Bagi kamu yang sedang mahasiswa atau gabut, jangan sekali-kali ikut MLM ya! Pengalaman saya ini semoga bisa membantu kamu, meskipun ada yang berpandangan MLM itu membuat semua jadi ringan. Hah?
Awalnya, saya ikut MLM memang ikut-ikutan. Produknya dari China. Waktu itu, saya masuk kuliah di tahun 2003. Kebayang dong ya, usia saya berapa dibandingkan nenek moyang kamu. Hehe..
Namanya saja MLM, butuh yang namanya presentasi, follow up, dan tidak lupa pula pertemuan-pertemuan. Saya ikuti saja semua itu. Disemangati oleh leader-leader, begitu istilahnya, mereka yang sudah join duluan. Sudah dapat uang duluan. Dan, tentunya, sudah bisa membohongi duluan.
Berkat Upline
Istilah MLM, ada upline, ada downline. Upline jelas di atas kita, downline di bawah. Dalam perusahaan MLM yang saya ikuti tersebut, ternyata ada kisah sukses. Yang downline bisa menyalip uplinenya. Yang menyalip tersebut berpenghasilan sampai 700 jutaan rupiah per bulan.
Wuih, waktu itu saya jelas takjub. Apalagi upline saya membawa majalah Warta Ekonomi tentang data miliuner itu pada tahun 2013 kalau tidak salah. Real, Man!
Upline yang aslinya teman SMA saya itu melihat potensi saya yang luar biasa. Masa sih? Dia melihat saya pandai untuk berkomunikasi dengan orang lain. Pandai menjaga hubungan dengan orang lain. Pokoknya kemampuan saya cocok sekali kalau bisa bergabung dalam MLM itu.
Saya pun masuk tanpa modal. Waktu itu, menjadi bintang 2 butuh 500 ribu rupiah. Mana mungkin saya ada uang segitu? Upline membantu saya masuk dengan menjualkan barang-barang MLM itu. Dicatatnya atas nama saya. Okelah, saya resmi bergabung.
Melesat
Leader-leader memuji saya dalam pertemuan-pertemuan MLM itu. Seringnya sih di ruang agak sempit di sebuah apartemen di kota Jogja. Mereka melakukan itu karena melihat saya memakai jas lebih dulu daripada upline. Saya datang dan membayar uang sebesar Rp5.000.00 untuk satu orang. Penampilan jas, meskipun jas bapak saya, dan memakai sepatu pantofel memang membuat saya jadi lebih keren.
Namun, kekerenan tersebut sebenarnya kurang keren. Sebab, saya datang lebih banyak sendiri. Tidak ada orang yang saya ajak di situ. Sebenarnya ada sih yang diajak, tetapi ya mengeluhkan biaya ikut presentasinya sebesar lima ribu rupiah itu.
Upline menganjurkan agar saya yang membayari saja. Wah, ternyata lumayan berat kalau saya harus mengeluarkan cukup banyak demi membayari orang lain! Apalagi saya masih jadi mahasiswa yang keuangannya terbatas.
Definisi Semua Jadi Ringan
MLM adalah kerja tim, kerja kelompok. MLM pada jaringan itu mempunyai basecamp. Sebuah rumah kontrakan di daerah Gejayan, Jogja. Cukup besar, dua lantai. Di lantai bawah, kalau tidak salah ada tiga kamar. Sementara yang di atas, dua atau tiga juga. Saya lupa.
Rumah itu sering sekali saya kunjungi. Apalagi kalau saya sedang suntuk setelah pulang kuliah, tetapi belum mau pulang. Beberapa kali singgah di warung mi rebus dan burjo (bubur kacang ijo) di dekat situ. Jadi, ya, tambah pengeluaran saja. Pemasukan belum ada sama sekali.
Rumah itu juga menjadi curhat saya yang luar biasa ketika bapak saya melarang ikut MLM. Tadinya sih diam-diam saja, tetapi menjadi makin muntab karena nilai IP saya hancur. Semester pertama, IP-nya 2,7. Tidak mencapai 3. Bapak saya jelas marah dong karena beliau yang menanggung uang kuliah.
Kemarahan bapak mencapai puncaknya ketika melihat saya pulang dengan tas ransel. Bapak tanya, darimana, saya jawab kalau tidak salah, “Dari rumah teman.”
Bapak lalu membuka tas ransel saya. Ternyata, bapak menemukan jas dan beberapa kepingan CD yang isinya video-video seputar MLM itu.
Beliau memecahkan semua CD itu dengan palu. Begitu kerasnya, begitu kasarnya. Bahkan, kepala saya pun mau dipukul pakai palu.
Rasanya nyesek luar biasa. Niat saya ingin mendapatkan penghasilan tambahan, rupanya memang sama sekali tidak dapat. Akhlak saya juga tidak berubah setelah masuk MLM. Sama saja. Tetap dingin ke bapak.
Mirip Pelawak
Ada teman saya di MLM itu, dia bintang lima. Sementara uplinenya bintang enam. Dia mengaku punya downline langsung di bawah sebanyak 15 orang. Tapi yang aktif jelas tidak sebanyak itu.
Uplinenya hanya punya downline enam orang. Dia tidak menambah downline langsung. Dia main kedalaman saja, membantu downline langsungnya mendapatkan downline juga.
Teman saya itu yang bintang 5 bernama Agus. Gaya bicaranya lucu sekali kalau di presentasi rutin. Pernah dia jadi MC. Ketika acara mau selesai, dia bilang ke yang datang, “Yak, acara akan segera selesai. Silakan bangunkan bagi yang tertidur.” Lucu nggak sih ini?
Sering ketemu juga di rumah basecamp itu. Cerita segala macam, tidak hanya tentang MLM.
Oleh karena pembawaannya yang lucu, saya ajak saja ikut lomba lawak yang diadakan oleh Radio Retjabuntung FM. Rupanya, tanpa persiapan blas. Ketika di basecamp tidak membahas bahan lawak. Alhasil, tampil benar-benar tidak lucu sama sekali. Tampil terakhir pula. Sungguh penutup acara yang sangat buruk.
Agus itu berasal dari Temanggung. Dan, sekarang saya tidak pernah ketemu dia lagi. Apakah dia sudah bekerja yang lain, sudah punya istri, anaknya berapa, atau jangan-jangan sudah meninggal? Saya tidak tahu sama sekali.
Suatu Pengalaman
Sudah pernah ikut MLM tanpa restu dari orang tua, rasanya memang berat banget. Saya menjalaninya dengan penuh beban. Niatnya itu tadi, ingin dapat penghasilan, untuk membantu biaya kuliah. Tapi, bapak saya maunya tidak usah ikut yang begituan. Ada saatnya nanti cari uang sendiri. Kuliah ya kuliah saja. Tidak usah disambi-sambi.
Sampai akhirnya saya menjadi CPNS. Bapak saya tentu saja senang dan bangga dong anaknya menjadi penerusnya. Untuk pekerjaan yang ini, bapak ridho luar biasa. Demikian juga dengan ibu. Hal itu membuat saya menjalaninya dengan hati yang cukup senang pula. Dapat gaji tiap bulan, uang makan, tunjangan, dan penghasilan lain yang sah dan tercatat oleh negara.
Makanya, pilihlah pekerjaan yang kamu suka, dan orang tua juga suka. Kalau cuma salah satunya saja, maka pasti ada yang terbebani. Pasti ada yang tidak nyaman menjalani.