan dari si pemuda, keluarga perempuan berpikir ulang. Ini jelas bukan permintaan yang main-main. Sama sekali tidak direncanakan tadi oleh pihak keluarga laki-laki juga. Sungguh laki-laki yang berani untuk menyampaikan yang menjadi kegelisahannya.

Negosiasi di dalam keluarga perempuan dilakukan. Akhirnya, dari semula dua tahun menjadi satu bulan saja. Luar biasa!

Laki-laki itu senang akhirnya bisa mendapatkan cinta yang halal dan sangat melegakan di hatinya. Cinta yang dirasakan aman dan nyaman. Semua itu karena hati yang beriman. Hati yang senantiasa percaya bahwa menikah pastilah mendatangkan rezeki. Itu satu istri saja sudah diberi rezeki yang banyak, apalagi kalau? Apa hayo?

kamis-menulis

Jika Dirasa Tulisan Ini Bermanfaat, Share Ya!

10 Comments

  1. Ssssttt … jangan coba-coba dijawab dengan istri banyak, nanti diaminkan oleh malaikat. Mending jawabannya banyak anak, he … he … semoga imannya selalu terjaga.

  2. Segala sesuatunya akan dipermudah karena keimanan kepada Allah swt.
    Tulisan yang renyah dengan ending yang tidak terduga.
    Teriimakasih sudah berbagi kisah menarik Pak Rizky

  3. Betul sekali…Kalau kita selalu beriman kpd Allah /Tuhannya.Segala urusan atau masalah akan ada jalan keluarnya.Tulisannya sangat menginspirasi sekali,mantap

  4. Apa hayoooo?🤭 klo dengan istri memiliki banyak anak dan banyak juga saudaranya, insyaaAllah pintu rezeki pun akan semakin terbuka…

  5. Benar juga, ya. Dari satu istri saja banyak didatangkan rezeki. Sayangnya tidak mampu, jadi biarlah rezeki sari satu istri saja. Ha ha ha, sehat selalu Pak Rizky!

Silakan tinggalkan komentar

Email aktif kamu tidak akan ditampilkan. Tapi ini mesti diisi dengan benar.

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.