Batal Berangkat

Batal Berangkat

Jika Dirasa Tulisan Ini Bermanfaat, Share Ya!

Hasan sedang bergembira ria. Biasanya dia sering memasang muka sedih. Namun, kali ini kabar itu datang juga. Dia akan berangkat ke Jakarta.

Rencananya, dia akan pergi bersama dua orang temannya satu kantor. Wah, jadi agak rombongan nih namanya! Dia sudah menantikan hal itu sejak lama, kapan pergi ke Jakarta, ya? Sementara beberapa temannya dan bosnya sudah bolak-balik ke Jakarta. Walaupun, yah, uang mereka belum tergantikan semua, sih!

Hasan bercerita ke anak istrinya. Sang istri, tentu saja sangat senang. Meskipun dia tidak diajak juga, tetapi membayangkan suaminya di ibukota negara pastilah menyenangkan juga. Suaminya akan jalan-jalan ke Monas, Masjid Istiqlal, dan tentu saja tidak lupa membeli oleh-oleh. Suaminya juga akan membawa kenang-kenangan berupa foto. Nantinya, foto-foto itu akan dipajang di ruang tamu. Para tamu agar bisa lihat bahwa keluarga itu bisa juga sampai ke Jakarta.

Bendahara sudah membelikan tiket agak jauh hari. Khawatirnya tiket akan penuh, soalnya ini acara akbar di Jakarta. Momen nasional, momen yang tidak setiap hari ada, apalagi setiap jam! Lebih-lebih lagi. Hasan akan bertemu dengan begitu banyak orang. Begitu banyak muka dari seluruh Indonesia. Dia jadi akan lebih mengenali nanti bahwa setiap wajah mencerminkan kekayaan negeri ini.

Hasan sudah bercerita pula ke orang tua dan mertua. Mereka, menanggapi dengan sangat positif. Mereka juga mendukung Hasan untuk berangkat. Mertuanya, getol sekali minta oleh-oleh.

“Nanti, emasnya Monas kamu ambil sedikit, ya! Terus kamu bawa pulang ke sini!” Pinta sang mertua. Hasan cuma terkekeh. Mana bisa emas Monas dibawa pulang? Susahnya, tingginya, dan pastinya, anehnya! Bisa-bisa dia malah tidak pulang ke situ lagi karena ditangkap polisi Jakarta!

Perjalanan ini memang gratis. Hasan beruntung kerja di tempat itu. Sebab, perjalanan yang dibiayai kantor, aduhai, nikmatnya! Dia tidak perlu mengeluarkan uang pribadi. Uang saku, uang harian, uang menginap di hotel sana, plus tiket pesawat terbang dibayari semua! Nyahok nggak tuh? Dia akan sangat menikmati nantinya. Sudah dia bayangkan akan duduk di kursi pesawat sambil menatap wajah cantik bidadari, eh, pramugari. Baginya mungkin pramugari secantik bidadari. Prett!

Akhirnya Datang Juga

Malam hari sebelum berangkat, Hasan mencoba untuk tidur dengan nyenyak. Nyatanya, sulit sekali. Sungguh, sangat susah. Membayangkan perjalanan jauh menyeberangi laut dan darat dengan ribuan kilometer. Kalau naik mobil mungkin sepekan baru tiba. Apalagi jalan kaki, apalagi merangkak. Wuih, tidak terbayang, deh!

Hasan tetap berusaha tidur, tidur, dan tidur. Dia bahkan mencoba cara Mister Bean untuk menghitung kambing sebelum tidur. Ternyata, tidak bisa juga. Dia tidak punya kambing, mukanya juga tidak mirip Mister Bean. Tidak mirip kambing dan Mister Bean, bagaimana mau menghitung kambing coba?

Tengah malam, Hasan baru berpindah ke alam mimpi. Tepatnya jam setengah satu malam. Subuh, dia bangun lagi. Pesawat akan terbang landas jam sembilan pagi. Makanya, dia mau siap-siapkan lagi yang mau dibawa ke Jakarta. Satu tas ransel dan satu koper kecil. Tas kecil juga ada, yang biasa diselempangkan di bahu. Tas itu berisi dompet yang lebih sering kosong, KTP, dan HP. Pokoknya, semua rebes, eh, beres! Siap berangkat!

“I’m coming, Jakarta! Aku datang!”

Tiba-tiba, muncul sebuah notifikasi WA. Pesan itu membuatnya tercengang. Membuatnya seakan-akan bumi ini bergetar hebat dan menelannya bulat-bulat. Guntur tiba-tiba menggelegar, padahal langit sedang sangat cerah. Air laut pasang dan menimbulkan gelombang tinggi menghajar pantai. Hasan terpana. Tercengang, diulangi lagi kata ini. Dia berteriak, “Hah, tidak jadi berangkat!”

Hasan, dan ratusan orang yang akan berangkat lainnya dari lembaga itu dinyatakan batal dan tidak berangkat ke Jakarta. Pemberitahuannya cuma lewat WA, tetapi sudah bisa dipercaya bahwa itu dari kantor pusat. Hasan geleng-geleng kepala. Betul-betul dia tidak habis pikir, “Kenapa tiba-tiba dibatalkan? Ada apa ini? Padahal ini kesempatanku untuk ke Jakarta!”

Dia mengutuk dalam hati pimpinannya di Jakarta. Dia menyumpah-nyumpah. Sumpah-serapahnya didengar oleh istrinya.

“Kenapa, Sayang? Sudah mau berangkat kok malah ngomel-ngomel?”

“Ini, lho, Honey! Coba kamu lihat ini!”

Hasan termasuk suami yang pemberani. Sebab, WA-nya berani diperlihatkan kepada istri. HP-nya juga dikunci pakai password, tetapi istrinya tahu passwordnya. Betapa banyak suami yang menyembunyikan isi HP dari istrinya sendiri. Khawatir jika dipinjam oleh istrinya. Khawatir jika bakal ketahuan.

“Astaga, kamu nggak jadi berangkat, Sayang?”

“Iyalah, Honey. Menjengkelkan sekali! Sudah mau berangkat begini, kok tiba-tiba batal?!”

“Betul-betul nggak bisa kerja pimpinanmu itu di Jakarta, Sayang. Apa yang mereka pikirkan waktu dibatalkan begini? Siapa yang mau ganti uang yang sudah dikeluarkan kantormu?”

“Itulah dia, Sayang. Mereka batal, ya, batal saja. Sementara yang di sini setengah mati siap-siap ke Jakarta. Sudah lama kuimpikan, tiba-tiba nggak jadi sama sekali.”

Istri Hasan mengerti bahwa dia harus menenangkan suaminya. Oh, ya, kalimat ini yang akan menenangkannya, “Tenang saja, Sayang, sabarlah. Jangan kamu mengeluh, apalagi di medsos. Sebab, jika ditahu, maka kamu bisa-bisa dipindahkan ke Kalimantan Utara sana!”

Hasan menelan ludah. Bergidik ngeri jika harus meninggalkan daerah itu dan tinggal di tempat yang sama sekali asing. Berpisah dari istri dan anak, betul-betul menjalani keputusan yang tidak enak!

Jika Dirasa Tulisan Ini Bermanfaat, Share Ya!

Silakan tinggalkan komentar

Email aktif kamu tidak akan ditampilkan. Tapi ini mesti diisi dengan benar.

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.