Saat Mobil Mundur di Tanjakan

Saat Mobil Mundur di Tanjakan

Jika Dirasa Tulisan Ini Bermanfaat, Share Ya!

Pernah punya pengalaman mengemudikan mobil yang turun di tanjakan? Saya pernah dulu ke Kendari waktu pakai mobil rental. Tapi, yang ini cukup parah!

Awalnya, hari Ahad lalu, saya ada perjalanan dinas ke Kendari. Saya memutuskan untuk naik mobil dinas yang berwarna merah dan memang jadi mobil sehari-hari saya ke kantor.

Tadinya saya pikir, mobil itu cukup sehat. Hari Sabtunya, yaitu tanggal 4 Maret 2023, saya tidak memeriksakan mobil itu. Tidak saya ke Puskesmas, apalagi ke rumah sakit, halah. Saya berprasangka positif saja bahwa mobil itu memang layak dibawa seperti sebelum-sebelumnya.

Mengebut, Mengejar Waktu

Biasanya, orang mengebut itu karena mengejar waktu. Pasti dia buru-buru dan ingin segera sampai di tempat tujuan. Begitu pula dengan saya yang mengajak istri dan anak-anak. Saya sudah booking hotel Claro seharga 758 ribu rupiah. Harga yang terbilang masih terjangkau, maksudnya terjangkau dengan batasan anggaran untuk PNS golongan III/d.

Menurut undangan, kegiatan dimulai jam 10 pagi. Jadi, saya rencanakan untuk berangkat dari Bombana setelah Subuh. Ternyata, meleset. Baru jam 7 lebih sedikit, bertolak dari rumah. Itupun sempat balik lagi ke rumah karena sandal Hafidz, anak kedua saya tertinggal.

Mengebut saat di jalanan lurus dan mulus, saya paksa mobil itu untuk berlari. Sebenarnya ini termasuk nekat juga sih, lha wong mobil tua kok dipaksa melebihi kecepatan cahaya. Namun, saya tetap berpikir positif, berprasangka baik bahwa mobil ini Insya Allah akan sampai di Kendari. Jika ternyata terlambat di Kendari, paling tidak terlalu banyak, lah.

Masuk ke Jalan Beringin

Untuk menuju Kendari, dari Bombana, bisa melewati dua jalur jalan. Satunya lewat Beringin, satunya lewat Torobulu. Yang Beringin adalah istilah jalan yang melewati kawasan hutan atau perkebunan. Jalanannya sempit, beberapa rusak, dan di sebelah kanannya adalah jurang. Sedangkan untuk Torobulu, itu jalur yang menuju ke pelabuhan yang ada di Kabupaten Konawe Selatan. Lebih mulus dan halus, tetapi lebih jauh alias memutar.

Saya memilih untuk lewat Beringin. Harapannya lebih cepat dan singkat, memotong waktu agar tiba di Kendari di bawah jam 10 pagi, kalau bisa. Ternyata, hal yang betul-betul tidak saya sadari adalah mobil itu tidak kuat menanjak, tidak kuat mendaki, padahal hanya gundukan tanah yang tidak terlalu tinggi. Mobil langsung mati mesinnya dan akhirnya mundur! Jadinya malah kayak mundur dari pertarungan nih!

Anak saya, Hafidz, ketakutan setengah mati. Dia menangis. Mobil mundur pelan-pelan dan masuk sedikit ke parit tanah pada bagian kirinya. Istri dan anak-anak saya memilih keluar dari mobil. Saya mencoba hidupkan mesin, dan injak gas. Ternyata, tidak bisa. Mobil tetap pada posisinya.

Waduh, ini situasi darurat! Saya harus minta pertolongan orang yang lewat. Ada satu yang mau membantu. Seorang pemuda yang naik motor seperti trail. Saya minta dia untuk mendorong mobil. Rupanya, dia yang duduk di kursi pengemudi dan saya pun mendorong mobil.

Oh, ya, saat mesin mobil mati, muncul asap dari kap depan. Saya tambah kaget, jangan-jangan mobil tersebut akan meledak atau terbakar. Alhamdulillah, tidak sampai begitu, kok.

Begitu mobil sudah berhasil melewati gundukan kecil itu, saya menantang lagi untuk jalan lebih jauh. Nyatanya, mobil tidak kuat mendaki lagi ketika memasuki tanjakan yang lebih tinggi. Tanjakan tersebut ada jalan rusak sedikit. Jadi, saya harus memakai gigi paling rendah. Apalagi di depan adalah truk.

Ketika itulah, saya merasakan situasi yang lebih mengerikan. Soalnya di sebelah kanan adalah jurang. Mobil terus mundur dan rem tidak berfungsi maksimal. Rem kaki tidak bisa digunakan karena mesin mobil mati lagi. Saya mundur sambil lihat spion baik-baik. Jangan sampai menabrak belakang. Jangan sampai menyerempet kendaraan lain.

Sampai di kaki tanjakan, saya memutar mobil. Kembali ke jalan semula dan memutuskan untuk melewati Torobulu saja. Tanjakan mulus saat belokan pertama dari jalur Beringin berhasil dilewati. Tanjakan itu berada di depan sebuah SD.

Namun, lagi dan lagi, mobil itu harus kalah bersaing ketika menaiki tanjakan yang lebih jauh dan tinggi. Mesinnya mati lagi, padahal sudah lumayan jauh meninggalkan dasar tanjakan.

Mobil mundur lagi. Namun, saya meminta anak sulung, Raihan, untuk mengganjal dengan batu. Mobil berhasil ditahan dengan batu, tetapi saya memilih untuk memundurkannya lagi. Pelan-pelan mobil itu terus mundur hingga melewati sebuah rumah yang sekaligus warung pinggir jalan. Toko kelontong kecil-kecilan.

Menghubungi Berbagai Pihak

Mobil yang terparkir di pinggir jalan, apalagi cuaca yang mulai panas, membuat saya harus menghubungi teman di kantor. Saya hubungi sopir kantor yang bernama Suprin. Saya minta dia untuk menjemput saya dan keluarga. Dia mengatakan tidak bisa karena lokasi saya dengan Kendari masih sangat jauh. Berarti fix, tertolak.

Saya telepon bos, koordinator divisi teknis. Mengatakan bahwa saya tidak bisa menghadiri kegiatan karena kendaraan sedang bermasalah. Dia sempat menegur karena saya berani sekali bawa mobil semacam itu. Percuma juga ditegur karena sudah terlanjur terjadi. Sekarang yang dibutuhkan adalah solusi jitu.

Tidak lupa juga menghubungi atasan langsung. Namun, dia tidak mengangkatnya. Okelah. Sesuai arahan dari Suprin, saya mencoba untuk memajukan mobil lagi. Ada warung di situ, mobil mau saya parkir di dekatnya.

Sebelumnya, mengucapkan salam dan permisi, saya singgah dulu di warung tersebut sambil memikirkan solusi yang bisa diambil. Saya menghubungi sopir langganan saya Bombana-Kendari. Dia berusaha untuk membantu saya mencarikan sopir angkot yang bisa membawa ke Kendari. Jelas saya tidak mungkin kembali ke Bombana hari itu karena sudah booking Hotel Claro. Hotel keren, je, bangunannya tinggi, masa mau ditinggal dan tidak dimasuki?

Sopir langganan saya mengatakan bahwa dia sudah berusaha mencarikan sopir, tetapi tidak ada. Dia menyarankan agar saya menunggu saja mobil angkot yang lewat. Okelah, saya keluarkan tas-tas yang ada dan beberapa perlengkapan lain di sebuah gardu atau semacam posko di dekat warung itu.

Barang-barang kami yang dibawa ke Kendari

Alhamdulillah, ibu penjaga warung memang ramah. Bahkan, dia membikinkan saya dan keluarga teh hangat dan sedikit camilan. Saya juga bisa menumpang kencing di kamar mandinya, plus sholat jama qashar Dzuhur-Ashar.

Akhirnya Berangkat Juga ke Kendari

Sopir angkot berhasil saya temukan. Ini atas bantuan tetangga dari ibu penjaga warung itu, seorang ibu juga. Dia menelepon sopir yang pernah mengantarnya. Alhamdulillah, ada sopir yang mau menjemput di situ dan mengantar sampai ke Kendari, meskipun menunggu penumpang dulu di Pelabuhan Torobulu.

Jam setengah 2, hampir jam 2, kami meninggalkan ibu penjaga warung plus mobil dinas merah. Kasihan juga sih melihat mobil itu ditinggal sendiri. Selama ini dia sudah sangat berjasa menemani saya dan keluarga ke mana-mana. Kini harus teronggok lesu, kehabisan napas, dan kemungkinan mengalami masalah kampas kopling sesuai kata orang-orang yang saya hubungi.

Salah satu sudut Konawe Selatan yang saya lewati

Sekitar pukul 3 sore, mobil meninggalkan pelabuhan khas Konawe Selatan (Konsel) itu. Naik mobil itu, saya dan keluarga merasa sangat lega. Bayangan tidak dapat mobil ke Kendari hilang sudah. Lelah menunggu mobil angkot, membuatku tertidur. Begitu pula anak-anak saya. Mereka capek dan lelah, campur-campur.

Mobil terus melaju hingga betul-betul sampai di Hotel Claro sekitar pukul setengah 5 sore. Saya benar-benar bersyukur sudah sampai tujuan. Anak-anak pasti puas karena sebentar lagi mereka akan menikmati bangunan yang sangat tinggi. Kamar 811 yang diberikan resepsionis berada di lantai 8. Menghadap jalan dan laut. Masya Allah, sungguh nikmat dan membuat senang.

Suasana dalam kamar 811, Hotel Claro Kendari

Anak ketiga saya, Ali Al-Baihaqi, sangat gembira juga. Dia berdiri di depan jendela kaca sambil tangannya memukul-mukul pinggiran jendela dari bahan plastik itu.

Meskipun perjalanan ke Kendari itu hanya satu malam, tetapi paling tidak bisa sedikit membuat segar pikiran anak-anak saya. Tentu juga istri saya. Soalnya di Bombana memang jauh dari Kendari. Apalagi dengan kejadian mobil mogok itu, jadi terasa lebih lama. Jauh lebih lama. Pffiyuuhh..

Pemandangan yang cukup memanjakan mata, setelah lelah menunggu dan mengalami kejadian mobil mundur di tanjakan
Jika Dirasa Tulisan Ini Bermanfaat, Share Ya!

Silakan tinggalkan komentar

Email aktif kamu tidak akan ditampilkan. Tapi ini mesti diisi dengan benar.

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.