Mengajarkan Anak-anak Kata-kata Kotor, Ternyata Boleh, Begini Alasannya!

Mengajarkan Anak-anak Kata-kata Kotor, Ternyata Boleh, Begini Alasannya!

Jika Dirasa Tulisan Ini Bermanfaat, Share Ya!

Kalau melihat dari kemampuan bicara anak, yang sulung memang paling ketinggalan. Dia baru lancar berbicara, dalam arti dipahami oleh saya dan istri pada usia tiga tahun.

Pernah anak tersebut ditegur oleh ibu dan paman saya, dikira anak tersebut susah untuk bicara. Memang sih, saya sendiri juga was-was, jangan sampai anak tersebut sesuai yang dikatakan oleh ibu dan paman saya. Namun, Alhamdulillah, akhirnya bisa juga dia bicara.

Sementara itu, adiknya, anak kedua saya lebih cepat berbicara. Mungkin dia sekitar satu atau dua tahun saja. Saya merasa anak tersebut lebih cepat bicara karena tiap hari diajak bicara oleh kakaknya. Selain itu, tentu saja oleh saya dan istri. Jadi, dia mendapatkan tiga sumber bicara. Kakaknya dulu cuma dua, yaitu: saya dan istri.

Nah, untuk yang ketiga ini, laki-laki juga, kebanyakan bicaranya cuma, “Buah, buah.” Itu juga tidak jelas, apa yang dimaksud dan apa artinya? Tapi, saya membiarkan saja. Toh, kalau sudah waktunya, akan berbicara juga.

Kesalahan dalam Mengajari Anak Bicara

Saya pernah melihat dan mendengar sendiri, seorang ibu yang bicara dengan anaknya pakai dicadel-cadelkan. Bahkan, yang dicadelkan itu adalah kata Allahu Akbar. Dia ubah menjadi, “Awaba, awaba.” Anak yang digendongnya, kalau tidak salah ingat, ya, mendengar saja. Dia belum bisa protes kenapa ibunya berkata seperti itu.

Saya kok merasa bahwa itu adalah cara yang salah dalam mengajari anak bicara. Bukankah nanti si ibu itu ingin anaknya mengucapkan dengan jelas setiap huruf, kata, dan kalimat? Lalu kenapa tidak diucapkan dengan jelas saja? Merasa kesulitan bagi anak dalam menirukan? Atau mungkin karena Allahu Akbar itu ada huruf r? Makanya, dibuat cadel agar lebih mudah didengar begitu? Atau si ibu menirukan anaknya yang cadel?

Alhamdulillah, saya merasa tidak pernah berbicara dengan anak-anak saya dengan dicadel-cadelkan. Malah untuk anak ketiga ini, masih usia 1,6 tahun, saya bicara apa adanya saja. Kalau ada kata yang pakai huruf r, ya, diucapkan sesuai aslinya. Anak saya jelas mendengar dan hal itu akan direkamnya. Jadi, lebih baik merekam kata yang betul daripada yang salah bukan?

Mengajari Anak-anak Kata-kata Kotor

Dalam segi bahasa, ada dua jenis kata, yaitu: kata yang baik diucapkan dan kata yang jelek diucapkan. Untuk istilah yang terakhir ini disebut dengan “kata-kata kotor”. Apakah boleh anak-anak diajari kata-kata kotor? Bagaimana nanti efeknya? Apa akibatnya? Apakah negatif?

Ternyata, tidak juga. Mengajari anak-anak kata-kata kotor itu justru bermanfaat. Dan, termasuk dalam proses pembelajarannya juga. Lho, kok bisa, Mas? Yang benar?

Sebelum saya jawab, ada pertanyaan dulu dong, ini kata-kata kotor yang seperti apa dulu? Apakah sembarang kata-kata kotor seperti orang yang suka marah-marah itu? Oh, tentu saja tidak! Ada kata-kata kotor yang cocok untuk ditampilkan di tulisan ini.

Contoh kata-kata kotor yang bisa diajarkan ke anak adalah: sampah, selokan, got, septik tank, kotoran manusia, toilet, WC, kamar mandi, tahi, dan lain sebagainya. Itu semua adalah kata-kata kotor.

Semuanya perlu diajarkan ke anak yang masih belum bisa bicara dengan lancar. Harapannya, ketika sudah bisa bicara nanti, dia bisa paham untuk selalu menjaga kebersihan dan kenyamanan, dimulai dari rumahnya sendiri. Begitu lho!

Jika Dirasa Tulisan Ini Bermanfaat, Share Ya!

Silakan tinggalkan komentar

Email aktif kamu tidak akan ditampilkan. Tapi ini mesti diisi dengan benar.

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.