Alhamdulillah, Ahlan wa Sahlan Anakku yang Ketiga

Alhamdulillah, Ahlan wa Sahlan Anakku yang Ketiga

Jika Dirasa Tulisan Ini Bermanfaat, Share Ya!

Tepat pada hari Ahad yang lalu, 16 Januari 2022, Alhamdulillah, anak saya yang ketiga lahir ke dunia ini. Lebih tepatnya di RSUD Bombana di Kelurahan Poea.

Istri saya bawa ke rumah sakit sejak pagi, sekitar jam 09.oo WITA. Ketika saya jalan-jalan dengan kaki bersama kedua anak saya, istri memberikan kabar lewat WA. Sudah keluar darah. Wah, saya harus cepat-cepat pulang!

Termasuk Cepat

Menggunakan mobil yang biasa saya pakai, dibawa serta koper dengan isinya pakaian-pakaian istri, pakaian bayi, sarung, dan lain sebagainya. Mampir dulu untuk beli bensin, ambil notanya dan simpan di laci mobil.

Singgah juga di klinik dr. Sunandar untuk mengambil rujukan. Saya menanyakan kepada petugas yang berjaga, “Apakah memang harus mengambil rujukan?”

Dia menjawab, “Iya.”

Tapi selanjutnya dia menyangsikan apakah akan bisa berhasil? Sebab, kalau hari Ahad, BPJS tutup alias tidak bisa dipakai. Begitukah?

Saya membawa saja istri ke RSUD Bombana dengan harapan nanti gampang, lah. Memasuki ruangan bagian Obgyn, saya menggandeng istri. Sebenarnya sejak dari parkiran sih. Saya harus kuatkan hati dan jiwanya karena sebentar lagi dia akan mengalami sakit yang luar biasa.

Para petugas yang semuanya perempuan memproses persiapan kelahiran istri. Saya menyerahkan KTP dan kartu BPJS kepada salah satu di antaranya. Dia menyuruh saya untuk mengambil rekam medik di bagian loket pendaftaran. Okelah, saya laksanakan semuanya.

Koper saya taruh di ruangan bersalin. Namun, petugas mengatakan, “Bawa saja kopornya di ruangan 1B, Pak!”

Ohh, sudah disediakan ruangan ternyata. Wuih, di dalam adem dan cukup nyaman! Kamar mandi juga di dalam. Sip, lah!

Tanpa Bisa Dicegah

Menyaksikan istri yang sangat kesakitan, berkali-kali pindah posisi saat tiduran di alas melahirkan membuat air mata saya tidak bisa lagi dibendung. Saya menangis dan sedih sekali melihat penderitaannya. Namun, saya tidak berharap rasa sakit itu akan pindah ke saya, lho! Cuma saya sedih karena saya sangat mencintainya. Melihat dia menderita, saya jadi tidak tega.

Saya teringat perlakuan ke istri yang masih belum baik di masa lalu. Kini tergambar lagi. Saya belum bisa menjadi suami yang bagus. Menjadi suami yang teladan. Ah, pokoknya, masih jelek, lah, menjadi suami dan ayah dari dua anak saya.

Tangisan saya coba sembunyikan dari istri, tetapi saya tahu dia melihat saya menangis. Mata saya sudah merah, berkali-kali basah. Ya Allah, percepatkanlah proses kelahiran itu agar istri saya tidak terlalu kesakitan.

Melewati meja perawat, saya juga berusaha untuk menyembunyikan wajah yang habis menangis. Namun, saya yakin, semua atau mungkin beberapa perawat mengetahui saya menangis.

Salah satu yang membuat saya ingin mencegah keluarnya air mata adalah laki-laki tidak boleh menangis. Laki-laki harus tegar, harus terus semangat, harus terus menjadi kuat. Iya, memang betul. Tapi, saya tidak sanggup lagi menahan itu. Air mata tetap keluar, meskipun sudah saya lap dengan tisu, toh menangis juga.

Bahkan tangisan saya masih berlangsung waktu sholat Dzuhur berjamaah di musholla RSUD. Pada rakaat kedua, saya menangis lagi. Begitu juga waktu sholat sunnah dua rakaat setelah Dzuhur. Beberapa jamaah melihat saya menangis, tetapi biarlah mereka lihat. Sebab, saya merasa sangat sedih. Ada rasa takut kehilangan. Ada rasa penyesalan telah berbuat kurang sempurna kepada istri. Dan perasaan-perasaan lainnya.

Induksi

Seorang bidan yang wajahnya lumayan, lah, tidak terlalu cantik, memberikan pandangannya setelah memeriksa istriku. Tangannya sudah dimasukkan ke dalam vagina istri, lalu menyimpulkan, “Ini sudah pembukaan sembilan, Pak. Tinggal sedikit lagi.”

Ternyata, pada pembukaan kesepuluh, tetap belum ada tanda-tanda melahirkan. Bidan itu memberikan solusi, “Kalau Bapak mau, istri Bapak bisa diinduksi agar bayinya cepat keluar.”

“Diinduksi?”

“Iya, Pak.”

Anak kedua lahir juga setelah melalui induksi. Proses itu lebih sakit daripada melahirkan. Namun, untuk memutuskannya, saya bertanya kepada istri. Satu induksi dulu. Jika tidak keluar, ditambah satu lagi. Setelah dua kali induksi juga tidak, terpaksa harus caesar!

Istri menyatakan mau diinduksi. Saya pun mengisi persetujuan di meja perawat dekat pintu masuk. Tanda tangan dan beres. Pas waktu sholat Ashar, saya pamit mau sholat di musholla RSUD.

Induksi sudah dilakukan ketika saya sholat. Menunggu sekitar setengah jam, obat yang disuntikkan di infus itu mulai bekerja. Istri mulai makin kesakitan.

Air mata saya sudah tidak keluar. Tadi sudah ditumpahkan dalam beberapa aliran. Bidan itu bersama temannya. Oh, ya, bidan yang membantu istri melahirkan memakai masker, sarung tangan, APD kain berwarna hijau. Sesuai standar kesehatan, lah.

Pada pukul 04.10, istri mulai benar-benar sangat kesakitan. Bidan memerintahkan istri untuk mengatur napas. Saya melihat di vagina istri mulai membuka, dan tampak ada tanda-tanda rambut. Wah, ini dia bayinya mau keluar!

Saya menyiapkan kamera HP untuk membuat video. Ya, saya ingin mendokumentasikannya ke dalam video. Ini pengalaman pertama saya membuat video semacam itu. Soalnya, dua anak saya lahir, saya tidak sempat mendokumentasikan. Saya sedang tidak ada di tempat.

Kelahiran

Proses kelahiran berlangsung dengan lancar. Ketika kepala bayi berhasil keluar dari vagina, bidan menyuruh istri saya untuk berhenti mendorong, sebab bidan itu yang akan menariknya. Ternyata begitu toh, kepalanya sudah keluar, tinggal bidan yang menariknya hingga keluar semua. Alhamdulillah.

Ada yang berbeda pada kelahiran anak ketiga ini. Bidan atau perawat membawa bayi saya ke ruang perawatan bayi. Di sana, bayi akan ditaruh terlebih dahulu untuk diperiksa dokter anak. Wah, bagaimana ini ya? Kalau begini keadaannya, saya mau tahnik bagaimana? Mau mengadzankan juga bagaimana?

Saya tidak kekurangan akal. Saya kembali dulu ke ruang bersalin, membantunya kalau mau ke kamar mandi. Pokoknya, menemani karena dia baru saja mengalami hal yang sangat luar biasa.

Dibantu Ipar

Ipar saya yang laki-laki datang bersama istrinya. Dia membantu menjaga istriku ketika saya pulang untuk sholat Maghrib dan berganti baju. Saya juga harus mengambil beberapa baju lagi untuk istri dan bayi saya. Ini yang cukup merepotkan karena lemari masih sangat berantakan.

Saya dihubungi oleh ipar. Butuh pembalut untuk nifas istri. Aduh, saya lupa membelinya! Saya katakan kepadanya, belikan saja dulu, nanti uangnya saya ganti. Oke, oke, katanya.

Malam hari, setelah Isya, saya berkonsultasi dengan bidan. Bayinya ini mau menyusui bagaimana? Kata perawat penjaga, lebih baik ibunya saja yang turun untuk menyusui. Waduh, sulit sekali! Sebab, kondisi fisik istri saya masih lemas. Jangankan jalan, berdiri saja masih harus dibantu kok!

Diambillah jalan tengah. Bayi saya bawa saja ke ruang kelas 1 tempat istri saya berbaring. Saya letakkan saja di ranjang. Awalnya sih di pinggir kasur, tetapi tidak ditahan oleh istri. Alhasil, lebih dekat ke lantai. Waduh, bagaimana kalau jatuh nanti? Saya pun memindahkan bayi saya ke samping istri, dekat tembok. Jadi, Insya Allah dia lebih aman.

Saat mencoba untuk menyusui, ipar saya yang laki-laki itu masih ada. Waduh, ini yang susah! Saya mau mengusirnya, tetapi kok tidak enak juga? Dia sudah membantu membawakan sarung-sarung tadi. Membantu pula mengubur ari-ari di samping rumahku. Akhirnya saya biarkan saja istri membuka payudaranya di depan dia.

Belum Bisa

Pada malam itu, air susu belum bisa diminumkan ke bayi. Istriku mengakunya begitu. Ya, sudahlah, berarti saya harus bersiap-siap membeli susu Formula.

Paginya, saya membeli susu buatan tersebut. Membawanya ke ruang perawatan bayi kembali. Bayi saya diperiksa oleh dokter, katanya ada cairan di dalam mulutnya. Sepertinya itu air ketuban.

Baju bayi itu basah. Perawat mengatakan bahwa basahnya itu karena muntahan. Berarti tadi malam, bayi saya muntah air susu ibunya sendiri.

Dicoba dengan susu Formula, tetap muntah. Konsekuensi dari meminum susu Formula, kencingnya sekarang sudah najis berat. Tidak bisa lagi diperciki seperti dulu kedua kakaknya. Ya, mau bagaimana juga? Sebab, saya sendiri memang panik, karena lebih dari enam jam, bayi itu belum minum sama sekali.

Persiapan Pulang

Kata perawat, bayi saya mau diperiksa dulu oleh dokter. Beberapa jam di ruang perawatan anak, bayi saya dinyatakan sehat dan sudah bisa pulang.

Ohh, cepat sekali, batin saya. Namun, buat apa juga kalau terlalu lama di rumah sakit? Lebih enak dan nyaman di rumah sendiri. Baiklah, pada hari Senin, 17 Januari, bersiap untuk pulang.

Biasanya, hari Senin, saya harus mengikuti apel pagi di kantor. Bagaimana dengan hari itu? Rupanya, tetap saja. Saya tetap mengikuti apel pagi, bagaimanapun kondisi istri saya. Dia sedang sendirian di rumah sakit, tidak ada yang menjaga.

Selesai apel, saya langsung pulang, ganti baju, meluncur ke rumah sakit. Alhamdulillah, kondisinya tetap baik dan aman.

Waktu mau pulang dari sana, saya ditelepon oleh ipar laki-laki lagi. Dia mengatakan, mau ke rumah sakit untuk melihat lagi bayi saya. Kalau tidak salah, saya mengatakan ibuku juga ingin datang ke rumah sakit. Sekalian saja bareng ibu saya. Oke, kata ipar saya tersebut.

Rupanya, lama menunggu juga. Ipar saya pulang kantor memang sore dan sangatlah sore, menjelang Maghrib. Saya sampai bosan menunggu. Sempat pula minum kopi di kios rumah sakit.

Sampai Maghrib, dia belum datang. Saya mulai marah. Pokoknya, datang atau tidak datang, saya dan istri harus pulang.

Eh, setelah Maghrib, mungkin sekitar jam setengah tujuh malam, mereka datang berdua. Ipar dan ibu saya. Bayi langsung dibawa oleh ibu saya yang pertama kali melihatnya. Wajah beliau senang sekali. Tambah cucu lagi. Alhamdulillah.

Malam sebelum Isya, kami datang ke rumah. Saya harus mandi karena gerah sekali. Begitu pula anak-anak saya, yang pertama dan kedua.

Kebahagiaan malam itu lengkaplah sudah. Sholat Isya sudah ditunaikan, rumah kami kedatangan warga baru. Selamat datang, ahlan wa sahlan anak saya yang ketiga. Nama lengkapnya adalah Ali Ahad Baihaqi.

Jika Dirasa Tulisan Ini Bermanfaat, Share Ya!

Silakan tinggalkan komentar

Email aktif kamu tidak akan ditampilkan. Tapi ini mesti diisi dengan benar.

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.